Intisari-Online.com – Kota metropolitan sangat akbrat dengan kemacetan.
Sebut saja Jakarta, Indonesia, di sini kemacetan telah menjadi menu makanan sehari-hari.
Salah satu alasannya adalah jumlah transportasi pribadi yang selalu bertambah.
(Baca juga:Dianggap Aneh dan Rumit, Olahraga Gantole Memang Sudah Ribet Sejak dari Bandara)
Pada 2015 saja Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul mengatakan, kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya naik 12 persen per tahun.
Seperti yang dilansir dari Antaranews.com, jumlah tersebut didominasi oleh pertambahan sepeda motor yang mencapai 4.000 hingga 4.500 per hari.
Sedangkan kendaraan roda empat mengalami pertumbuhan sebanyak 1.600 unit per hari. Angka yang sangat tinggi bukan?
INRIX, sebuah lembaga penganalisis data kemacetan lalu lintas asal Washington, AS pun menempatkan Jakarta di peringkat ke-22 di dunia atau nomor dua satu Asia setelah Bangkok.
Sebagai gambaran pengendara mobil di Jakarta menghabiskan waktu sekitar 55 jam terjebak kemacetan selama satu tahun.
Kemacetan dapat diatasi dengan beberapa cara, dari mengedepankan transportasi umum, 3 in 1, pelat nomor ganjil dan genap, hingga penertiban pedagang kaki lima pinggir jalan hingga transportasi yang sering mangkal.
Kadang cara kreatif juga harus dilakukan untuk mengatasi kemacetan dengan efektif.
Contohnya adalah 6 kota ini yang berhasil menghilangkan permasalahan lalu lintas tersebut:
1. Stockholm dan ERP
Electronic Road Pricing (ERP) adalah sistem yang membuat pengemudi mobil pribadi membayar sejumlah uang apabila melewati sebuah jalan raya di waktu tertentu.
Sistem ini sebenarnya telah dikenal di Singapura sejak akhir tahun 1990-an bahkan Jakarta juga ingin mengimplementasikannya.
Di Stockholm, Swedia ERP, diberlakukan di hari kerja yaitu Senin sampai Jumat dengan rentang waktu 06.30 hingga 18.30.
Pengecualian dilakukan pada bus, taksi, mobil dengan bahan bakar ramah lingkungan, kendaraan darurat, dan kendaraan yang dari dan ke pulau terisolasi bernama Lidingö.
Sistem ERP ini diberlakukan pada tahun 2006 sebagai uji coba kemudian diresmikan setahun kemudian di 2007.
Pada dua tahun pertama volume kemacetan di area ERP menurun hingga 25% atau setara dengan 1 juta kendaraan per hari.
Selain itu kota mendapatkan keuntungan sekitar Rp3,9 miliar per hari.
Penghasilan tersebut digunakan pemerintahan untuk mengembangkan transportasi umum dan pelayanan transit.
2. Proyek Restorasi Aliran Sungai di Cheonggyecheon
Aliran Sungai Cheonggyecheon di Seoul, Korea Selatan, adalah jalan raya 16 jalur yang penuh dengan kemacetan.
Bahkan ekonomi sekumpulan orang bergantung pada kemacetan tersebut karena berjualan barang-barang kepada para pengendara mobil dan motor.
Tertimbun aspal dan kemacetan, sebuah arus sungai dapat ditemukan. Nah, dengan menghancurkan salah satu jalur utama di jantung kota besar maka logikanya tempat tersebut akan lebih macet.
Betul, Cheonggyecheon menjadi macet sekali saat akhirnya hanya memberikan dua jalur pada setiap arah dengan sungai berada persis di tengah.
Akan tetapi lambat laun kemacetan ternyata berkurang dengan drastis.
Kuncinya dapat terjadi karena paradoks Braess, sebuah teori yang mengatakan bahwa penambahan rute dalam jaringan transportasi hanya meningkatkan waktu perjalanan orang yang berkendara secara individual.
Teori yang ditemukan tahun 1968 oleh Dietrich Braess ini mengatakan apabila kita memberikan ruang untuk lebih egois maka masalah hanya akan kembali terbagi kemudian meluas.
(Baca juga:V Nanammal, Instruktur Yoga Tertua di India Berusia 98 Tahun yang Kuasai 20 Gerakan Yoga)
Perilaku yang membuat sebuah permasalahan tidak akan berubah apabila hanya menambahkan sesuatu.
Pada kasus ini kemacetan disebabkan oleh penggunaan mobil pribadi, dengan menambah jalan tidak akan menyelesaikan masalah karena tingkah laku pengendara masih sama.
Akhirnya pada tahun 2005 Cheonggyecheon kembali dibuka dan warga Seoul beradaptasi dengan mengambil rute lain bahkan menggunakan transportasi umum seperti bis dan kereta bawah tanah.
Penyesuaian dilakukan sehingga kemacetan berkurang, transportasi umum bertambah, dan lingkungan hijau telah berhasil menggantika wilayah yang tadinya penuh dengan asap dan kemacetan.
3. Electronic Journey Planner di London
Electronic Journey Planner (EJP) adalah aplikasi daring yang dapat memberikan arah perjalanan bagi para penggunanya.
Aplikasi yang bisa kita gunakan di London, Inggris ini memberikan arahan transportasi, dari berjalan, kereta, bis, kereta bawah tanah, sepeda, hingga kapal.
Kunci dari kesuksesan EJP adalah informasi yang diberikan oleh operator secara langsung.
Kita bisa mengakses GPS, pemesanan taksi, hingga mengawasi lalu lintas dan kemacetan.
Hal ini membuat pengguna dapat memilih transportasi yang diinginkannya.
4. Denver dan transportasi massal yang gratis
Sebuah referendum tahun 2004 membuat renovasi besar-besaran pada stasiun pusat transportasi umum kota Denver, AS dengan modal sekitar Rp62 trilliun.
Ekspansi ini dapat dibilang cukup besar, memanjang hingga ratusan kilometer.
Free Metroride adalah transportasi massal yang dimiliki Denver, berupa rute bus yang akan berjalan dari Union Station ke Civic Center Station yang berjarak sekitar 18 blok.
Transportasi berbasis bis ini akan membuat jalur sendiri sehingga ruang untuk kendaraan pribadi akan berkurang secara signifikan, sejalan dengan kemacetan. Hal yang paling baik dari transportasi ini? Tidak perlu mengeluarkan sepeser pun alias gratis!
5. Hong Kong Public Light Bus
Bus ringan milik Hong Kong menjadi transportasi kreatif karena jalur yang dilewatinya.
Untuk bus biasa kota bagain Tiongkok ini sudah ada, akan tetapi kadang banyak daerah yang tidak dilewati oleh bis-bis besar.
Dengan 16 kursi, bus ini bergerak secara efisien karena mobilitas lebih cepat dan frekuensi kedatangan yang dapat dibilang tinggi.
Selain mencapai tempat-tempat tidak dijangkau, kendaraan ini berhasil menjadi solusi bagi transportasi ilegal atau gelap di kota-kota besar.
6. Hangzhou, kota penuh sepeda
Kota Hangzhou, Tiongkok memiliki salah satu program berbagai sepeda terbesar di dunia.
Pemerintahan menyediakan 67 ribu sepeda publik dengan 3.000 titik pelayanan.
Warga pun menggunakannya sehingga tiap hari rata-rata volume sepeda yang dipinjam mencapai 230 ribu unit.
Alasan popular penggunaan transportasi ini karena memang mudah dipakai.
Selain menjadi transportasi harian para warga, sepeda berguna untuk mempermudah perjalanan dari satu stasiun transportasi umum ke stasiun lainnya.
Bahkan hal ini ditonjolkan oleh kota yang bersinergi dengan turisme.
Para turis juga ikut bersepeda dengan sejumlah uang deposit dan pemerintahan dapat untuk melalui iklan yang ditempatkan di setiap sepeda.