Advertorial

Parah, Gara-gara Salah Negosiasi Mega Proyek dengan China, Malaysia Makin Bangkrut!

Adrie Saputra
Adrie Saputra
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Perekonomian Malaysia sedang diujung tanduk gegara Perdana Menteri terdahulu, Najib Razak dan ada negosiasi paling parah saat itu.
Perekonomian Malaysia sedang diujung tanduk gegara Perdana Menteri terdahulu, Najib Razak dan ada negosiasi paling parah saat itu.

Intisari-Online.com - Perekonomian Malaysia sedang diujung tanduk gegara Perdana Menteri terdahulu, Najib Razak.

Menteri Keuangan Malaysia Lim Guang Eng menjelaskan total utang Malaysia mencapai 1.087 triliun Ringgit (Rp3.500 triliun) dengan rasionya terhadap PDB lebih dari 60 persen.

Kabarnya utang tersebut berhilir pada kasus mantan Perdana Menterinya Najib Razak pada skandal mega korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

Perdana Menteri yang menjabat sekarang, Mahathir, mengkritik pemerintahan terdahulu (Najib Razak) tentang negosiasi mega proyek dengan perusahaan China.

Baca juga:Dibekali RAM 4 GB dan Sistem Keamanan Tercanggih, Ponsel Ini Hanya Dijual Rp1 Jutaan

Menurut Mahathir, negara tidak pernah menyaksikan ketidaktahuan dalam bernegosiasi soal kontrak.

"Ketidaktahuan seperti itu tidak pernahada dalam sejarah Malaysia," katanya.

Mahathir berbicara pada konferensi pers di Beijing.

Dia dalam kunjungan resmi ke China untuk menegosiasikan proyek Kereta Api Pantai Timur (ECRL) dan dua proyek pipa gas oleh Surya Strategic Energy Resources (SSER).

Dia mengatakan jumlah kompensasi untuk proyek ECRL dan SSER belum diputuskan tetapi diperkirakan akan "cukup besar".

"Kami perlu mencari jalan keluar dari proyek ini (ECRL) dan setidaknya mencari biaya terendah, kami harus membayar kompensasi."

"Ini adalah kebodohan orang-orang kita sendiri. Kita tidak bisa menyalahkan Tiongkok untuk ini," katanya.

Mahathir lebih lanjut mengutuk Najib karena menyetujuipenandatanganan kontrak SSER, di mana uang itu dibayar berdasarkan lamanya waktu dan bukan kemajuan pembangunan pekerjaan penyelesaian proyek.

Baca juga:Terhubung ke Tiga Dunia Misterius yang Berbeda, Inilah Pohon Yggdrasil dalam Mitologi Norse

"Saya belum pernah mendengar tentang kontrak yang Anda bayar tanpakemajuan pekerjaan yang dilakukan,biasanya kami membayar berdasarkan apa yang telah dikerjakan (kemajuan proyek)," katanya.

Sebelumnya, China menyatakan minatnya dalam proyek Kereta Api Singapura-Kuala Lumpur (HSR), tetapi Putrajaya(pusat administrasi Malaysia) menunda proyek tersebut.

Perdana menteri menegaskan Putrajaya menunda ECRL dan SSER dan menggambarkan HSR sebagai "hal yang tidak penting".

"Nah, jika kita harus membayar ganti rugi maka kita harus membayarnya."

Baca juga:Kebiasaan Aneh Adolf Hitler dan Idi Amin: dari Suka Makan Anak Burung Merpati hingga Menyantap Larva Tawon

"Ini kebodohan konsultasi saat itu. Kenapa harus setuju dengan perjanjian yang mana kamu harus membayar sejumlah kompensasi yang besar jika kamu membatalkannya."

"Dalam semua perjanjian, harus ada klausul menarik diri dari perjanjian dan klausul itu harus adil kepada kedua pihak."

"Kami tidak dapat menyelesaikannya, kami harus membayar sejumlah besar uang kompensasi untuk HSR."

"Kami telah merundingkannya namun jika kami gagal melakukannya maka kompensasi (yang harus dibayar) itu berjumlah lebih dari setengah miliar ringgit (Rp1,7 triliun)," jelasnya lagi. (Intisari-Online.com/Adrie P. Saputra)

Artikel Terkait