Intisari-Online.com – Salah satu kendala kurang berkembangnya pemanfaatan sinar matahari adalah mahalnya sel surya yang menangkap sinar dan mengubahnya menjadi energi listrik.
Namun, kabar dari Institute of Technology (IIT) Roorkee di Uttarakhand, bagian utara India ini bisa menjadi solusi kendala tersebut.
Para ilmuwan di IIT Roorkee mampu mengubah buah jamun (Syzygium cumini) yang banyak ditemukan saat musim panas India menjadi sel surya yang murah dan lebih efisien.
Buah ini di Indonesia dikenal sebagai buah jamblang atau duwet oleh masyarakat Jawa.
Periset menggunakan pigmen alami yang ada di buah jamun sebagai photosensitiser murah untuk Dye Sensitized Solar Cells (DSSCs) atau sel gratzel.
Sel gratzel adalah sel surya film tipis yang tersusun atas lapisan berpori dari titanium dioksida (TiO2) dilapisi fotoanode, lapisan molekul pewarna yang menyerap sinar matahari, elektrolit untuk regenerasi zat pewarna, dan katoda.
Komponen ini akan membentuk struktur seperti sandwich dengan molekul pewarna atau photosensitizer yang memainkan peran penting melalui kemampuannya menyerap cahaya.
Warna gelap jamun dan banyaknya pohon jamun di kampus IIT menimbulkan ide bahwa itu bisa digunakan sebagai pewarna di Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) biasa," kata peneliti utama Soumitra Satapathi, asisten profesor IIT.
Peneliti mengekstrak pewarna dari jamun menggunakan etanol. Mereka juga menggunakan plum segar dan kismis hitam, bersama dengan jus berry yang mengandung pigmen yang memberi warna khas pada jamun.
Campuran kemudian diaduk melalui gaya sentrifugal dan dituang. Pigmen berwarna yang diekstraksi yang disebut antosianin digunakan sebagai sensitiser.
"Pigmen alami sangat ekonomis dibandingkan dengan pigmen biasa yang dikembangkan ilmuwan dari Rutenium dan mencoba dioptimalkan untuk meningkatkan efisiensi," kata Satapathi, yang juga seorang profesor tamu di Universitas Massachusetts Lowell di A.S.
"Meningkatnya tekanan pada bahan bakar fosil dan kekhawatiran pemanasan global telah mengilhami pencarian energi alternatif secara terus-menerus," kata Mr Satapathi.
(BACA JUGA:Menyeramkan! Pesawat Kiriman CIA Ini Sering Terbang di Langit Indonesia Tanpa Pernah Terdeteksi
Ketidakpastian mengenai kecepatan pembangunan bendungan raksasa atau pembangkit nuklir baru merupakan peluang kuat memberdayakan tenaga surya. India memiliki potensi yang tinggi serta ambisi yang kuat untuk membangun sektor listrik dari bahan bakar non-fosil sebesar 40 persen pada 2030 nanti.
"Pada prinsipnya, kita memiliki tanggung jawab sosial yang besar untuk energi terbarukan terutama energi matahari. Untuk beberapa waktu, laboratorium kami secara aktif terlibat dalam produksi sel surya dengan efisiensi biaya rendah," kata Satapathi.
Tim peneliti, yang terdiri atas Nipun Sawhney dan Anubhav Raghav, sangat optimis bahwa hasil penelitian ini bisa dilanjutkan ke produksi massal.
Banyak aspek yang mendukung hasil ini jika mau dimassalkan. Prosesnya sederhana, biaya murah, ketersediaan bahan baku, serta kemudahan mengekstraksi pewarna antosianin.
Penelitian ini dipublikasikan di Journal of Photovoltaics.