Indonesia: Negara Hebat yang (Dulu) Tak Terlihat di Dunia

Ade Sulaeman

Editor

Ilustrasi bendera Indonesia.
Ilustrasi bendera Indonesia.

Intisari-Online.com – Selain terkenal karena memiliki penduduk Muslim terbanyak di dunia dan mengekspor berbagai macam komoditas ke seluruh dunia, Indonesia adalah hal yang sangat besar dan tak terlihat di dunia.

Jika melihat geliat dinamika generasi muda di tanah air serta urbanisasi dan pasar dengan konsumen yang begitu besar, pada investor di seluruh dunia tentu akan melihat potensi Indonesia yang sangat besar.

Argumen semacam ini sebenarnya bukanlah argunmen baru. Hal ini sudah mulai diprediksi oleh Reuters dan Economist sejak akhir tahun 1980-an. Selama kurun waktu tiga dekade, pendapatan per kapita Indonesia meningkat pesat.

Pendapatan per kapita Indonesia telah meningkat lima kali lipat hingga angka 43,8 juta rupiah. Angka ini bagus walau belum sebanyak Thailand dan Vietnam yang pendapatan per kapitanya meningkat sebanyak tujuh hingga delapan kali lipat.

Jangan bandingkan pula dengan Tiongkok yang sejak tahun 1985 hingga sekarang pendapatan per kapitanya sudah hampir mencapai 106 juta rupiah atau naik hingga 26 kali lipat.

Baca Juga: Bukan Indonesia, Justru Dua Negara Asia Tenggara Ini Akan Merugi Hebat Akibat Resesi Global

Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam tak terbatas, rapor ini tentu terbilang masih buruk. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia terdiri dari 7.000 pulau-pulau kecil tak berpenghuni.

Persebaran begitu banyak pulau ini menimbulkan masalah infrastruktur yang cukup berat. Tak hanya itu, masalah birokrasi di negeri kita ini juga terkenal sangat berbelit-belit.

Bukan hanya masalah infrastruktur dan birokrasi, sistem legal di Indonesia juga tidak menjamin adanya kontrak yang aman.

Kondisi Indonesia akan terus-menerus seperti ini, maju namun tak sepenuhnya maju, bila tiga hal yang sudah disebutkan di atas tidak diubah.

Sejak merdeka dari jajahan Belanda pada tahun 1945 silam, masyarakat Indonesia yang berani namun tidak cukup siap memimpin negara, telah berhasil menguasai tanahnya sendiri.

Hal ini sama sekali bukan pencapaian yang remeh melihat Indonesia adalah negara yang memiliki begitu banyak etnis, bahasa, dan sistem kepercayaan. Belum lagi melihat kondisi geogafisnya.

Saat ini, perbaikan infrastuktur dan sistem pemerintahan benar-benar membutuhkan pengawasan global karena Indonesia sedang berusaha mengembangkan sistem demokrasi dan desentralisasi yang terbilang cukup baru bagi masyarakat kita.

Setelah hidup selama 45 tahun dalam nuansa pemimpin yang diktator, masyarakat Indonesia sekarang bisa dibilang memiliki sistem demokrasi yang sangat ‘ramai’.

Setiap pemimpin masyarakat mulai dari kepala desa hingga presiden dipilih secara demokratis. Tentu saja, sejumlah politikus masih memakai uang untuk mendapatkan suara.

Baca Juga: 5 Negara Yang Tidak Memiliki Hari Kemerdekaan, Salah Satunya Negara tetangga Indonesia

Namun, masyarakat Indonesia bahkan yang berada di daerah terpencil sekalipun, memiliki sedikit banyak pemahaman tentang demokrasi dan politik.

Seorang nelayan yang tinggal di Sulawesi Utara berkata, “Mereka pikir kami bodoh dan suara kami bisa dibeli.” Komentar ini muncul ketika ada seorang politisi yang akan maju ke pemilihan kepala daerah.

“Tentu saja kami mengambil uangnya, kami menerima semua uang. Namun, kami tetap memilih dengan kepala kami sendiri,” begitu tambahnya.

Demokrasi di Indonesia sendiri muncul setelah apa yang disebut sebagai dekolonisasi gelombang kedua. Untuk lima setengah dekade awal sejak kemerdekaan, Indonesia diatur langsung dari ibukota Jakarta.

Tak heran, 60% dari seluruh penduduk Indonesia ramai-ramai tinggal di Pulau Jawa. Demokrasi baru muncul ketika Soeharto sang diktator yang berkuasa selama 32 tahun digulingkan.

Sejak saat itu, muncul konsep desentralisasi di mana pusat pemerintahan bukan lagi di Jakarta namun terbagi-bagi ke tiap-tiap daerah.

Dari begitu banyak kepala pemerintahan yang sekarang bisa dipilih oleh masyarakat Indonesia, yang paling penting dan berpengaruh adalah walikota atau gubernur.

Mereka bahkan sering disebut sebagai ‘raja kecil’ karena sangat berkuasa. Para walikota dan gubernur bisa membuat keputusan tentang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pekerjaan, transportasi, dan sebagainya.

Sedihnya, walau presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo, telah melakukan banyak perubahan di bidang infrastruktur, pada pemerintah daerah rupanya masih belum bisa bergerak cepat.

Perubahan pun berjalan dengan lambat karena masalah geografis ribuan pulau di Indonesia yang begitu luas dan berpencar-pencar.

Tak hanya itu, sistem desentralisasi yang dianggap baik ini juga membawa dampak buruk. Pada beberapa daerah, pemeintahan daerah akan bekerja dengan tidak efektif sehingga sistem administratif tak berfungsi dengan baik.

Walau begitu, pada sejumlah daerah politikus yang kuat dan berani melakukan reformasi radikal berhasil maju dengan pesat. Mereka menuntut pegawai negeri datang tepat waktu, melayani masyarakat dengan baik, dan tentunya menolak suap.

Dengan hasil kerja yang terlihat nyata, politisi berkinerja baik seperti ini jelas langsung menjadi media darling. Cukup banyak kepala daerah yang menjadi terkenal di Indonesia karena kinerjanya.

Berkat media, popularitas politisi yang bisa bekerja dengan baik biasanya langsung naik dengan tajam. Hasilnya adalah, mereka seringkali bisa mendapat peran yang lebih penting di dalam sistem pemerintahan.

Contoh nyata yang bisa kita lihat adalah Jokowi. Awalnya dia adalah walikota sebuah kota kecil di Jawa Tengah, Surakarta. Namun setelah berhasil menjadi gubernur Jakarta dan membuktikan kinerja baiknya, ia berhasil menjadi presiden.

Meski Jokowi dan sistem demokrasi serta desentralisasi telah membawa perubahan yang cukup baik, itu masih belum cukup untuk membasmi mafia hukum yang sangat mengerikan di Indonesia.

Dengan adanya begitu banyak kasus suap di badan hukum, proses peradilan di Indonesia menjadi sangat menyedihkan. Bagaimana bisa hukum ditegakkan bila para penegak hukum menerima suap?

Salah satu kasus terakhir yang mendapat perhatian dari begitu banyak orang, termasuk khalayak internasional, adalah kasus gubernur Jakarta, Basuka Tjahaja Purnama yang diduga melakukan penistaan agama.

Jika kasus ini berjalan dengan baik dan transparan, maka ini akan menjadi awal perubahan besar di wajah peradilan Indonesia.

Kasus ini mungkin bisa menjadi bukti apakah Indonesia sudah bisa berlaku dengan adil. Bila kita berhasil, maka Indonesia mungkin sudah benar-benar siap untuk menjadi negara yang maju dan diperhitungkan oleh dunia.

(The Guardian)