Intisari-Online.com - Sejak kecil B.J. Habibie memang senang menyendiri. Dia tak pernah ambil pusing dengan keadaan sekelilingnya.
Juga tak terpengaruh oleh teman-teman yang selama di Jerman bersikap santai. Santai yang dimaksud terkait dengan status beasiswa teman-temannya yang tidak mengikat, tidak seperti dirinya.
"Saya tidak merasa lebih pinter, tidak merasa lebih bodoh, tidak merasa iri dan juga tidak mengganggu. Memang dari kecil saya bermain sendiri,” ujarnya.
Sendiri, tapi bukan berarti tak bisa bergaul. Habibie tetap bergaul dengan teman-teman yang lain.
"Kalau sedang sendiri, bukannya saya memikirkan problem sendiri. Saya berjam-jam membaca filsafat dan sajak-sajak, dalam bahasa apa pun," kenangnya.
Tapi setelah itu dia pun bisa melanjutkan dengan berjam-jam lagi membaca buku mekanik, menelaah persoalan tertentu.
Karenanya tidak ada kegairahan untuk pergi dansa, nonton, ngluyur.
Namun Habibie mengaku dirinya tidak menutup pinut jika ada undangan untuk pesta, baik acara ulang tahun maupun dansa.
"Kalau di situ ada dansa, ya saya dansa. Masak orang dansa saya di pojok saja? Suruh nyanyi, ya, nyanyi. Suruh cuci piring, ya, cuci piring,” kenang Habibie.
Namun, pernah suatu kali saat sedang pesta, Habibie muda mengingat mobilnya yang rusak. Dia malah asik mengalkulasi kebutuhan untuk perbaikan.
“Pulang-pulang bongkar mobil, masuk ke kolong, selesai,” paparnya.
Selesai membongkar mobil, Habibie akan segera masuk rumah. Saat melihat surat kabar, dia akan fokus sejenak pada koran.
Namun, saat ‘santai’ itu pun bisa tiba-tiba diselingi oleh ingatan tentang persoalan kantor atau kapal terbang, atau persoalan dari kawan.
“Jadi tidak pernah ngluyur, nganggur, kecuali kalau tidur. It's True," ujar Habibie.
Habibie memang pemikir. Tapi tak mengurangi kesempatan untuk terjun ke dalam politik. Pun sejak masih menjadi mahasiswa di Jerman.
Ia pernah terpilih sebagai ketua perhimpunan pelajar di Aachen. Di situlah terlihat, walau senang menyendiri, dia tak bersifat individualistis.
"Kalau individualistis, tak mungkin toh?"
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Hai edisi 10 Agustus 1982 dengan judul asli “Menteri Habibie, Mr. Crack yang Aleman untuk Mencapai Sasaran Harus Rasional”.)