Intisari-Online.com - Umat Hindu akan menjalani Tapa Brata Penyepian pada Selasa, 28 Maret mendatang.
Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Gusti Ngurah Sudiana, secara filosofi Nyepi adalah proses pergantian tahun Caka, dari tahun lama ke tahun yang baru, dari kehidupan "lama" menuju kehidupan "baru".
"Nyepi asal katanya sepi atau hening. Mengajarkan kita mengutamakan hidup dalam suasana damai yang hening dan harmonis," kata Sudiana kepada Kompas.com, Selasa (21/3/2017).
Melalui Nyepi, lanjut dia, manusia mengevaluasi kembali relasi antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan penciptanya serta manusia dengan alam atau dikenal dengan Trihita Karan, dengan berkontemplasi dan menjalani berbagai pantangan agar mengalami "pemutihan" diri.
Manusia mendapat kesempatan dalam hening melihat kembali kehidupan masa lalu untuk menyongsong masa depan.
(Wow! Jika Dirupiahkan, Jumlah Energi yang Dihemat saat Nyepi Mencapai Rp7 Miliar)
Saat Nyepi, manusia menghentikan segala aktivitas rutin sehari-hari. Alam kemudian bebas bergerak sesuai rotasinya tanpa campur tangan manusia.
"Alam akan berotasi dan berproses tanpa campur tangan manusia saat Nyepi, tidak dipaksakan sesuai keinginan manusia. Alam dikembalikan pada kemurnian dan harmonisasi yang alami," kata Sudiana.
Dengan menghentikan seluruh aktivitas, maka akan mengurangi gas karbon yang dibuang ke alam. Sebab saat Nyepi, tidak boleh menghidupkan kendaraan apalagi bepergian. Alam beristirahat, udara bersih maka akan berdampak pada kualitas kehidupan manusia.
"Saat Nyepi, manusia dan semesta sama-sama mencari keseimbangan dan memperbaikinya diri dalam relasinya, sebab jika manusia rusak alam pasti rusak, sebaliknya jika alam rusak pasti manusianya juga rusak. Di sanalah letak keseimbangannya," kata Sudiana.
Pantangan
Source | : | kompas.com |
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR