Makna dari Keheningan di Hari Nyepi

Ade Sulaeman

Editor

Seluruh jalanan di Pulau Bali sepi pada hari raya Nyepi menyambut tahun baru caka 1937, Sabtu (21/3/2015).
Seluruh jalanan di Pulau Bali sepi pada hari raya Nyepi menyambut tahun baru caka 1937, Sabtu (21/3/2015).

Intisari-Online.com - Umat Hindu akan menjalani Tapa Brata Penyepian pada Selasa, 28 Maret mendatang.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Gusti Ngurah Sudiana, secara filosofi Nyepi adalah proses pergantian tahun Caka, dari tahun lama ke tahun yang baru, dari kehidupan "lama" menuju kehidupan "baru".

(Menanti Anugerah Nyepi)

"Nyepi asal katanya sepi atau hening. Mengajarkan kita mengutamakan hidup dalam suasana damai yang hening dan harmonis," kata Sudiana kepada Kompas.com, Selasa (21/3/2017).

Melalui Nyepi, lanjut dia, manusia mengevaluasi kembali relasi antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan penciptanya serta manusia dengan alam atau dikenal dengan Trihita Karan, dengan berkontemplasi dan menjalani berbagai pantangan agar mengalami "pemutihan" diri.

Manusia mendapat kesempatan dalam hening melihat kembali kehidupan masa lalu untuk menyongsong masa depan.

(Wow! Jika Dirupiahkan, Jumlah Energi yang Dihemat saat Nyepi Mencapai Rp7 Miliar)

Saat Nyepi, manusia menghentikan segala aktivitas rutin sehari-hari. Alam kemudian bebas bergerak sesuai rotasinya tanpa campur tangan manusia.

"Alam akan berotasi dan berproses tanpa campur tangan manusia saat Nyepi, tidak dipaksakan sesuai keinginan manusia. Alam dikembalikan pada kemurnian dan harmonisasi yang alami," kata Sudiana.

Dengan menghentikan seluruh aktivitas, maka akan mengurangi gas karbon yang dibuang ke alam. Sebab saat Nyepi, tidak boleh menghidupkan kendaraan apalagi bepergian. Alam beristirahat, udara bersih maka akan berdampak pada kualitas kehidupan manusia.

"Saat Nyepi, manusia dan semesta sama-sama mencari keseimbangan dan memperbaikinya diri dalam relasinya, sebab jika manusia rusak alam pasti rusak, sebaliknya jika alam rusak pasti manusianya juga rusak. Di sanalah letak keseimbangannya," kata Sudiana.

Pantangan

Saat menjalani Nyepi, lanjut dia, umat Hindu memiliki empat pantangan yang tidak boleh dilanggar. Biasa disebut dengan Catur (Brata) Penyepian.

1. Tidak boleh menyalakan api (amati Geni)

Api adalah simbol hawa nafsu. Pada hari Nyepi, umat Hindu berkontemplasi tanpa menyalakan api atau adanya cahaya untuk mengendalikan hawa nafsu yang disimbolkan dengan api.

2. Tidak bekerja (amati Karya)

Umat Hindu kembali melakukan evaluasi dalam suasana hening tentang apa yang sudah dikerjakan, apakah sudah sesuai dengan kemampuan dan perhitungan yang matang. Manusia pada dasarnya perlu istirahat dan tidak bekerja secara berlebihan.

Melalui amati Karya ini, manusia dapat melihat ke dalam untuk memutuskan apa yang harus dikerjakan di masa yang akan datang sesuai kemampuan dan perhitungan yang tepat.

3. Tidak bersenang-senang (amati Lelanguan)

Pada hari Nyepi, manusia tidak mencari kesenangan atau hiburan yang bersifat duniawi. Manusia mengendalikan diri dengan memberikan hiburan batin. Nafsu untuk berfoya-foya atau dikendalikan kesenangan duniawi.

4. Tidak bepergian (amati Lelungan)

Tubuh perlu diistirahatkan. Sambil melihat selama tahun yang lewat sudah sukses atau tidak. Apakah sesuai harapan atau tidak sehingga bisa memperbaiki diri di tahun yang baru.

"Empat hal itu intinya melihat ke dalam menggunakan mata batin apa yang telah terjadi. Bagaimana relasi kita selama ini dengan sesama, Tuhan dan alam semesta," kata ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana.

(Robinson Gamar)

Artikel Terkait