Menyeramkan! 7.000 Gelembung Gas Metana di Siberia Ini Bisa Meledak Kapan Saja

Agus Surono
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Benjolan gelembung gas metana di Siberia yang bisa meledak dan meninggalkan lubang kawah.
Benjolan gelembung gas metana di Siberia yang bisa meledak dan meninggalkan lubang kawah.

Intisari-Online.com -Tahun 2016, para peneliti di Pulau Bely, Siberia, menemukan hal aneh: di beberapa tempat tanah “menggelegak” dan lentur seperti jelly ketika diinjak. Kita bisa membayangkan beledug Kuwu di Grobogan, Jawa Tengah, tapi ini masih tertutup lapisan tanah.

(Melongok masuk ke dalam sinkhole Siberia, jawaban di balik misteri segitiga Bermuda?)

Waktu itu, baru 15 “gelembung tanah” yang diidentifikasi. Akan tetapi, ketika penelitian dilakukan dalam lingkup yang lebih luas sampai ke Semenanjung Yamal dan Gydan, ternyata jumlahnya sangat fantastis. Ada lebih dari 7.000 gelembung seperti ini.

Yang patut diwaspadai, mereka bisa meledak kapan pun!

(Por Bajin, pulau misterius di Siberia yang nyaris tak tersentuh peradaban.)

"Awalnya, benjolan tersebut adalah gelembung, atau 'bulgunyakh' dalam bahasa Yakut lokal," kata Alexey Titovsky, direktur Departemen Sains dan Inovasi Yamal kepada The Siberia Times.

"Seiring waktu, gelembung itu meledak, melepaskan gas. Begitulah bagaimana corong raksasa terbentuk."

Corong raksasa yang dimaksud Titovsky mengacu pada setiap gurdi yang suaranya begitu menakutkan.

(Jawaban atas misteri batu bulat raksasa di Siberia.)

Sementara gelembung yang pecah dapat membentuk “bopeng” di tanah yang cukup kecil, mereka juga dikaitkan dengan lubang-lubang pembuangan besar (sinkhole) dan kawah yang telah muncul di seluruh Siberia.

Sekarang gambaran ribuan perangkap kematian ini tersebar seperti noktah di seluruh lansekap Siberia, dengan 7.000 gelembung baru diidentifikasi dan siap untuk meledak tanpa peringatan.

Apa sebenarnya yang terjadi di sini?

Kembali ke 2016, ketika peneliti lingkungan lokal Alexander Sokolov dan Dorothee Ehrich mencabuti rerumputan dan “kotoran” yang menutupi sebuah benjolan di permukaan tanah. Namun apa yang terjadi kemudian? Mereka mendapati udara terlepas dari benjolan itu. Setelah diteliti udara itu mengandung 1000 kali metana dan 25 kali karbon dioksida lebih banyak dari udara sekitar.

Hal-hal aneh kemudian ditemui di dasar sinkhole terbesar – penyelidikan tahun 2014 terhadap kawah selebar 30 meter di Semenanjung Yamal menemukan udara di dekat dasar kawah mengandung metana dalam konsentrasi yang sangat tinggi - hingga 9,6 persen.

Seperti yang dilaporkan Katia Moskvitch kepada Nature pada saat itu, arkeolog Andrei Plekhanov dari Pusat Penelitian Ilmiah Kutub Utara di Salehard, Rusia, mengatakan kepadanya bahwa udara di sekitar wilayah itu biasanya hanya mengandung 0,000179 persen metana.

Para peneliti telah membuat hipotesis bahwa gelembung metana ini terkait dengan gelombang panas baru-baru ini yang telah mendorong tundra permafrost (padang rumput luas yang membeku secara permanen) Siberia untuk mencair.

Tundra permafrost Siberia telah terkenal karena kemampuannya untuk mengawetkan benda-benda selama ribuan tahun, seperti anak anjing berusia 12.400 tahun atau anak singa menggemaskan dengan bulu kuning kecokelatan mereka setelah 30.000 tahun.

Sebuah penelitian tahun 2013 menemukan bahwa kenaikan suhu global sebesar 1,5 ° C akan cukup untuk memulai sebuah era pencairan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Beruntung ada musim panas abnormal yang terkait dengan perubahan iklim, peneliti lokal menduga bahwa tahapan ini sudah mulai terjadi, dengan suhu harian pada Juli 2016 mencapai angka yang mengkhawatirkan: 35 ° C (95 ° F).

"Posisi mereka di lintang utara sering dikaitkan dengan pencairan permafrost, yang pada pada gilirannya berhubungan dengan kenaikan keseluruhan suhu di utara Eurasia selama beberapa dekade terakhir," kata seorang juru bicara untuk Academy of Science cabang Ural Rusia kepada The Siberian Times.

Kami masih menunggu beberapa kajian penelitian dari penyelidikan ini sehingga dapat mengetahui lebih lanjut tentang bukti ilmiah yang digunakan untuk menghubungkan gelembung metana dengan perubahan iklim. Akan tetapi, sepertinya kondisi geologis unik yang membentuk tundra Siberia juga memainkan peran besar dalam fenomena tersebut.

Menurut Vasily Bogoyavlensky dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, yang telah mempelajari gelembung ini selama bertahun-tahun, permukaan bumi di sini berasal dari era Senoman dari zaman Kapur Akhir (100,5 sampai 93,9 juta tahun yang lalu) dan telah diidentifikasi sebagai reservoir gas dangkal purba, terletak hanya 500 sampai 1.200 meter di bawah permukaan.

"Gas naik ke permukaan melalui sistem patahan dan retakan akibat tekanan berlebih di lapisan tanah liat palaeo-permafrost, dan menerobos melalui bagian yang lemah, membentuk mata air gas dan kawah ledakan," tulis Bogoyavlensky di majalah GEO Expro edisi 2015.

"Pada dasarnya, setelah periode pertumbuhan yang lama, bagian atas dari 'pingo' (tanah yang meliputi inti es) retak, dan inti es mencair, membentuk sebuah danau bulat. Hal ini diketahui bahwa kadang-kadang gundukan es ini meledak karena tekanan es yang berlebihan. "

Kabar baiknya adalah bahwa melalui semua ini, ada beberapa tim peneliti mempelajari fenomena aneh ini. Mudah-mudahan kita akan memiliki beberapa jawaban yang pasti segera.

Untuk mengulangi apa yang kita katakan sebelumnya, penelitian yang dipublikasikan pada fenomena gelembung tersebut masih akan berlanjut, dan Titovsky secara khusus mengatakan bahwa dia belum selesai dengan penyelidikan lapangan. Jadi, kita akan mengambil kesimpulan jika hasilnya sudah diverifikasi.

Prioritas sekarang bagi para peneliti adalah untuk mengidentifikasi apakah gelembung ini menimbulkan ancaman bagi penduduk setempat, dan menyediakan peta titik panas yang berpotensi ledakan.

"Kita perlu tahu mana benjolan yang berbahaya dan yang tidak," kata Titovsky kepada The Siberia Times.

"Para ilmuwan masih mencari rumusan yang tepat untuk mendeteksi dan melihat tanda-tanda potensi ledakan, seperti ketinggian maksimum benjolan dan tekanan yang dapat ditahan oleh permukaan Bumi. Pekerjaan ini akan terus berlangsung sepanjang 2017."

Artikel Terkait