Intisari-Online.com - Pernah mencium keringat sewaktu keluar dari kulit sehabis kita berolahraga? Sepertinya biasa-biasa saja 'kan. Tidak tercium bau yang menusuk. Tapi mengapa tak seberapa lama kemudian keringat menjadi bau?
(Apa Penyebab Vagina Berkeringat dan Bau Selama Berolahraga?)
Semua itu ulah bakteri yang hidup di kulit, khususnya ketiak. Apalagi ditambah dengan rambut yang ada di ketiak. Rambut ini memerangkap bau. Ketiak yang lembab, hangat, dan biasanya gelap itu menjadi tempat favorit bakteri Staphylococcus hominis untuk ngadem.
Bakteri Staphylococcus hominismemecah molekul keringat menjadi thioalcohol, senyawa yang juga terdapat di bawang. Baunya tajam. Makanya, keringat melepaskan bau seperti bau belerang, bawang, atau daging.
(Keringatan Terus? Belum Tentu Sehat Lo!)
"Baunya memang sangat tajam," kata Daniel Bawdon, Ph.D, peneliti dari University of York in England. "Kami hanya menggunakan sampel bakteri itu dalam konsentrasi rendah, sehingga mereka tidak menyebar ke seluruh laboratorium. Tapi... ya, memang sangat bau."
Tetapi, mengapa ada orang yang baunya lebih tajam daripada yang lain ketika berkeringat?
Menurut Adriana Heguy, PhD, ahli biologi molekuler dan peneliti genomics dari Genome Technology Center, karena komposisi microbiome kulit (komunitas mikroba yang berdiam di kulit kita), memang bervariasi pada setiap orang. Namun, sistem kekebalan tubuh dan faktor-faktor lingkungan juga memengaruhi perbedaan tersebut. Sehingga, orang dengan proporsi bakteri yang lebih tinggi akan memproduksi senyawa berbau yang membuatnya lebih bau daripada yang lain.
Nah, aroma tak sedap ini akan menjadi-jadi ketika kita mengenakan pakaian dari bahan poliester dan katun. Karena,Staphylococcusmudah berkembang pada bahan katun dan poliester. Selain itu, poliester juga disukai bakteri jenis lain, yaituMicrococcus. Poliester itu ringan, nyaman, dan cepat kering. Tetapi, bahan ini juga terkenal gampang berbau dan sulit hilang baunya. Bahan-bahan yang disebut-sebut bisa menghilangkannya, seperti cuka,baking soda, atau pelembut pakaian, ternyata tidak berkhasiat 100%.
Bau mulut kita juga tergantung pada microbiome ini, yaitu jenis microbiome oral. Komposisinya juga berbeda setiap orang, dan dipengaruhi kombinasi faktor-faktor alami dan faktor lingkungan (biasanya pola makan). Ada orang dengan proporsi bakteri lebih tinggi yang mencerna makanan kita (seperti gula dan protein) dan menghasilkan senyawa yang berhubungan dengan bau mulut yang paling tajam.
Ditemukannya bakteripenyebab bau keringat di ketiakini tentunya diharapkan bisa menghasilkan deodoran yang bisa mengatasinya. Kebanyakan deodoran saat ini memang membunuh bakteri di ketiak dan menyumbat kelenjar keringat agar kita tidak berkeringat terlalu banyak. Namun, menyumbat kelenjar keringat kadang-kadang bisa menyebabkan iritasi atau membuat kulit bengkak.
Selain itu, deodoran, atau obat kumur, umumnya tak pandang bulu saat membasmi bakteri. Jadi, selain membasmi bakteri jahat, mereka juga membunuh bakteri baik yang seharusnya membantu melawan bakteri jahat. Solusi terbaik yang diharapkan dapat melawan bau mulut, di samping menjaga kebersihan mulut, adalah mencoba memengaruhi keseimbangan spesies mikroba yang ada di dalam mulut.
Chris Callewaert, mahasiswa kedoktoran dalam ilmu biologi terapan di University of Ghent, Belgia, mengatakan bahwa eksperimen pada ahli saat ini masih belum menghasilkan produk yang sempurna. Misalnya, membuat bahan poliester kurang ramah terhadap bakteri dengan memberinya antimikroba seperti triclosan atau nanopartikel. Sayangnya, bahan-bahan ini ternyata tidak ramah lingkungan.
Menurutnya, solusi terbaiknya adalah menggunakan bahan-bahan yang lebih organik: menggantikan bakteri jahat dengan yang baik. "Bakteri itu harus berperang sendiri," katanya. "Jika kita memiliki bakteri baik, pada akhirnya kita tak punya bau badan."