Advertorial

Berkat Teknologi Ini, Salah Satu Korban Tragedi 9/11 Berhasil Diidentifikasi 17 Tahun Setelah Dia Tewas

Mentari DP

Editor

Tapi Rabu kemarin (25/7/2018), sekitar 1.642 korban telah berhasil diindetifikasi berkat kemajuan teknologi DNA, The New York Times melaporkan.
Tapi Rabu kemarin (25/7/2018), sekitar 1.642 korban telah berhasil diindetifikasi berkat kemajuan teknologi DNA, The New York Times melaporkan.

Intisari-Online.com – Pada 11 September 2001, sebuah tragedi besar terjadi.

Dua pesawat menabrak dan menghancurkan menara kembar World Trade Center (WTC) di New York City dan menyebabkan 2.753 orang tewas.

Tidak hanya itu, karena gedung yang terbakar dan runtuh, banyak korban yang tidak bisa diintifikasi.

Sampai saat ini, hanya ada 1.641 (sekitar tiga perlima) dari para korban yang telah diidentifikasi.

Baca juga:Gara-gara Ingin Melihat Gerhana Matahari Total, Omzet Kacamata Meningkat Tajam

Tapi Rabu kemarin (25/7/2018), sekitar 1.642 korban telah berhasil diindetifikasi berkat kemajuan teknologi DNA, The New York Times melaporkan.

Salah satu korban yang berhasil diindetifikasi adalah Scott Michael Johnson.

Pada saat itu, Scott berusia 26 tahun. Dia bekerja di lantai 89 menara selatan sebagai analis sekuritas di perusahaan perbankan investasi Keefe, Bruyette, & Woods.

Para ilmuwan forensik menunjukkan bahwa DNA yang diekstrak dari tulang yang ditemukan cocok dengan sampel DNA yang diambil dari sikat giginya dan sampel yang diambil dari orangtuanya.

Menurut The New York Times, dia adalah korban pertama yang diidentifikasi sejak Agustus 2017.

Sejak 9/11, The New York Times melaporkan, ahli forensik telah mempertahankan upaya berkelanjutan untuk mengidentifikasi "hampir 22.000 tulang korban" yang ditemukan dari TKP.

Baca juga:Sering Dianggap Mitos, 'Naga' Ini Ditemukan di China dalam Bentuk Fosil

Dan dalam upaya keenam atau ketujuh, mereka berhasil mengidentifikasi tulang Johnson.

Proses identifikasi tulang melibatkan pengambilan sampel tulang dan menggilingnya menjadi bubuk untuk membebaskan DNA.

Analis forensik kemudian mengekspos bubuk ke enzim yang mereplikasi dan mengalikan DNA yang ada, sehingga meningkatkan ukuran sampel untuk pengurutan.

Kali ini, para analis menggunakan teknik baru untuk melumatkan tulang menggunakan "bola ultrasonik" (bantalan bola yang menghancurkan sangat, sangat cepat), yang menciptakan bubuk yang lebih halus.

Bubuk halus itu membantu menghasilkan hasil yang positif.

Tom Johnson, ayah Scott Michael Johnson, mengatakan bahwa dia bersyukur bahwa anaknya berhasil diidentifikasi.

Hanya saja laporan itu juga menjadi pengingat lain dari rasa sakit yang dia dan keluarganya rasakan selama 17 tahun ini.

Baca juga:Belum Genap Berusia 20 Tahun, 4 Atlet Indonesia Ini Sudah Dipersiapkan Tampil di Asian Games 2018

Artikel Terkait