Advertorial
Intisari-Online.com – Pada tanggal 28 Juli 2018 nanti, kita akan menyaksikan Gerhana Bulan Total (GBT) terlama abad ini.
Menariknya, untuk menyaksikan peristiwa langka ini, kita tidak perlu menggunakan kacamata.
Sebab, GBT berbeda dengan Gerhana Matahari Total (GMT).
Gerhana matahari total (GMT) merupakan kejadian yang sangat langka dan bersejarah. Paling tidak, butuh ratusan tahun bagi sebuah wilayah untuk kembali dilintasi GMT.
Dan, pada Rabu (9/3/2016) lalu, sebagian wilayah daratan Indonesia mendapat kesempatan langka dilintasi GMT.
Jutaan masyarakat Indonesia pun menikmati keajaiban alam itu dengan penuh ketakjuban.
Sambutan warga sangat beragam, umumnya menampilkan antusiasme dan kekaguman pada Sang Pencipta.
Di Indonesia, GMT melewati sejumlah wilayah, mulai Mentawai, Bengkulu, Bangka Belitung, Pontianak, Balikpapan, Palu, hingga Halmahera di Maluku Utara.
Sejak pagi, bahkan satu dua hari sebelumnya, warga sudah mempersiapkan diri untuk menyambut peristiwa langka tersebut.
Selain menggelar pesta budaya dan salat gerhana, warga tak ketinggalan juga menyiapkan berbagai perangkat untuk menyaksikan momen-momen saat matahari tertutup sepenuhnya oleh bulan.
Kacamata berfilter khusus, bekas film negatif, teropong khusus, kacamata las, dan aneka peralatan lain disiapkan untuk menikmati GMT.
Tak hanya wilayah yang dilewati GMT, masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah yang tidak dilintasi GMT pun ikut menikmati gerhana matahari, meski hanya sebagian.
Baca juga: Beginilah Penjelasan Gerhana Matahari Total versi Kaum Bumi Datar
Omzet kacamata meningkat
Gerhana matahari ternyata juga menjadi ladang uang bagi sebagian orang.
Salah satunya Siti Khofsoh. Warga Jalan Gejayan, Soropadan, Depok, Sleman, Yogyakarta ini membuat ribuan alat melihat gerhana matahari.
Tidak hanya berhasil membuat tapi juga menjualnya di seluruh Indonesia. Setidaknya, dia sudah menjual 3500 pcs kacamata gerhana matahari.
Siti mulai menjual kacamata ini sejak tanggal 20 Januari 2016. Hingga hari H-1 produk yang dibuatnya masih tersisa puluhan kacamata model kipas dan kartu.
Itupun masih banyak pembeli yang terpaksa gigit jari karena tidak bisa membeli dalam jumlah yang banyak.
“Berapa ya sekitar 3500 pcs yang sudah terjual, sekarang hanya 50-an yang model kipas dan kartu,” ujarnya kepada NOVA Selasa (8/3).
Siti membuat kacamata dengan berbagai model seperti kipas, kacamata dan juga kartu. Ia membuat kacamata dengan berbagai model ini dengan kertas tebal yang sudah dicetak dengan berbagai desain.
Sementara filter khusus yang dibelinya langsung dari Amerika dirangkai dan dibentuk sesuai model kacamata yang dibuat.
Dibantu dua orang, Siti mengaku tidak menghitung keuntungan yang sudah dihasilkan dari kacamata gerhana ini.
Model kacamata kipas dan kacamata ia jual 50 ribu per pcs, sementara ia jual model kartu dengan 25 ribu per pcs.
Baca juga: Benarkah Bulan Akan Berwarna Biru? Inilah Keistimewaan Gerhana Bulan 28 Juli 2018
”Wah, enggak ngitung tuh. Tapi kalo dihitung rata rata Rp 35.000 karena harganya Rp 50.000 dan Rp 25.000 ribu ya. Kali aja berapa. (Rp 122 juta) ya segitulah,” ujarnya.
Rumahnya, yang dijadikan basecamp Jogja Astro Club (JAC), dipenuhi bahan bahan yang digunakan untuk membuat kacamata gerhana matahari. Ia menjual secara langsung kacamata bikinanya di rumahnya dan juga melalui online.
“Kebanyakan pembeli online, khususnya di daerah yang dilewati gerhana matahari total. Mulai dari Sumatra, Lampung, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua. Pembeli terbanyak dari Makasar."
"Ada yang beli 400 pcs lewat online. Papua juga banyak, lebih mahal ongkos kirimnya. Harga kacamatanya Rp50 ribu, ongkos kirimnya sampai Rp80 ribu,” ujarnya.
Kebanyakan pembeli kacamata Siti adalah perorangan dan bukan instansi pemerintah. Instansi yang membeli hanya Taman Pintar Yogyakarta, sekitar 50 pcs kacamata.
Penjualan kacamata yang mencapai ribuan buah ini merupakan hasil kejelian Siti melihat peluang. Sebab proses gerhana ini hanya berjalan puluhan, bahkan ratusan tahun sekali sehingga menjadi peristiwa yang sangat ditunggu.
“Banyak yang tidak ingin melewatkan peristiwa ini.”
Siti sendiri setiap hari memang menjual peralatan astronomi di rumahnya.
“Jadi, alat yang saya jual ini sesuai standar dan aman. Filter saya impor dari Amerika dan sudah sesuai rekomendasi bahkan hingga NASA.
Laporan berikut ini dimuat dalam Tabloid NOVA edisi Maret 2016, yang disusun oleh Gandhi Wasono M., dan Rubiya Alkhalida, dengan judul asli Gerhana Matahari Total, Untung Ratusan Juta dari Kacamata.
Baca juga: Tradisi Unik! Ini yang Disiapkan Warga Yogyakarta Menyambut Gerhana Bulan Super Blue Blood Moon