Advertorial

Mengapa Gerhana Bulan Total pada 28 Juli 2018 Nanti Disebut ‘Blood Moon’?

Mentari DP

Penulis

Warna serupa darah inilah yang membuat gerhana bulan total selalu disebut sebagai Blood Moon atau bulan darah.
Warna serupa darah inilah yang membuat gerhana bulan total selalu disebut sebagai Blood Moon atau bulan darah.

Intisari-Online.com – Pada 28 Juli 2018 mendatang warna bulan tak lagi kuning pucat seperti biasanya. Saat itu, bulan akan berwarna oranye hingga rona merah darah.

Perubahan warna bulan ini disebabkan gerhana bulan total yang akan terlihat di langit Indonesia.

Warna serupa darah inilah yang membuat gerhana bulan total selalu disebut sebagai Blood Moon atau bulan darah.

Namun, sebenarnya, bagaimana bulan berubah saat gerhana?

Baca juga:Mengapa Gerhana Bulan Total pada 28 Juli 2018 Nanti Akan Berlangsung Sangat Lama?

Warna merah darah saat gerhana bulan total terjadi karena atmosfer Bumi membiaskan cahaya Matahari.

"Cahaya matahari yang mengenai bulan memang tertutup oleh Bumi, tetapi atmosfer Bumi masih membiaskan cahaya merah dari matahari itu sehingga bulan tidak gelap total," tulis Thomas di blognya pada Senin (6/10/2014).

Kebalikan Gerhana Matahari Hal ini berkebalikan dengan gerhana Matahari total.

Selama gerhana matahari, bulan berada di antara Bumi dan Matahari. Dari Bumi terlihat bayangan bulan menutupi Matahari.

Bayangan ini tidak berwarna karena bulan tidak memiliki atmosfer untuk menyebarkan atau membiaskan sinar matahari.

Berkebalikan dengan gerhana bulan total. Gerhana bulan terjadi ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan.

Pembiasan Atmosfer Atmosfer Bumi yang kaya nitrogen membiaskan sinar matahari. Pembiasan ini membuat kita melihat langit berwarna biru.

Sekitar matahari terbenam dan matahari terbit, cahaya yang sampai ke mata kita telah semakin tersebar. Ini membuat matahari dan cahayanya tampak lebih oranye atau bahkan merah.

Baca juga:Gerhana Bulan Total Tanggal 28 Juli Akan Berpengaruh Besar Terhadap 3 Zodiak Ini

Udara saat gerhana bulan total mirip dangan proses terbit dan terbenamnya matahari. Seperti lensa yang besar, atmosfer Bumi membiaskan cahaya menuju bulan purnama.

"Jika Anda berdiri di permukaan bulan selama gerhana bulan, Anda akan melihat matahari terbenam dan naik di belakang Bumi," kata David Diner, seorang ilmuwan planet di Jet Propulsion Laboratory NASA, dikutip dari Business Insider, Minggu (22/07/2018).

"Anda akan mengamati sinar matahari bias dan tersebar saat mereka melewati atmosfer di sekitar planet kita," sambungnya.

Inilah sebabnya mengapa gerhana bulan berwarna oranye-merah. Semua cahaya berwarna itu difokuskan pada bulan dalam bayangan berbentuk kerucut yang disebut umbra.

Bulan juga tertutup debu ultra-halus, seperti kaca batu yang disebut regolith, yang memiliki properti khusus yang disebut "backscatter". Debu-debu tersebut memantulkan cahaya itu kembali.

Kualitas Atmosfer Untuk diketahui, warna merah dari satu gerhana bulan satu dengan yang lain tidak pernah sama. Itu karena aktivitas alam dan manusia mempengaruhi atmosfer Bumi.

"Polusi dan debu di atmosfer bawah cenderung menundukkan warna matahari terbit atau terbenam, sedangkan partikel asap halus atau aerosol kecil yang terletak di ketinggian tinggi selama letusan gunung berapi besar dapat memperdalam warna ke warna merah yang intens," kata Diner.

Dirangkum dari Live Science, Selasa (30/01/2018), kondisi atmosfer juga dapat mempengaruhi kecerahan warna.

Misalnya, partikel ekstra di atmosfer, seperti abu dari api besar atau letusan gunung berapi baru-baru ini, dapat menyebabkan bulan muncul warna merah yang lebih gelap, menurut NASA. (Resa Eka Ayu Sartika)

(Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judul "Ini Alasan Kenapa Gerhana Bulan Total Disebut "Blood Moon"")

Baca juga:Menurut Pakar Astrologi, Ini Artinya Gerhana Bulan Total pada 28 Juli 2018 Bagi Kita

Artikel Terkait