Ingin Jadi Profesi Ini? Modal Paling Penting adalah Harus Berani

Ade Sulaeman

Editor

Duh, Kuas Make-Up Bisa Sebabkan Radang Tenggorokan dan Infeksi Kulit
Duh, Kuas Make-Up Bisa Sebabkan Radang Tenggorokan dan Infeksi Kulit

Intisari-Online.com - Tidak banyak yang memilih profesi seperti yang dilakoni oleh Tatik Winarsih (58), warga Jalan Ikan Kerapu Lingkungan Karanganom, Kecamatan Banyuwangi.

Sejak tiga tahun terakhir, ibu empat anak tersebut menjadi perias jenazah di rumah duka persemayaman Yayasan Mitra Abadi Banyuwangi.

Kepada Kompas.com Jumat (13/1/2017), Tatik bercerita, pertama kali diajak memandikan jenazah oleh kerabatnya yang terlebih dahulu bekerja di persemayaman.

"Saya ditawari, terus diajak. Saat saya tanya apa syaratnya katanya yang penting harus berani. Ya sudah saya mau aja," kata Tatik.

Saat pertama kali melakoninya, ia harus memandikan jenazah yang kondisi matanya terbuka. Ia mengaku butuh keberanian lebih untuk memandikan jenazah dan selalu memulainya dengan berdoa.

"Sekarang saya sudah terbiasa. Bahkan kalau mandi jenazahnya saya gendong langsung dibantu dengan teman. Saya bersihkan di sela-sela kulitnya. Kalau ada luka saya siram pakai air," katanya.

Tatik mengaku selain memandikan jenazah, dia juga diminta untuk merias jenazah yang akan disemayamkan.

Saat merias, Tatik selalu menyebut nama lengkap jenazah yang akan ia rias untuk meminta izin. "Biasanya saya bilang. Sekarang kan mau pulang, saya minta izin untuk merias wajahnya ya. Gitu sambil nyebut namanya," kata Tatik.

Untuk alat rias dan make-up, Tatik menggunakan alat yang sudah disediakan pihak yayasan. Terkadang pihak keluarga juga sudah menyediakan alat riasyang biasa digunakan oleh jenazah saat masih hidup.

"Saya ini nggak pernah kursus kecantikan. Paling ya hanya make-up sederhana seperti bedak, perona mata, perona pipi dan lipstik. Ada yang minta tipis-tipis saja karena dulu jenasah saat masih hidup jarang make-up," ujar Tatik.

Tidak jarang Tatik harus mengurusi jenazah saat tengah malam atau pun dini hari. Jam berapa pun dihubungi oleh pihak yayasan untuk memandikan dan merias jenazah, dia akan berangkat ke yayasan yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya.

"Mau jam 1 malam atau jam 3 dini hari saya pasti berangkat. Semacam panggilan jiwa," ungkapnya.

Selama menjalani profesi sebagai perias jenazah, Tatik mengaku tidak pernah mengalami peristiwa mistis seperti yang sering dipertanyakan oleh orang-orang lain.

"Karena saya muslim saya selalu mengawali dengan berdoa sesuai dengan agama saya. Selain itu setiap habis ngurus jenazah kembali ke rumah saya langsung mandi besar dan keramas. Ganti baju langsung di cuci. Enggak pernah ngalami hal yang aneh-aneh," jelas Tatik.

Jenazah yang dirawat dan didandani oleh Tatik tidak semuanya utuh, ada yang luka terutama di bagian punggung, kaki dan tangan.

"Ada yang kanker payudara atau luka di kaki akibat diabetes. Saya sering nangis sendiri bayangkan sakitnya mereka saat masih hidup dengan luka seperti itu."katanya dengan suara pelan.

Tatik juga sering mengajak anak perempuannya, Tri Sumami (35) untuk ikut memandikan jenazah agar jika dia berhalangan, ada yang bisa menggantikan.

"Awalnya ya takut tapi sama ibu dikasih tau harus tabah dan harus kuat. Sekarang sudah terbiasa," kata Tri.

Tidak jarang, ia dan ibunya ikut mengantarkan hingga ke pemakaman, terutama jenasah yang tidak memiliki keluarga.

Untuk sekali memandikan dan merias jenazah, Tatik mengaku mendapatkan bayaran Rp50.000 dari yayasan. Namun ada juga pihak keluarga yang memberikan uang lebih sebagai uang terima kasih karena telah merawat jenazah keluarganya.

"Tapi ini bukan masalah bayarannya tapi panggilan jiwa sebagai sesama manusia," pungkas Tatik.

(Ira Rachmawati)

Artikel Terkait