Intisari-online.com--Sudah lumrah bagi seseorang yang tidak merokok menegur perokok dengan sindiran. Mulai dari sindiran halus hingga sindiran yang memicu pertengkaran. Entah mengapa, hubungan perokok dan nonperokok ini jadi semacam perang dingin antarlawan politik.
Ini cerita dari teman saya, seorang mantan perokok berat yang pernah disindir-sindir agar mematikan rokoknya. Dulu, ia memang suka merokok sembarangan. Tidak peduli kendaraan umum, kantor, dan rumah.
(Studi: Perokok Sulit Mendapat Pekerjaan dan Cenderung Mendapat Gaji Kecil)
Suatu kali, ketika asyik merokok di bis, seseorang di sampingnya mulai mengibas-ngibaskan tangan dan menutup hidung. Aksinya ditambah pula dengan adegan pura-pura batuk-batuk.
Jujur, kata dia, ia amat tersinggung dengan demonstrasi orang tersebut. “Justru saya makin sengaja mengembus-embuskan asap rokok,” ungkapnya. Baginya, sindiran tersebut termasuk kurang sopan. (Walau ia sendiri juga kurang sopan dengan merokok sembarangan).
Suatu kali di waktu yang berbeda saat teman saya ini merokok, seorang pria yang duduk di sebelahnya terlihat tidak nyaman dengan asap rokok. Alih-alih menyindir teman saya, ia menegur dengan sangat sopan. Sambil tersenyum, ia meminta tolong agar teman saya mematikan rokoknya seraya menjelaskan alasannya. Tidak perlu waktu semenit, teman saya langsung mematikan rokoknya.
Terlepas dengan pro-kontra terhadap rokok. Titik persoalan perang dingin perokok dan nonperokok ternyata terletak pada cara komunikasinya. Kalau mau sama-sama dihargai, keduanya mesti santun dong! (Kini Semakin Banyak Wanita yang Menjadi Perokok Aktif)