Jumlah Perokok Wanita di Indonesia Meningkat Hampir Empat Kali Lipat

Lintang Bestari

Editor

Jumlah Perokok Wanita di Indonesia Meningkat Hampir Empat Kali Lipat
Jumlah Perokok Wanita di Indonesia Meningkat Hampir Empat Kali Lipat

Intisari-Online.Com -Berdasarkan hasil riset Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), jumlah perokok wanita di Indonesia meningkat hampir empat kali lipat, yakni dari 1,7% di tahun 1995 menjadi 6,7% di tahun 2013. Peningkatan yang sama juga terjadi pada remaja perempuan berusia 15-19 tahun. Dari yang tadinya 0,9% di tahun 2010, meningkat menjadi 3% di tahun 2013.

Menurut dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, Kasubdit Pengendalian Penyakit Kronis dan Degeneratif Kemenkes, peningkatan tersebut terjadi akibat promosi iklan rokok yang sangat gencar saat ini. Jika dahulu hanya menampilkan tokoh utama pria, iklan rokok saat ini banyak yang menggambarkan merokok sebagai bagian dari gaya hidup remaja laki-laki dan perempuan dan merokok dianggap sesuatu yang ‘keren dan menyenangkan’. Hal tersebut menimbulkan pemikiran ‘kalau laki-laki bisa keren karena merokok, mengapa perempuan tidak?’ bagi sebagian remaja.

“Karena sudah banyak laki-laki yang merokok, maka industri rokok mencari pasar baru, yakni wanita,” ujar dr. Sandra dalam Diskusi Hangat dan Eksklusif bersama Kemenkes (29/9). Peningkatan jumlah perokok wanita dan remaja menjadi perhatian utama Kemenkes saat ini.

Dr. Sandra menambahkan, bukan hanya penyakit stroke, hipertensi dan kanker saja yang muncul akibat merokok. Namun, juga mempengaruhi angka kematian bayi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) mencapai 58% dan 30% di antaranya disebabkan karena rokok – baik dari ibunya sendiri yang mengonsumsi rokok maupun paparan lingkungan di sekitarnya.

Bayi dengan berat badan yang kurang, berkontribusi pada tingkat kematian bayi. Karena berat badan lahirnya rendah, kemampuan dia untuk mengembangkan organ tubuhnya menjadi berkurang. Dengan begitu, risiko bayi terkena penyakit semakin besar dan bisa saja menyebabkan kematian. “Bayi BBLR biasanya susah bertahan hidup karena organ tubuhnya belum matang, terutama paru-paru. Mereka jadi susah bernafas dan bisa meninggal,” tambah dr. Eni Gustina, MPH, Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes RI.