Advertorial

Tak Tahu Kapan Hidup dan Mati, Beginilah Kejamnya Eksekusi Mati Jepang di Tiang Gantungan

Moh. Habib Asyhad
Tatik Ariyani
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Intisari-Online.com - Jepang menjadi salah satu negara yang berpikiran maju di dunia, tetapi tidak menunjukkan hal yang serupa pada hukuman mati yang dijatuhkan pada narapidana.

Nishikaawa (61) telah dihukum karena membunuh empat wanita secara mengerikan lebih dari 25 tahun yang lalu.

Koichi Sumida, pria kedua yang dieksekusi ats pembunuhan.

Namun, para penentang hukuman mati tetap gencar dengan argumen bahwa hukuman mati tidak pernah memberikan keadilan.

Baca Juga:Bukan Soal Mistis, Ini Penjelasan Ilmiah tentang 'Ketindihan' dan Cara Mengatasinya

Baca Juga:Kejamnya Eksekusi Mati para Begal di Era Orde Baru, Dimasukkan ke Dalam Karung Lalu Ditembak

Hiroka Shoji, seorang peneliti di Amnesty Internasional mengatakan bahwa eksekusi menunjukkan bahwa pemerintah Jepang tidak mengindahkan hak untuk hidup. Hukuman mati adalah hukuman yang paling kejam dan tidak manusiawi.

Angka-angka terbaru menunjukkan bahwa 24 orang telah dieksekusi dari tahun 2012-2016.

Pada 31 Desember 2017, ada 123 tahanan yang dijatuhi hukuman mati, dengan jumlah lebih dari 100 sejak 2007, menurut Kementerian Kehakiman.

Yang terbaru untuk hukuman mati adalah Shoko Asahara, pendiri kultus Aum Shinri Kyo, orang yang ada di balik serangan gas sarin 1995 di kereta bawah tanah Jepang.

Baca Juga:10 Foto dari Masa Lalu Ini Mungkin akan Membuat Anda Tak Bisa Tidur, Jangan Dilihat Jika Tak Berani!

Asahara (63) adalah dalang di balik serangan mematikan yang menewaskan 13 orang dan melukai 6.000 orang.

Sekitar 13 anggota kultus berada di penjara kematian Jepng dan enam di antaranya dieksekusi pada saat yang sama.

Eksekusi mereka akan menjadi bahan perdebatan kecil di Jepang karena sifat rahasia dari proses tersebut.

Baca Juga:Beruntung, Pria Ini dapat Bertahan Hidup Meski Disengat Lebih dari 1.000 Lebah

Narapidana ditahan di sel isolasi dan hanya diizinkan untuk berolahraga dua kali seminggu.

Untuk sedikit menghilangkan kebosanan para tahanan, keluarga mereka diperbolehan berkunjung dengan penjagaan.

Sebagian besar tahanan menghabiskan sedikitnya lima tahun untuk menunggu nasib mereka, sedang beberapa tahanan lainnya menghabiskan hingga puluhan tahun dan tidak pernah tahu kapan kematian akan datang.

Dalam laporan yang diterbitkan pada 2008, Amnesty mengatakan sebagai akibatnya, narapidana bisa jadi gila dan terbongkar bahwa hukuman yang dijatuhkan terasa 'kejam, tidak manusiawi dan merendahkan'.

Baca Juga:Banyak yang Tertipu, Aphelion Penyebab Suhu Dingin di Indonesia Ternyata Hoaks, Ini Penyebab Sebenarnya

Ada juga kritikan oleh komite PBB Penentang Penyiksaan, yang menyoroti kerahasiaan sistem eksekusi dan tekanan psikologis yang dijatuhkan pada narapidana dan keluarga mereka.

Hukuman yang didukung luas oleh masyarakat Jepang (tanpa ada pilihan penjara seumur hidup) dan hakim hanya memutuskan pilihan antara penjara dengan pembebasan tertentu atauhukuman mati untuk tahanan dengan kasus pembunuhan dalam jumlah banyak.

Pada tahun 2010, pihak berwenang Jepang mengizinkan wartawan masuk ke Rumah Tahanan Jepang dan foto-foto yang berhasil diambil menunjukkan ruang-ruang biasa yang sangat menyeramkan.

Baca Juga:Banyak yang Tertipu, Aphelion Penyebab Suhu Dingin di Indonesia Ternyata Hoaks, Ini Penyebab Sebenarnya

Sebuah garis merah di lantai yang juga merupakan pintu jebakan di ruang eksekusi yang menandai tempat di mana narapidana berdiri dengan tali di leher mereka.

Ada tiga tombol di dinding dan tiga petugas akan menekan tombol itu secara bersamaan tanpa ada yang tahu mana di antara mereka yang menekan tombol kematian.

Tangan dan kaki tahanan terikat untuk mencegah mereka memukul.

Baca Juga:7 Kesalahan Konyol dalam Film Sejarah yang Mungkin Tidak Pernah Anda Pikirkan Sebelumnya

Ketika tombol kematian ditekan, pintu perangkap di bawah tahanan akan terbuka dan tahanan jatuh ke bawah, tubuhnya tergantung oleh tali sampai tiba waktunya dokter memastikan bahwa tahanan sudah mati.

Setelah narapidana dinyatakan mati, tali dilonggarkan dan mayatnya ditempatkan di dalam peti.

Ada jendela di mana pihak berwenang dapat menyaksikan penggantungan tahanan dan jaksa terkadang diminta untuk menjadi saksi.

Sebelum eksekusi, ada waktu makan terakhir untuk tahanan, tetapi tidak untuk mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga mereka.

Baca Juga:Wow! Dosen Ini Punya 145 Gelar Akademik, dan Masih Ingin Menambahnya

Artikel Terkait