Intisari-Online.com -Alih-alih menatanya, beberapa pemimpin daerah lebih memilih meluluh-lantakkan kampung yang dianggap kumuh dan tidak tertata. Padahal, jika mau sedikit bersabar, mereka bisa belajar mengelola kampung dari tempat-tempat lain. Dari Kampung Atas Air di Balikpapan, Kalimantan Timur, misalnya.
Hingga awal 1990, tulis Kompas.com, Kampung Atas Air Balikpapan ini masih sangat kumuh. Penataan rumahnya acak-adut. Kebersihan lingkungannya kacau. Tak ada jaringan air bersih. Jarang pepohonan. Kebakaran pun kerap terjadi di sini.
(Kampung Prawirotaman, Balada Hotel Kampung)
Kampung ini juga dikenal sebagai kampung yang gersang, sumpek, bau, dan kotor. Sampah pun menggunung di mana-mana.
Hingga sampailah di tahun 1992 ketika terjadi kebakaran hebat di kawasan ini. kebakaranan ini sendiri telah melahap hampir 75 persen wilayah kampung. Dari 600-an rumah yang ada waktu itu hanya tersisa 140-an rumah. Sejak itulah kesadaran tentang penataan kampung mulai terpupuk secara perlahan.
Dari pemaparan M Aziz, pemuka kampung, tak ada warganya yang percaya bahwa kawasan yang dulunya kumuh itu kini bisa sangat bersih, dan bahkan menjadi kawasan percontohan.
“Kalau saya ditanya memilih kondisi yang bagaimana, ya pilih sekarang. Apalagi setelah punya anak, saya melihat kondisi lingkungan lebih penting. Anak-anak sekarang berada di kampung yang cukup nyaman, bersih, dan menyenangkan,” ujar Mila, salah seorang warga setempat.
Perlahan penataan diterima warga. Kebiasaan warga berubah. Mereka yang dulu membuang sampah ke bawah rumah, kini tidak lagi. Seiring itu, halaman kampung yang seluas 11 hektar juga mulai ditanami bakau. Bakau primer yang dulu dibabat, mesti ditumbuhkan.
Ketua Tim Pengelola Permukiman/Kampung Atas Air Arbain mengatakan, sejak penanaman bakau pertama tahun 2000, sudah ditanam 40 ribu pohon bakau. Masih jauh dari target 100 ribu pohon. Masih jauh pula dari keinginan agar kampung ini punya "halaman" penuh bakau.
Kesadaran warga sudah ada. Setiap pekan, terkumpul 15-30 kg sampah, mayoritas plastik berupa botol kemasan, pembungkus makanan, dan tas keresek, yang terhampar dan tersangkut bakau. Sejumlah orang pencari cacing laut, juga ikut membantu menungut sampah plastik.
Geliat Kampung Atas Air-juga sekitarnya-terbantu oleh program tanggung jawab sosial (SCR) sebuah perusahaan yang tak jauh dari kampung tersebut. Mereka membantu membangun sejumlah fasilitas, seperti lokasi berjualan, tempat (aula) pertemuan, dan taman bacaan (perpustakaan).
(Kampung Batik Jetis Sidoarjo, Berdiri Sejak 1675)
Satu demi satu, penghargaan pun diraih kampung di Kelurahan Margasari itu. Dua prestasi selama 5 tahun terakhir, yakni Juara III Inovasi Manajemen Perkotaan (IMP) Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2013, dan Juara I IMP Kementerian Dalam Negeri tahun 2011.
Sebelumnya, penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri, yakni Juara I Penataan Ruang Subbidang Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan (2008). Kampung ini juga pernah menyabet peringkat II Penataan Ruang Subbidang Penataan Ruang Subbidang Penataan Ruang Terbuka Hijau (2010).
Begitulah yang terjadi dengan Kampung Atas Air Balikpapan ini. Mari belajar dari sana!