Advertorial

Tuk! Aman Abdurrahman Dijatuhi Vonis Hukuman Mati, Ini 10 Fakta Proses Persidangannya yang Wajib Anda Tahu

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com -Terdakwa kasus terorisme Aman Abdurrahman divonis hukuman mati. Sidang pembacaan putusan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim, Akhmad Jaini, saat membacakan surat putusan.

Aman terbukti melakukan tindak pidana terorisme.

Majelis hakim menilai Aman terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Baca juga:Oleskan Ramu Bubuk Cabai Rawit dan Jahe pada Lutut Selama 20 Menit, Segera Rasakan Manfaatnya!

Aman juga dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 undang-undang yang sama sebagaimana dakwaan kedua primer.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim sama dengam tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Jaksa sebelumnya menuntut Aman dengan pidana mati. Jaksa menilai Aman terbukti menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme karena ajaran dan ceramah-ceramah yang dia lakukan.

Baca juga:5 Eksekusi Mati Paling Kejam dalam Sejarah: Siksaan Berlangsung Lama dan Sangat Menyakitkan

10 Fakta Perjalanan Sidang Aman Abdurrahman

Berikut ringkasan sejumlah fakta persidangan saat mengadili Aman yang dirangkum Kompas.com.

1. Aman didakwa gerakkan teror

Aman Abdurrahman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme. Caranya yakni dengan sering memberikan ceramah atau ajaran tentang tauhid dan syirik demokrasi.

Jaksa menyebut salah satu aksi teror yang digerakkan Aman yakni peledakan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada 14 Januari 2016. Serangan itu disebut telah terinspirasi oleh serangan terorisme di Paris, Perancis, pada 2015.

"Terdakwa merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anita Dewayani saat membacakan isi dakwaan pada 15 Februari lalu.

Atas dakwaan tersebut, Aman tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

Baca juga:Kapal Tenggelam di Danau Toba, Begini Cara Mudah Mengambang di Atas Air Seperti Daun

2. Kesaksian korban bom Thamrin hingga Samarinda

Jaksa penuntut umum menghadirkan banyak saksi untuk membuktikan dakwaan mereka terhadap Aman Abdurrahman. Beberapa di antaranya yakni korban teror yang disebut telah digerakkan oleh Aman.

Korban teror bom Thamrin, yakni Ipda Denny Mahieu, John Hansen (31), Ipda Suhadi, dan Ipda Dodi Maryadi menceritakan peristiwa dua tahun silam dan penderitaan yang mereka alami pasca-teror.

Dalam kesaksiannya, Denny mengaku telinga kanannya sudah tidak bisa lagi mendengar. Paha dan tangan kanannya juga terluka parah.

"Dalam kejadian bom ini, Yang Mulia, satu saja, saya tidak bisa sujud lagi ke bumi," kata Denny saat bersaksi pada 23 Februari.

Sementara itu, John Hansen mengalami infeksi telinga. Dia menyebut telinga kirinya masih sering gatal jika terkena angin.

Selain korban bom Thamrin, jaksa juga menghadirkan korban teror bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, dan orangtua dari anak-anak korban pelemparan bom ke Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, sebagai saksi.

Mereka juga menceritakan penderitaan yang dialami pasca-teror bom yang disebut telah digerakkan oleh Aman.

Para korban teror bom itu juga mengajukan kompensasi biaya pengobatan mereka kepada negara.

3. Pengikut Aman dan terpidana kasus terorisme jadi saksi

Selain korban berbagai aksi teror, jaksa juga menghadirkan pengikut Aman Abdurrahman dan beberapa terpidana kasus terorisme sebagai saksi.

Beberapa saksi yang dihadirkan antara lain Zainal Anshori (pimpinan kelompok Jamaah Ansharut Daulah/JAD), Saiful Munthohir (pengikut Aman), Kiki Muhammad Iqbal (murid Aman yang memberikan ceramah pada pelaku bom Kampung Melayu), Syawaluddin Pakpahan (penyerang Mapolda Sumatera Utara), dan Joko Sugito (terpidana kasus bom Samarinda).

Mereka rata-rata ditanya soal ajaran Aman. Beberapa di antara mereka mengaku pernah mendengar ceramah Aman secara langsung maupun melalui rekaman MP3. Ada juga yang membaca ajaran Aman melalui aplikasi Telegram dan laman Millah Ibrahim.

Syawaluddin Pakpahan misalnya. Dia mengaku pernah membaca tulisan Aman lewat Telegram soal jihad dan thogut setelah dia kembali dari Suriah untuk berjihad.

Menurut dia, tulisan Aman sama dengan pemahamannya.

"Jihad seperti apa yang di-share (dalam Telegram)?" tanya jaksa Anita Dewayani dalam persidangan pada 27 Maret 2018.

"Sama dengan yang saya yakini, berperang," jawab Syawaluddin.

4. Aman disebut pimpinan ISIS di Indonesia

Aman Abdurrahman disebut sebagai pimpinan tertinggi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia.

Alasannya, ajaran Aman selalu menjadi rujukan kelompok-kelompok yang memiliki pemahaman yang sama dengannya.

"Dia (Aman) dikenal di kalangan kami aktivis, dia ulama paling tinggi dari ISIS di Indonesia. Pusatnya di Irak dan Suriah," kata mantan terpidana kasus terorisme Kurnia Widodo saat bersaksi pada 3 April lalu.

Aman langsung membantah kesaksian Kurnia Widodo.

Aman mengakui, banyak yang menjadikan materi ceramahnya sebagai rujukan. Namun, Aman mengatakan, itu bukan berarti dirinya pimpinan ISIS di Indonesia.

"Saya ketua ISIS, pimpinan ISIS, dari mana? Saya bukan ketua ISIS, bukan pimpinan ISIS," kata Aman.

Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia Solahudin menyebut Aman sebagai sumber rujukan berbagai kelompok teror yang berafiliasi ke ISIS.

Sebab, Aman dikenal sebagai orang yang memiliki komitmen ideologi yang sangat tinggi di kalangan kelompok ekstremis. Kelompok itu juga menganggap Aman memiliki pengetahuan agama yang mumpuni.

"Sebagai ideolog, maka dia menjadi sumber rujukan dari berbagai tindakan perbuatan kelompok-kelompok teror, terutama yang berafiliasi dengan ISIS," ujar Solahudin saat memberikan keterangan dalam persidangan pada 17 April 2018.

5. Aman dituntut hukuman mati

Aman Abdurrahman dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum. Jaksa menilai, Aman telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme.

Perbuatan Aman telah melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.

Aman juga dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 undang-undang yang sama sebagaimana dakwaan kedua primer.

"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman dengan pidana mati," ujar jaksa Anita Dewayani membacakan tuntutan pada 18 Mei.

Ada enam hal yang memberatkan tuntutan Aman, yakni:

a. Aman merupakan residivis dalam kasus terorisme yang membahayakan kehidupan kemanusiaan.

b. Aman adalah penggagas JAD.

c. Aman menggerakkan pengikutnya untuk melakukan jihad, amaliyah teror, melalui dalil-dalilnya sehingga menimbulkan banyak korban aparat.

d. Perbuatan Aman telah mengakibatkan banyak korban meninggal dan korban luka berat.

e. Perbuatan Aman telah menghilangkan masa depan anak-anak korban bom Samarinda.

f. Pemahaman Aman tentang syirik demokrasi menentang sistem demokrasi.

Sementara itu, tidak ada hal-hal yang meringankan tuntutan hukuman terhadap Aman.

6. Aman bantah terlibat teror

Aman Abdurrahman membantah dirinya terlibat dalam lima kasus teror yang disebutkan jaksa dalam tuntutan mereka.

Lima teror itu yakni bom Thamrin, teror bom di Gereja HKBP Oikumene Samarinda, bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, penyerangan Markas Polda Sumatera Utara, dan penembakan polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat.

Aman mengaku baru mengetahui empat teror, selain bom Thamrin, saat diadili dalam persidangan.

Saat keempat aksi teror itu terjadi, Aman mengaku tengah diisolasi di Lapas Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dan tidak bisa bertemu siapa pun.

Khusus kasus bom Thamrin, Aman mengaku membaca berita teror tersebut dari salah satu media online di Indonesia. Dia kembali membantah terlibat dalam kasus itu.

"Kalau saya dikaitkan dengan tindakan Juhanda (pelaku teror bom Samarinda), maka itu sikap zalim dan pemaksaan kasus sebagaimana pada empat kasus yang lainnya," ujar Aman saat membacakan pleidoi dalam persidangan pada 25 Mei lalu.

7. Aman instruksikan muridnya hijrah ke Suriah

Saat menyampaikan pleidoi, Aman mengaku bahwa dia hanya menyuruh orang lain dan murid-muridnya hijrah ke Suriah. Dia tidak pernah menyuruh orang melakukan teror.

Aman menyebut sudah banyak muridnya yang berangkat ke Suriah atas anjurannya.

"Saya menganjurkan kepada murid-murid saya untuk hijrah ke Syam (Suriah). Sekitar lebih dari 1.000 murid saya sudah berada di sana," ujar Aman.

Kuasa hukum Aman, Asludin Hatjani, menyampaikan hal serupa.

Menurut Asludin, kliennya tidak pernah berniat melakukan tindak pidana terorisme dan menggerakkan orang lain melakukan teror.

Asludin mengatakan, Aman hanya memberikan tausiyah soal tauhid dan kepercayaannya pada sistem khilafah.

"Terdakwa menganjurkan dan menyuruh orang-orang yang sepaham untuk berangkat ke Suriah membantu perjuangan khilafah di sana atau paling tidak mendoakan apabila tidak mampu ke sana, bukan merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan amaliah di Indonesia," kata Asludin.

Karena itu, tim kuasa hukum Aman meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari dakwaan dan tuntutan hukuman mati yang diajukan jaksa.

8. Aman persilakan hakim vonis mati dirinya

Aman Abdurrahman tercatat dua kali mempersilakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati terhadap dirinya. Aman pertama kali menyampaikan hal itu saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi.

Saat itu, dia mengaku tidak akan gentar dengan hukuman apa pun yang akan dijatuhkan kepadanya.

"Silakan kalian bulatkan tekad untuk memvonis saya. Mau vonis seumur hidup silakan atau mau eksekusi mati silakan juga," kata Aman.

Aman kembali mempersilakan majelis hakim memvonis dirinya dengan hukuman mati saat menyampaikan duplik secara lisan dalam persidangan pada 30 Mei.

Dia menerima hukuman mati itu asalkan terkait dengan prinsip dirinya mengafirkan Pemerintah Indonesia dan aparaturnya.

"Saya ingin menyampaikan bahwa yang ingin dipidanakan kepada saya kaitan dengan prinsip saya mengafirkan pemerintahan ini dan ajakan untuk mendukung khilafah, silakan pidanakan, berapa pun hukumannya, mau hukuman mati silakan," kata Aman.

Namun, Aman tidak ingin dihukum dengan alasan terkait berbagai aksi terorisme di Indonesia.

Dia menyatakan hanya mengajarkan ilmu tauhid yang diyakininya, mengajarkan murid-muridnya lepas diri dari sistem demokrasi, dan mendukung sistem khilafah.

"Tapi, kalau dikaitkan dengan kasus-kasus (terorisme) semacam itu, dalam persidangan, satu pun saksi tidak ada yang menyatakan keterlibatan saya," katanya.

9. Aman: Orang yang namakan bom Surabaya sebagai jihad sakit jiwanya

Aman menyinggung serangkaian kasus teror bom di Surabaya pada Mei lalu saat membacakan pleidoi. Aman menyebut hanya orang-orang sakit jiwa yang menamakan serangkaian teror tersebut sebagai jihad.

"Dua kejadian (teror bom) di Surabaya itu saya katakan, orang-orang yang melakukan, atau merestuinya, atau mengajarkan, atau menamakannya jihad, adalah orang-orang yang sakit jiwanya dan frustrasi dengan kehidupan," ujar Aman.

Dua teror bom yang dimaksud Aman yakni sejumlah aksi bom bunuh diri di gereja dan di Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur.

Aman menyampaikan, aksi bom bunuh diri yang dilakukan ibu dan anaknya di sebuah gereja di Surabaya terjadi karena pelakunya tidak memahami tuntunan jihad. Ia juga menyebut aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya sebagai tindakan keji yang mengatasnamakan jihad.

Menurut Aman, Islam tidak terkait dengan tindakan-tindakan atau aksi teror seperti yang terjadi di Surabaya.

10. Aman divonis hari ini

Setelah persidangan berjalan selama empat bulan, majelis hakim akan membacakan putusan atau vonis mereka terhadap Aman hari ini.

Asludin Hatjani menyatakan kliennya siap menghadapi vonis tersebut. Aman dalam kondisi sehat.

"(Kondisinya) sehat. Saya kira dia (Aman) siap menghadapi vonis, apa pun putusan itu," ujar Asludin, Kamis kemarin. .

Polisi akan melakukan pengamanan ketat dalam sidang vonis besok. Sebanyak 378 personel akan diturunkan untuk mengamankan jalannya sidang tersebut.

Ratusan personel itu di antaranya polisi bersenjata lengkap, penembak jitu atau sniper, hingga unit K-9.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Aman Abdurrahman Divonis Hukuman Mati".

Baca juga:Membohongi Dunia, 8 Propaganda Korea Utara Ini Diketahui Hasil Photoshop

Artikel Terkait