Advertorial
Intisari-Online.com – Ketika awal saya menulis, seorang teman mencemooh, "Wah, segitu pede-nya, memangnya kamu siapa, seorang pembantu gitu lo!"
Pembaca, percaya diri adalah sesuatu yang abstrak, tapi sangat terasa dampaknya bagi kehidupan kita. Percaya diri adalah milik setiap orang, dan dari latar belakang mana pun.
Pada kenyataannya, percaya diri hanya milik orang-orang tertentu saja, yang sudah pasti memiliki kelebihan dibandingkan dengan yang lain. Lebih unggul, lebih kaya, lebih pintar, dan lebih-lebih yang lain.
Percaya diri juga terbentuk dari lingkungan tempat kita berada. Akan lebih mudah membentuk rasa percaya diri jika kita berada di lingkungan yang sangat kondusif untuk itu. Yaitu, keluarga yang harmonis dan sejahtera.
Sebaliknya, akan sangat sulit jika berada di lingkungan keluarga yang berantakan, miskin lagi. Anak-anak yang putus sekolah karena orangtuanya tidak mampu biasanya sangat tidak percaya diri.
Baca juga: Dari Membuat Percaya Diri hingga Membantu Perkembangan Otak, Inilah 5 Manfaat Senam Ritmik
Anak-anak yang sering nunggak uang sekolah dan sering diusir dari kelas biasanya juga sangat tidak percaya diri. Seorang ibu yang memiliki balita kurang gizi karena lilitan ekonomi, juga tidak percaya diri, dan masih banyak lagi contohnya.
Berusaha terbuka
Hanya orang-orang yang mampu open mind akan keadaan dirinya terhadap dunia di luar dirinyalah yang memiliki rasa percaya diri. Sesulit apa pun keadaannya.
Sebagai manusia yang memiliki hak yang sama di hadapan Tuhan dan sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan, tidak ada alasan untuk tidak percaya diri.
Anehnya, krisis percaya diri ini tidak saja menjangkiti kaum yang mengaku dirinya penuh kekurangan, tapi juga mereka yang sebenarnya penuh kelebihan.
Lo, kok bisa? Tidak sedikit pesan singkat maupun surat elektronik yang saya terima menanyakan bagaimana memupuk rasa percaya diri.
Baca juga: 7 Model Ini Buktikan Bahwa Setiap Wanita Itu Cantik Asal Ia Percaya Diri dan Menjadi Diri Sendiri
Mereka adalah dosen, guru, mahasiswa, karyawan, dan bahkan kaum eksekutif. Mereka memaparkan berbagai alasan atas ketidak-pede-annya itu.
Saya rasa masalahnya hanya satu, yaitu tidak open mind-nya mereka terhadap penyebab dari rasa kurang pede-nya itu.
Misalnya seorang guru yang gagap teknologi dan tidak nyambung berdiskusi dengan rekan lainnya.
Seandainya saja ia mau "terbuka" atas kekurangannya, yaitu dengan meminta rekannya untuk mengajarinya teknologi dan belajar banyak hal, saya rasa hal ini akan membuat ia berkembang untuk kemudian tumbuh rasa percaya diri.
Daripada ia terus memupuk rasa malu yang mengakibatkan jiwanya makin berkarat oleh ketidak-pede-an.
Berterus terang
Contoh lain, seorang eksekutif yang gagap bicara. Andaikan saja ia mau "terbuka" akan kekurangannya bahwa ia gagap.
Why not? Yang dilihat adalah kemampuan dan ide-idenya, bukan cara bicaranya.
Menurut pengalaman saya yang juga penderita gagap bicara, gagap saya hilang justru karena keterusterangan itu. Keterusterangan membuat kita tanpa beban dan percaya diri.
Dengan demikian saya rasa tidak ada alasan untuk tidak percaya diri. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Hanya mereka yang sadar dengan kelebihannyalah yang akan memiliki rasa percaya diri.
Mereka yang open mind terhadap kekurangannya juga akan memiliki rasa percaya diri.
O ya, satu lagi, percaya diri juga dimiliki oleh mereka yang menyulap kekurangannya menjadi sebuah keunikan yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Dengan begitu kekurangan tadi justru akan menjadikannya suatu kelebihan.
(Ditulis oleh: Eni Kusuma, Mantan TKW, Motivator. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 2008)
Baca juga: Kisah Inspiratif Christian Buchanan, Hidup Penuh Percaya Diri Meski Tidak Punya Mata