Advertorial
Intisari-Online.com – Mudik pulang kampung di musim Lebaran naik mobil, bus, motor, apalagi pesawat, sudah menjadi hal yang biasa.
Tapi, bagaimana jika dilakukan dengan mengoes sepeda?
Pertanyaan ini dijawab oleh Wibowo Bowo. Pria berusia 63 tahun ini nekat untuk menggoes sepeda Jakarta- Solo, Jawa Tengah, dengan jarak tempuh ratusan kilometer, untuk bersilaturahim bersama sanak familinya.
Bowo, sapaan akrabnya, mulai mengayuh sepedanya sejak pukul 12.15 WIB dari kediamannya di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Kompas.comberjumpa dengan Bowo, saat dia dengan sepedanya tengah melaju ke arah Kalimalang.
Mengenakan kaos, celana jeans pendek, sepatu, helm, kaca mata hitam, dan perbekalan dalam tas yang ditempatkan di bangku belakang sepeda, pria paruh baya itu siap menempuh perjalanan jauhnya.
Tak ketinggalan bendera merah putih dan tulisan JKT-SLO, ditempel layaknya pelat nomor di bagian belakang sepedanya.
"Enggak bawa tas besar, yang penting aku sih baju saja, berat kalau besar-besar. Lalu, peralatan kebutuhan diperjalanan juga siap," kata Bowo,di Jalan Raya Kalimalang, Jakarta Timur, Sabtu (9/6/2018).
Bowo mengakui, perjalanannya akan lebih singkat jika dengan menggunakan angkutan Lebaran. Dengan sepeda, di menyebut harus menempuh perjalanan sejauh 700 kilometer.
"Kalau naik mobil lebih pendek, tapi ini akugoesanpaling sekitar 700 kilometer lebih, lah, Mas, sampe Kartasura," kata dia.
Ternyata, mengayuh sepeda Jakarta-Solo, bukan pertama kalinya ia lakukan. Bowo menyebut, ini yang ketiga kalinya ia pulang kampung menggunakan sepeda.
Motif dia melakukan hal nekat ini bukan karena tidak punya dana untuk naik pesawat, bus, atau kereta, tapi karena suka berpetualang dengan gaya yang anti-mainstream.
Baca juga:Inilah 4 Aplikasi yang Wajib Kamu Miliki Ketika Mudik Idul Fitri 2018
"Aku emang sukaadventure,Mas, ketemu orang di jalan ngobrol, aku suka. Apa lagi pensiunan gini.Singpenting (yang penting)senenglah," kata dia.
Saat masih bekerja sebagai pegawai, ia kerap meluangkan waktu liburnya untuk ke luar kota dan keluar negeri. Bahkan, dia mengaku pernah mendaki gunung di Rusia.
"Kalau dulu pas nyambutgawe(kerja), enggak punya banyak waktu, habis pensiun saja baru bebas. Aku emang nekat, ke Rusiaajakemarin itubener-benermodal pas-pasan, cari penginapan yang alakadarnya.”
“Kalau gunung di Indonesia, Alhamdulliah sudah 80 persen saya kunjungi," ceritanya, sambil menunjukan foto-foto dari ponselnya.
Target 6 hari Sebelum melakukan perjalan, Bowo sudah merancang beberapa strategi agar tiba ditujuan.
Mengingat usianya yang tak lagi muda, ia memolorkan target sampai ke kampung halaman satu hari lebih lambat.
"Tahun-tahun sebelumnya lima hari, kali ini sayamolorinjadi enam (hari). Maklum, faktor tenaga. Jadi, kalau malam malah saya gas, pagi sama siang istirahat, lalu sore-sorean jalan lagi," ujar dia, sembari tersenyum.
Dia mengatakan, istri dan anaknya akan menyusul menjelang H-1 Lebaran. Saat ditanya apakah istri dan anaknya tahu, ia mengatakan sudah biasa.
"Istriku sama anak nyusul H-1 bawa mobil. Jadi, nanti pas pulang baru kita bareng. Sepeda sayapretelinmasuk mobil.Singpenting aku info ke mereka sudah sampai mana dan lagi apa," kata dia.
Menurut dia, alasan tak lagi mengayuh sepeda saat pulang lebih karena sudah habis tenaganya. Selain itu, euforia pulang kampung juga sudah hilang.
"Semangat saat mudik itu ada, beda dengan saat pulang. Saya tuh kalau istirahat di emperan atau masjid, banyak kenalan, ngobrol. Nanti saat masuk Pantura, kadang ketemu yangsepedaanjuga, lalu bareng deh," kata dia.
Baca juga:(Foto) Inilah 10 Foto yang Berhasil Diambil Tepat Sebelum Tragedi Mematikan Terjadi
Suka duka
Momen mudik yang padat kendaraan baginya justru situasi yang baik, karena laju kendaraan cenderung tak secepat saat hari biasanya.
Dengan begitu, ia bisa lebih tenang mengayuh sepeda di jalan raya, apalagi saat melintas wilayah rawan yakni Pantura.
“Justru saat mudik ini malah enak,Mas, bus-bus di Pantura enggakkencengkaya biasanya. Tapi, jujur, aku lebih takut sama motor, banyak yang sembrono," ucap dia.
Suka duka perjalanan yang jauh ini menurut dia cukup banyak. Mulai diberhentikan sama polisi dan masyarakat hanya untuk sekadarselfi, sampai yang dirasa kurang mengenakkan itu kerap dianggap seperti orang yang butuh bantuan.
"Gini loh,Mas, kadang lagi istirahat di jalan mau rokok-an gitu, tahu-tahu ada orang samperin kasih uang dan lain-lain. Walah, akuyo isin(malu) saya tolak, kadang lagi makan di warteg pas mau bayar, eh kata kasirnya sudah ada yangbayarinenggak tahu siapa," ungkap dia.
Namun, dia menganggap semua itu rezeki dan bagian dari hobinya melakukan petualangan.
Ia berharap, masih kuat untuk mengayuh sepedanya sampai tujuan sesuai target perjalanan, sehingga bisa berkumpul dan Shalat Id bersama keluarga di kampung halaman.
Bagi pemudik yang bertemu denganya di jalan dan ingin mengobrol atau foro, silakan menegur dan menyapanya, ia dengan senang hati akan meluang waktunya sejenak. (Stanly Ravel)
(Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Perjalanan Pria 63 Tahun Ini Mudik Jakarta-Solo dengan Sepeda...")
Baca juga:Inilah 5 Kehebatan Hape Jadul yang Tak Bisa Ditiru Smartphone Zaman Sekarang