Jangan Pernah Merasa Tua untuk Belajar

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Jangan pernah merasa tua untuk belajar
Jangan pernah merasa tua untuk belajar

Intisari-Online.com – Hari pertama sekolah profesor kami memperkenalkan diri dan menantang kami untukmengenal seseorang yang belum kita kenal. Saya berdiri untuk melihat-lihat ketika sebuah tangan lembut menyentuh bahuku.

Saya berbalik dan menemukan seorang wanita keriput dengan sedikit berseri-seri tersenyum ke arah saya. Senyumnya benar-benar menerangi seluruh keberadaannya. Katanya, “Hai, tampan, nama saya Rose. Saya berusia delapan puluh tujuh tahun. Dapatkah saya memberikan Anda sebuah pelukan?”

Saya tertawa dan antusias menjawab, “Tentu saja, mengapa tidak!” Dan wanita tua itu memberikan sebuah pelukan hangatnya pada saya.

“Mengapa Anda berada di kampus seperti anak mudayang masih polos?” tanya saya.

Dengan bercanda wanita itu menjawab, “Saya di sini untuk mencari suami kaya, lalu menikah, memiliki beberapa anak, dan kemudian pensiun, lalu bepergian.

“Tidak serius, ‘kan?” tanya saya. Saya penasaran apa yang mungkin telah memotivasi dirinya untuk mengambil tantangan ini pada usianya yang telah sepuh.

“Saya selalu bermimpi memiliki pendidikan tinggi dan sekarang saya mendapatkan kesempatan!” katanya. Lalu kami berjalan bersama ke kelas di gedung mahasiswa dan berbagi cokelat milkshake. Kami pun akrab menjadi teman.

Setiap hari selama tiga bulan ke depan kami akan meninggalkan kelas bersama dan kami berbicara tanpa henti. Saya selalu terpesona mendengarkan “mesin waktu” ini yang selalu membagikan kebijaksanaan dan pengalamannya. Tahun lalu, Rose menjadi ikon kampus dan ia dengan mudah mendapatkan teman ke mana pun ia pergi. Ia senang berdandan dan menikmati perhatian yang diberikan kepadanya dari siswa lain.

Di akhir semester kami mengundang Rose untuk berbicara di pesta sepakbola kami. Saya tidak akan pernah melupakan apa yang kami pelajari. Ia diperkenalkan dan melangkah ke podium. Saat ia mulai menyampaikan pidato yang dipersiapkan, ia menjatuhkan tiga dari lima kartu di lantai. Frustasi dan sedikit malu ia bersandar ke mikrofon dan hanya berkata, “Maaf, saya sangat gelisah. Saya rasa bir dan wiski ini membunuh saya. Saya tidak akan pernah bisa mengambil kertas contekan pidato saya lagi, tetapi saya akan memberitahu Anda apa yang saya tahu.”

Artikel Terkait