Intisari-Online.com – Seorang sprinter wanita memenangkan beberapa hadiah dalam kompetisi lari. Ia sangat bangga dengan pencapaiannya dalam olahraga dan percaya bahwa ia adalah pelari tercepat di negaranya.
Sekali waktu, ketika ia sedang berjalan-jalan, seorang pencuri menyambar kalung emasnya dan kabur dengan lari yang sangat cepat. Wanita itu mengejarnya dan setelah berlari dengan berbagai usaha, ia hampir berhasil mendekati pencuri itu. Tiba-tiba dengan penuh semangat sprinter itu berlari mengejar pencuri. Ia berlari dengan sekuat tenaga dan dengan mudah menyalip pencuri itu tapi ia terus berlari seakan sedang mengikuti lomba lari dengan titik akhirnya yang masih jauh.
Tetapi kemudian wanita itu menyadari situasi yang sebenarnya dan berhenti. Dengan shock ia berbalik. Tapi, tentu saja, ia tidak bisa melacak pencuri yang sudah lolos dengan mudahnya membawa kalung emasnya melalui rute yang berbeda.
Kisah tadi menggambarkan bahayanya “mabuk” oleh perasaan yang tidak perlu dari persaingan dan iri hati. Orang sering menjadi “gila” saat melihat orang lain berada dalam posisi yang lebih baik atau dengan kemampuan yang lebih baik. Lalu kita pun berusaha memikirkan untuk mengungguli orang lain, yang akhirnya malahan menyebabkan kerugian dan bencana.
Demikianlah kita harus mengakui keterbatasan kita dan menghormati prestasi orang lain. Itu adalah cara yang mudah untuk menjadi sehat, bahagia, dan mulia.