Intisari-Online.com - Selasa (22/11/2016) sekitar pukul 06.00 waktu setempat, terjadi gempa bumi berkekuatan 7,4 skala Richter di timur laut Jepang dekat Prefektur Fukushima. Kedalaman gempa diperkirakan sejauh 30 km.
Sempat muncul peringatan tsunam setelah datangnya ombak setinggi 3 meter sebelum pukul 10:00 waktu setempat. Peringatan itu kemudian dicabut.
Gempa berkekuatan 7,4 skala Richter ini menambah panjang daftar gempa berkekuatan di atas 6,0 skala Richter yang menimpa Jepang. Setidaknya, setelah tahun 2000, ada 25 gempa berkekuatan di atas 6 skala Richter mengguncang Jepang.
Faktanya, sekitar 20 persen gempa dunia tercatat ada di Jepang.
Pada April 2016, setidaknya 50 orang tewas dalam dua gempa di selatan Jepang di Prefektur Kumamoto. Sementara lebih dari 18.000 tewas atau dilaporkan hilang setelah bencana di Fukushima pada 2011.
Apa yang membuat negara kecil Jepang dilanda begitu banyak gempa?
(Baca juga:Gempa Jepang Bikin Waktu Berkurang)
Jepang terletak di lintasan sabuk cincin api Pasifik. Inilah salah satu sabuk gempa paling aktif di dunia.
Setidaknya ada empat lempeng besar yang ada di sekitar Jepang, yakni lempeng Eurasian, Pasifik, Amerika, dan Filipina. Ketiganya saling bertubrukan dan menciptakan gempa.
Lempeng Pasifik yang terus mengarah ke Barat menabrak lempeng Jepang dan terdorong masuk ke dalam Bumi. Berdasarkan perhitungan pakar geologi, lempeng Pasifik bergerak 8,9 sentimeter per tahunnya.
Gerakan lempeng Pasifik setiap tahun itu tidak serta merta membuat gempa akibat si lempeng Pasifik terhenti oleh lempeng Jepang. Namun, hal ini sejatinya lebih terlihat seperti membangun kekuatan sebuah gempa besar.
Nah, saat lempeng Pasifik benar-benar 'mendorong' kuat dan lempeng Jepang tak mampu menahannya lagi, maka terjadilah gempa besar.
(Baca juga: Nenek 100 Tahun Ini Selamat dari Gempa Bumi Meski Sempat Terjebak di Reruntuhan)