Negative Thinking Berjamaah yang Menistakan si Baik Hati

Hery Prasetyo

Editor

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Intisari-Online.com - Dalam arus berita yang melimpah, kita cenderung kurang teliti memilah dan mencerna setiap informasi. Terkadang kita langsung cepat memgambil kesimpulan hanya dari yang tampak.

Cerita berikut ini memberi gambaran betapa mudahnya menilai seseorang

Dalam suatu kereta ekonomi non-AC, tampak seorang eksekutif muda dengan jas elegan ikut berdesak-desakan dengan penumpang lain.

Sesaat kemudian, ia membuka ponsel pintarnya yang lebih wah dari ponsel pintar penumpang lainnya.

Beberapa penumpang di sekitar menoleh atau melirik pada pria itu.

Seorang nenek-nenek membatin, "Orang muda sekarang, kaya sedikit langsung pamer. Naik Ekonomi, pamer-pameran."

Seorang Ibu-ibu membatin, "Mudah-mudahan suami saya gak senorak dia. Norak di kelas ekonomi bukan hal terpuji."

Seorang gadis ABG membatin, "Keren sih keren, tapi enggak banget deh sama gayanya. Kenapa tidak naik kereta eksekutif kalau mau pamer begituan?"

Seorang pengusaha membatin, "Sepertinya dia baru kenal 'kaya'. Atau dapat warisan. Andai dia merasakan jerih pahit kehidupan; barang tentu tidak akan pamer barang itu di kelas ekonomi. Kenapa tidak naik kelas eksekutif, sih?"

Seorang pemuka agama melirik, "Andai dia belajar ilmu agama, tentu tidak sesombong itu, pamer!"

Seorang pelajar SMA membatin, "Gue tau lo kaya. Tapi plis deh, lo ga perlu pamer gitu kale' ke gua. Gua tuh ga butuh style elo. Kalo lo emang pengen diakuin, lo bisa out dari sini, terus naik kereta eksekutif. ill feel gue."

Seorang tunawisma membatin, "Orang ini terlalu sombong, ingin pamer di depan rakyat kecil."

Pria berjas tadi memang sedang ada chat penting dengan para donatur. Chat tentang dana untuk membantu para korban kebanjiran.

Selesai mengurus soal dana korban banjir, pria eksekutif tadi lalu menyimpan kembali ponselnya di tas. Ia membatin, "Syukur yah Tuhan akhirnya para donatur bersedia membantu. Ini kabar baik sekali."

Lalu, ia sempatkan melihat kantong bajunya. Ada secarik tiket kereta ekonomi.

Ia membatin "Tadi sempat tukar karcis dengan seorang nenek tua yang mau naik kereta sesak ini. Tidak tega saya. Biarlah dia yang naik kereta eksekutif itu."

Begitulah berbahayanya penghakiman. Sebuah kebaikan, tindakan kasih, bisa berubah total menjadi kejahatan hanya karna persepsi kita.