Intisari-Online.com - Dokter Rajiv Parti adalah ahli anestesi. Dia sering menertawakan para pasien yang berbicara nonsens selepas dibius dan menjalani oeparasi. Namun, dokter yang mengakui sempat hidup materialistis ini melihat neraka, ketika megalami sendiri sebagai pasien yang dibus dan dioperasi dalam kodisi kritis.
Selama kariernya sebagai dokter di Amerika Serikat, dia sudah terlibat dalam banyak sekali oeparsi. Selama itu pula, dokter asal India ini sering mendengar cerita pasien seusai operasi.
Menurut Rajiv, para pasien itu sering cerita, selama operasi mereka bisa melihat para dokter dan perawat bekerja pada tubuhnya. Mereka juga sering cerita bertemu teman atau famili yang sudah meninggals aat dalam pengaruh obat bius dan sedang dioperasi.
"Saya melihat kalian di ruang operasi. Saya keluar dari tubu saya, melayang. Saya melihat kamu berdiri di ujung meja operasi dan melihat dokter menjahit perut saya," itu salah satu kisah pasien yang dituturkan Rajiv.
Rajiv tentu tak percaya dan menganggapnya sebagai nonsens. Sebab, secara medis dan ilmiah, mereka tak bisa apa-apa lagi karena detak jantunnya berhenti, kepalanya dibungkus es dan otaknya tak berfungsi.
Rajiv mengaku orang yang materialistis. Kariernya sebagai dokter naik pesat. Selama 25 tahun berkarier, kekayaannya juga cepat melimpah. Menjadi Kepala Anestesi Bakerspield Heart Hospital, California, AS. Apalagi, dia juga ikut mendirikan sebuah klinik. Dia jual rumah sederhana menajdi rumah bagus, bahkan kemudian bisa membeli mansion.
Dia marah kepada Tuhan. "Apa yang sudah lakukan sehingga mendapat penyakit ini?" protesnya.
Sempat menjalani lima operasi, dia kemudian harus menjalani operasi lagi, dibius total, dan dibedah tubuhnya. Operasi terakhir ini yang mengubah hidup dan keyakinannya. Sekarang, dia merasakan sendiri bagaimana keadaannya saat hidupnya di ujung tanduk dan tergantung pada operasi.
"Tiba-tiba, saya sadar sedang berubah perpektif. Saya masih di meja operasi, tapi pada saat yang sama saya bisa melihat ibu dan adik perempuan saya dudu di sofa di rumah keluarga. Ribuan kilometer di sana, di New Delhi, tempat saya tumbuh," lanjutnya.
"Semuanya sangat detil. Adik saya memakai jeans dan sweater merah. Ibu saya mengenakan baju sari hijau dan sweater hijau. Bahkan, saya mendengar ibu saya meminta sop," katanya.
"Saya mencoba menjauh. Tapi selalu saja ada yang mendorong saya ke arah neraka. Kemudian ada suara, 'Kamu punya hidup sangat materialistis dan egois.' Saya tahu, kata-kata itu benar dan saya merasa malu. Sudah lama saya kehilangan empati," aku Rajiv.
Istrinya mendukungnya. Dia kemudian mendirikan tempat praktik kesehatan untuk membantu orang yang sakit berobat, tanpa memikirkan materi. Ia ingin banyak menghabiskan waktu pada pengabdian kemanusiaan.
"Saya bisa melihat para dokter mengoperasi saya. Apakah itu benar-benar saya? Saya heran kenapa bisa ada di dua tempat," tutur Rajiv.
Rajif tahu betul dan merasakan nikmatnya berbagi dan tahu betul bahayanya hidup materialistik dan egois. Baginya, cukup mendapat pengalaman melihat neraka dan dia tak ingin masuk ke dalamnya. (DailyMail)