Intisari-online.com - Dalam penanganan demonstrasi 4 November 2016, pujian patut dilayangkan kepada Polri yang diperbantukan dalam menghadapi aksi damai yang pada malam harinya berubah menjadi aksi rusuh massa. Personil Polri menggunakan pendekatan humanis, bertahap, dan walaupun akhirnya situasi tidak dapat dikendalikan, tetap mengandalkan pada pengendalian massa menggunakan solusi non letal.
Dalam menghadapi pelaku demonstrasi beringas, para personil Kepolisian RI menjalankan tindakan sesuai protap, dimana setelah barikade dan water cannon tidak berdampak dalam menenangkan massa, maka untuk pertahanan terakhir, terpaksa dilakukan penembakkan gas air mata untuk membubarkan para pendemo yang mulai bertindak anarkis.
Kepolisian RI memiliki beragam pelontar gas air mata dari berbagai negara. Namun salah satu yang populasinya cukup besar adalah pelontar gas air mata/ pelumpuh Verney Carron buatan Perancis. Produk peluncur buatan Verney Carron ini mengandalkan ‘peluru’ dengan selongsong kaliber 44mm, lebih besar dari peluru asap atau gas air mata dari pelontar gas air mata merk lain yang mengandalkan peluru kaliber 38mm. Pemilihan kaliber 44mm juga memungkinkan penggunaan isian lebih banyak sehingga area cakupan agen gas air mata pada area yang lebih luas.
Untuk isiannya, Verney Carron menawarkan amunisi gas air mata (CS gas) untuk membubarkan konsentrasi massa baik di area terbuka maupun tertutup. Jika ditembakkan, proyektil yang jatuh akan pecah, mulai bereaksi dan melepaskan gas air mata dengan zat aktif Ortho-Chlorobenzylidene Malononitrile (CS) dengan asap tebal warna putih. Jika manusia terkena asap ini secara langsung, organ tubuh yang dilindungi selaput lendir seperti mata, hidung, dan mulut akan langsung bereaksi dengan paparan zat CS.
Wajah akan langsung perih dan panas seperti terbakar saat terkena gas air mata, juga disertai keluarnya air mata, batuk-batuk hebat, dan bersin-bersin. Jika langsung terkena dan tidak kuat, seseorang bahkan bisa mengalami sesak nafas dan pingsan sehingga harus memperoleh pertolongan pertama.
Ada dua macam amunisi, yang pertama adalah amunisi standar dan yang kedua amunisi dispersal, dimana ketika ditembakkan amunisi akan pecah menjadi tiga proyektil sehingga sebaran gas CS lebih luas dan bisa menjangkau lebih banyak konsentrasi massa.
Dari pengamatan penulis, ada dua tipe pelontar Verney Carron yang diadopsi Polri. Yang pertama Flash Ball Maxi (FBM). Sosoknya terlihat seperti shotgun raksasa tanpa popor, dengan laras ganda berdampingan. Laras harus diungkit terbuka ke arah bawah, untuk memasukkan peluru atau menarik keluar selongsong. Finishing pada laras menggunakan laburan cat matte sehingga sekilas membuatnya terlihat seperti plastik, padahal menggunakan laras baja.
Gagangnya berbentuk kotak, dengan gagang belakang dan gagang depan menyambung pada bagian bawah. Masing-masing laras memiliki sistem pelatuk sendiri sehingga di dalam trigger guard terdapat dua pelatuk.
Pengokangnya ada di bagian belakang dan harus ditarik untuk mengokang, sepintas membuat FBM seperti mainan pistol-pistolan. Untuk membidik pada kondisi malam, pada tiang pejera yang diposisikan di antara kedua mulut laras diberikan pejera berbahan fiber-tritium. Varian kedua adalah Flash Ball Super Pro (FBSP) yang bentuknya seperti revolver raksasa dengan dua laras bertumpuk.
Author: Aryo Nugroho