Memperingati Sumpah Pemuda: Yosep Anggi Noen dan Film-film Garapannya yang Mendunia

Moh. Habib Asyhad
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Yosep Anggi Noen
Yosep Anggi Noen

Intisari-Online.com -Bagi Yosep Anggi Noen (34) film adalah produk cipta, rasa, dan karya manusia. Oleh sebab itu, film seharusnya menjadi produk intelektual dan kebudayaan. Dan karena itu, pria kelahiran Yogyakarta itu ingin menjadikan film sebagai kuil untuk merenung dan bertukar gagasan.

Nama Yosep Anggi Noen melambung ketika filmnya yang berjudul A Lady Cady Who Never Saw a Hole One mendapatkan Sonje Award di Busan InternatioanlFilm Festival (BIFF) 2013. Namanya semakin moncer ketika karya miliknya itu dinobatkan kembali sebagai film pendek terbaik di ajang Short Shorts Film Festival and Asia 2014 di Tokyo, Jepang.

Baca juga:Takut Mati Gara-gara Sumpah Pemuda

Dalam dunia film mainstream, nama Yosep Anggil Noen mungkin tidak setenar nama-nama lainnya. Tapi bagi mereka yang mengakrabi film-film pendek, terutama film-film pendek dalam negeri, Yosep Anggi Noen tentu saja bukan nama asing.

Selain Lady Cady, ada Hujan Tak Jadi Datang dan Rumah yang merupakan buah karyanya. Untuk Hujan Tak Jadi Datang, yang merupakan film ketiganya, terpilih untuk masuk progam Spectrum Short di Festival Film International Rotterdam.

Lewat film panjangnya yang pertama Vakansi yang Janggal dan Penyakit Lainnya (Peculiar Vacation and Other Illnesses), ia juga berhasil masuk dalam Filmmakers of the Present dalam ajang kompetisi Festival Film International Locarno ke-65 di Swiss pada Agustus 2012. Itu belum cukup, pada Maret 2015, naskahnya yang berjudul Rumah terpilih menjadi satu-satunya film internasional yang diputar di ajang The Local Origination Project di Okinawa, Jepang.

Dan yang paling baru adalah film panjangnya berjudul Istirahatlah Kata-kata. Film yang menggambarkan perjalanan aktivis-penyair Widji Tukul itu mendapat apresiasi di mana-mana, baik Nasional maupun Internasional.

Artikel Terkait