Intisari-Online.com - Media sosial Senin (24/10/2016) kemarin diramaikan oleh berita banjir di Jalan Pasteur dan Jalan Pagarsih, Bandung. Berdasarkan penuturan warga, banjir berlangsung sekitar pukul 13.00 hingga pukul 14.00 WIB.
Meski berlangsung tidak terlalu lama, namun banjir kali ini terbilang paling 'dahsyat' dibandingkan biasanya terjadi. Jalanan berubah menjadi sungai dengan aliran air yang deras.
"Ini banjir terparah yang pernah terjadi di sini (Pagarsih). Banjirnya deras sekali, mobil aja sampai hilang masuk selokan besar," kata Cepi Setiawan di lokasi kejadian.
Walikota Bandung, Ridwan Kamil, pun menjadi "sasaran tembak" atas kejadian ini. Padahal, berbagai langkah telah diambil Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, untuk mencegah soal itu. Salah satunya melalui aplikasi.
Sejalan dengan konsep smart city, Ridwan Kamil membuat ratusan aplikasi. Sejak terpilih menjadi Walikota dua tahun lalu, Ridwan Kamil langsung menyulap Bandung menjadi kota pintar. Beragam aplikasi pun dibuat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi warganya.
Hingga saat ini tidak kurang 400 aplikasi telah dibuat. Aplikasi tersebut dibuat oleh pengembang perorangan, grup mahasiswa hingga kalangan profesional. "Seberapa banyak aplikasi yang dibuat, sebanyak problem hidup kita. Karena di Bandung ada 400 masalah, saya bikin 400 aplikasi," ujar Kang Emil.
Di antara aplikasi itu adalah aplikasi yang dapat memprediksi banjir. Aplikasi yang akan segera dirilis ini dibuat oleh para insinyur di ITB. Penerapannya, Pemkot Bandung memasang alat yang dapat meramalkan cuaca tiga hari ke depan. Informasi yang didapat kemudian dikolaborasikan dengan peta gorong-gorong. Nantinya akan dapatkan data genangan yang akan terjadi.
"Peta akan langsung membuat informasi genangan. Kalau itu terjadi, saya tinggal memilih antara saya kirim pasukan berwarna untuk segera menggali atau menginformasikannya ke publik," jelas Kang Emil.
Sistem drainase memang menjadi hal penting bagi Kota Bandung. Selain melakukan perbaikan dan peningkatan kapasitas drainase yang sudah ada, yang tak kalah penting adalah program pembuatan drainase baru.
Menurut Chay Asdak, pakar hidrologi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, cakupan drainase di Kota Bandung baru mencapai angka 25 persen dari total jumlah jalan yang ada. Selama tidak ada program prioritas penambahan drainase, masalah banjir bakal mustahil dituntaskan.
“Memperbaiki drainase penting dilakukan, bagus. Namun, jangan lupakan pembuatan jaringan drainase baru. Ini yang selalu dilupakan kalau kita ngomong banjir. Jumlah drainase kita tidak cukup. Mau hujan sekecil apa pun, tetap saja ada genangan,” tutur Chay, Selasa 25 Oktober 2016 siang.
Selain jaringan drainase, Chay juga menyoroti karut-marut pengelolaan Kawasan Bandung Utara. Menurut dia, diperlukan keseriusan masing-masing kepala daerah untuk mengeksekusi aturan yang sudah disepakati bersama.
“Mengurus Bandung Utara butuh sosok pemimpin yang tega, bahkan mungkin tangan besi. Perubahan lanskap sudah sedemikian cepat dan kita masih saja hanya saling menyalahkan,” katanya.
Banjir di Pasteur dan Pagarsih, menurut Chay, membuktikan belum optimalnya upaya pembuatan jaringan drainase baru dan penanganan masalah Kawasan Bandung Utara. Ia berharap pemerintah mengambil banyak pelajaran dari kejadian yang menelan satu korban jiwa ini.