Intisari-Online.com - Sebagai rumah bagi 127 gunung berapi aktif, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dunia di bidang pembangkit listrik tenaga vulkanik.
Berdiri di atas satu lempeng tektonik, Indonesia dapat memanfaatkan panasnya magma sebagai sumber penghasil listrik. Pemerintah dikabarkan sudah berupaya agar sektor energi geotermal ini meningkat 500 persen pada 2025.
Jika berhasil, itu akan memproduksi 7.200 megawatt listrik panas bumi, menjadikannya sebagai produsen nomor satu di dunia dari sumber energi yang hampir seluruhnya bersih ini. Mari kita lihat mengapa ide ini sangat signifikan.
Eslandia sudah mengawali ide ini. Negara kecil yang hanya diisi 323.000 penduduk ini berada di sekitar gunung berapi. Akibatnya, 13 persen listrik Eslandia dihasilkan oleh aktivitas gunung berapi.
Eslandia dan Indonesia beruntung - dan kadang-kadang cukup beruntung - untuk memiliki kekuatan magmatik kuat yang dapat menjadi pasokan alam efektif yang tidak ada habisnya. Perbedaan utama dari kedua negara ini adalah penduduk.
Indonesia adalah rumah bagi sekitar 250 juta orang, sebuah bongkahan besar dari populasi dunia. Sekarang, 88 persen dari kapasitas listriknya berasal dari bahan bakar fosil, yang membuatnya menjadi emitor besar gas rumah kaca. Berada di posisi 7 sebagai penyumbang jejak karbon terbesar, memancarkan 641.000.000 ton (707 juta ton) karbon dioksida per tahun.
Menurut AFP, diperkirakan Indonesia memiliki sekitar 40 persen dari cadangan panas bumi dunia. Indonesia sendiri sudah memanfaatkan energi panas bumi sebagai sumber listrik, yang menempatkannya berada di posisi ketiga terbesar di dunia. Namun, hanya mampu memenuhi 0,6 persen kebutuhan rumah tangga warganya.
Jika sukses, teknologi ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia, tapi juga menurunkan jejak kabron bangsa padat penduduk ini secara drastis dalam beberapa dekade mendatang.
Sayangnya, ada banyak tantangan dan rintangan yang harus dilalui untuk mewujudkannya. Tidak seperti pembangkit listrik ‘konvensional’, harga membangun pembangkit panas bumi masih relatif mahal.
Belum lagi masalaha populasi penduduk dan birokrasi yang rumit.
Namun, bukankah selalu ada jalan untuk setiap usaha?
(IflScience)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR