Ketika anak akan memasuki bangku sekolah, perhatian kita lebih tersedot pada pemilihan sekolah dan pemeriksaan kecerdasan. Hampir tak ada di antara kita yang memeriksakan kesehatan. Padahal, kesehatan fisik berperan besar dalam menunjang prestasi si anak. Penglihatan yang terganggu, umpamanya, sering menjadi penyebab turunnya prestasi anak.
Ada seorang anak yang mulai menurun prestasinya ketika duduk di kelas 4 SD. Rupanya mata si anak sudah minus 4! Syukurlah gangguan penglihatan seperti ini dapat diatasi dengan penggunaan kacamata.
Anak tersebut tidak sendirian. Di Inggris, sekitar 3,6% anak tiba-tiba menderita gangguan penglihatan hebat pada usia sekitar 11 tahun. Data seperti ini mungkin terlalu canggih untuk sistem pelayanan kesehatan kita. Tapi, kita dapat mengambil pelajaran dari sistem pelayanan yang hampir sempurna itu. Pelajaran pertama, bila ada perubahan dalam prestasi belajar si Upik atau si Buyung, jangan lupa menanyakan "Di baris ke berapa ia duduk di dalam kelas? Apakah ia melihat jelas apa yang ditulis di papan tulis? Apakah ia sering mengantuk atau pusing di sekolah?" Jawabannya mungkin berhubungan erat dengan kalainan refraksi.
Perubahan penglihatan, terkadang juga merupakan titik awal pemeriksaan ke arah tumor otak. Pada anak perempuan menjelang akil balig, tidak munculnya menars (haid pertama) yang dibarengi dengan gangguan penglihatan dapat merupakan tanda adanya tumor kelenjar hipofisis, yang terletak di belakang mata. Perubahan penglihatan ini dapat berupa penglihatan kabur, penglihatan mendua (diplopia), atau mata juling.
Di Indonesia, penyebab gangguan penglihatan yang paling sering memang masih trakom dan kekurangan vitamin A. Tetapi, karena kelainan refraksi sebenarnya dapat diatasi sejak dini, maka hendaknya kita memeriksakan mata dan penglihatan anak menjelang ia masuk sekolah. Ironisnya, ini yang paling sering kita lupakan. Padahal, pemeriksaan mata pada usia prasekolah mungkin akan mengungkapkan adanya kelainan refraksi, buta warna, mata juling yang tersembunyi (latent), atau kekurangan vitamin A.
Kelainan refraksi dan mata juling dapat dikoreksi dan tidak akan menimbulkan masalah kalau segera ditemukan. Kekurangan vitamin A dapat segera diatasi dengan pemberian vitamin A. Sedangkan trakhoma yang merupakan infeksi mata oleh kuman chlamydia dapat diobati dengan antibiotik tertentu. Sementara itu, buta warna adalah cacat bawaan yang tidak mungkin dikoreksi. Tetapi itu juga bukan masalah. Hanya saja anak buta warna tidak dapat menjalankan beberapa profesi tertentu ketika dia dewasa. Misalnya, tentara, pekerja di laboratorium, dokter, pekerja tambang, ahli farmasi, dan beberapa profesi lain yang memerlukan kemampuan membedakan warna. Dengan mengenali cacatnya, seorang anak dengan dibantu orangtuanya dapat memilih pendidikan yang sesuai.
Karena mata adalah jendela untuk melihat dunia, kita perlu memelihara fungsinya dengan baik dan menemukan kelainannya sejak dini. Periksakanlah penglihatan anak kita menjelang ia masuk TK.
Jika selama mengikuti pendidikan di sekolah anak mengeluh ada yang tak beres dengan penglihatannya, jangan abaikan. Lebih baik ajak ia mengunjungi dokter mata untuk memeriksakan matanya.