Intisari-online.com - Seorang ibu menangis tersedu-sedan di depan jasad anaknya. Bocah kesayangan yang tadinya divonis "hanya" kena penyakit campak (measles) itu akhirnya dipanggil pulang oleh Yang Maha Kuasa.
Tangis si ibu makin tak tertahan setelah tahu, kematian itu justru datang dari kelalaiannya mencermati perkembangan penyakit campak si anak.
Ia mengaku menyesal membiarkan anaknya kekurangan gizi dan malnutrisi.
Lo, kok nyerempet soal gizi? Ya. Pada penderita campak, kondisi tubuh yang lemah dapat mendatangkan komplikasi.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sudah diderita akan menjalar ke saluran pernapasan bagian bawah, bronchus, dan paru-paru, sehingga terjadi bronchitis dan paru-paru basah (pneumonia long onsteeking), yang terutama disebabkan infeksi sekunder kuman-kuman.
Ibu itu tidak tahu, untuk menaklukkan campak tubuh harus kuat. Makanan bergizi wajib dikonsumsi, terutama yang mengandung daging, susu, atau telur.
Makanan atau minuman bergula dihindari, karena untuk mencerna makanan dan minuman bergula butuh banyak vitmain, terutama vitamin B. Kalau makanan atau minuman bergula tetap saja dikonsumsi, tubuh akan kekurangan vitamin.
Berkurangnya vitamin dalam jumlah banyak dapat memperlemah tubuh secara langsung, karena pembentukan sel darah, terutama sel darah putih, terhambat.
Padahal, sel darah putih itulah yang berperan langsung dalam pembentukan kekebalan tubuh. Campak sendiri ditularkan oleh percikan ludah.
Virus campak menyerang dan memperbanyak diri di selaput lendir saluran pernapasan bagian atas, masuk ke peredaran darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Karena menyerang semua jenis sel darah putih (terutama monosit), terjadilah penurunan daya tahan tubuh.
Sepak terjang campak dimulai dengan tanda-tanda seperti pada infeksi saluran pernapasan bagian atas.
Suhu tubuh penderita naik sampai 40oC. Setelah lima hari, suhu tubuh turun dan timbul bercak-bercak, dimulai dari belakang telinga lalu menyebar ke seluruh tubuh.
Bercak-bercak merah itu berangsur-angsur berkurang dan menghilang setelah lima hari.
Perjalanan penyakit campak ini dapat lebih ringan (suhu tubuh tidak begitu tinggi dan bercak-bercak merah tidak merata), jika pasien mempunyai kekebalan tubuh yang baik.
Tak hanya lalai soal makanan, si ibu juga terjebak pada pandangan dan pemahaman masyarakat yang menyesatkan.
Yaitu bahwa pasien campak tidak boleh mandi dan tidak boleh kena angin.
Konon, jika mandi atau kena angin, campak tidak akan keluar alias masuk lagi.
Aneh juga, campak kok disamakan dengan binatang peliharaan, yang bisa keluar-masuk kandang. Padahal, kalau bercak merah tidak keluar lagi, ya berarti bukan campak (bukan campaknya tidak keluar atau masuk lagi).
Salah kaprah itu membuat pasien dikurung dalam ruangan pengap dan lubang angin ditutup.
Perlakuan yang justru berperan besar menyebabkan komplikasi paru-paru basah, yang dapat menyebabkan kematian.
Pasien menjadi tambah lemah, karena kekurangan oksigen dan cairan tubuh, sehingga terjadi paru-paru basah.
Untuk menghindarinya, kalau tidak ada AC, ventilasi udara harus baik. Lebih baik lagi jika pasien dibawa ke udara terbuka yang segar.
Hal terakhir yang harus diingat, penyakit campak tidak ada obatnya.
Obat-obat laris yang banyak beredar di masyarakat, yang selama ini dikenal ampuh sebagai "pengeluar" campak, sebenarnya tidak bisa dibuktikan khasiatnya.
Campak akan sembuh sendiri. Kekebalan tubuhlah yang dapat menaklukkannya. Penyakit ini hanya dapat dicegah dengan vaksinasi, dimulai pada usia sembilan bulan, dan diulang lagi di usia 15 bulan.
Vaksinasi itu biasanya digabung dengan vaksinasi untuk penyakit mumps (gondongan) dan rubella (campak jerman), yaitu berupa suntikan MMR (measles, mumps, rubella). MMR sebaiknya diulang sebelum berumur 12 tahun.
Ah, kalau saja si ibu tahu semua fakta ini sejak awal ....