Batik Oey Soe Tjoen (4): Sempat Ingin berhenti

Moh Habib Asyhad

Editor

Batik Oey Soe Tjoen (4): Sempat Ingin berhenti
Batik Oey Soe Tjoen (4): Sempat Ingin berhenti

Intisari-Online.com -Mengembalikan kejayaan batik Oey Soe Tjoen merupakan salah satu harapan Widianti suatu saat nanti. Baginya, membesarkan batik sama halnya dengan membesarkan nama keluarga Oey. Tapi tentu saja itu tidak mudah. Persaingan industri batik, serta minimnya pembatik berkualitas menjadi halangan tersendiri bagi Widianti.

Belum lagi, waktunya banyak dicurahkan untuk kelangsungan tokonya. Ia baru bisa mengerjakan batik pesanan orang setelah urusan di toko rampung. Itu pun tidak setiap hari, hanya Jumat malam dan Sabtu malam.

“Saya tak mungkin meninggalkan toko. Suami saya ndak bisa sendirian. Di sela-sela menjaga toko, tiap hari saya juga harus mengantarkan anak berangkat sekolah. Jika ada yang tanya, milih mana batik atau keluarga? Maka saya akan menjawab yang kedua,” ujarnya tegas.

Kondisi yang tak menentu seperti ini beberapa kali membuat Widianti berpikir untuk berhenti sama sekali dari batik. Beberapa kali dia memberi tahu para pelanggannya untuk menghentikan pemesanan. Tapi semua itu tak mungkin terjadi. Ibaratnya, hidup segan mati tak hendak.

Widianti tak mungkin menghentikan tradisi batik yang sudah turun temurun. Banyak pertimbangan yang menggelayut di pundaknya jika usaha ini sampai berhenti. Salah satu pertimbangannya adalah amanat keluarga besarnya.

Yang tak kalah penting, urusannya dengan para pelanggan. Dia tak mungkin begitu saja memutus hubungan baik yang telah dirajut dengan para relasi, yang tak hanya sekadar pembeli, tapi juga teman diskusi.

Dwita Herman salah satunya. Perempuan 50 tahun ini mengaku beberapa kali dicurhati Widianti terkait niatnya untuk berhenti dari batik. “Sayang saja kalau benar-benar berhenti,” katanya. Dwita sendiri beberapa kali berdiskusi dengan Widianti untuk menentukan motif batik terbaru. Salah satunya adalah cerita Isra’ Mi’raj dengan warna Tionghoa yang saat ini salah satu koleksi pribadi Dwita.

Beberapa pelanggannya juga menyarankan agar Widianti membuat produk batik sampingan, yang lebih komersial, sebagai penopang agar batik Oey tetap hidup. Alih-alih diiyakan, Dwita mengaku Widianti agak “keras kepala” perihal masalah ini. Menjaga kekhasan batik Oey Soe Tjoen tetaplah yang utama bagi Widianti. Apa pun caranya.