Mengapa Australia Sadap Bu Ani? (2)

Ade Sulaeman

Editor

Mengapa Australia Sadap Bu Ani? (2)
Mengapa Australia Sadap Bu Ani? (2)

Intisari-Online.com - Ada sejumlah faktor yang tampaknya telah membuat Defence Signals Directorate (DSD), lembaga mata-mata Australia yang sekarang dikenal sebagai Australian Signals Directorate (ASD), menaruh minat pada Ibu Ani Yudhoyono pada tahun 2009, saat penyadapan terhadapnya dan suaminya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terjadi.

Ketika SBY memulai masa jabatan presidennya untuk lima tahun pertamanya tahun 2004, para diplomat AS menilai bahwa suara istrinya "hanya salah satu dari banyak pihak" yang dia dengarkan dalam "pembahasan panjang tentang urusan negara."

Tetapi hal itu mulai berubah dalam periode pertama itu. Demikian laporan di The Australian, Sabtu (14/12).

Ani Yudhoyono, yang adalah putri Sarwo Edhie Wibowo, seorang letnan jenderal yang mengepalai pasukan khusus Indonesia saat penumpasan gerakan komunis tahun 1960-an, sejak awal karir politik SBY telah memainkan peran aktif dengan membantu kampanye suaminya.

Menurut The Australian, persoalan bagi badan-badan intelijen yang ingin mempelajari lebih jauh pemikiran terdalam SBY adalah bahwa dia merupakan sosok penyendiri yang jarang mengungkapkan pemikirannya bahkan kepada kolega-kolega dekat.

Tren itu tampak jelas pada masa jabatan pertamanya, sehingga meningkatkan ketergantungannya pada istrinya sebagai orang kepercayaan dalam urusan politik.

Media itu mengutip seorang pakar yang mengatakan, "Di depan umum mereka punya gaya yang sangat agung soal kepresidenan. (Dalam kehidupan privat) mereka membaca koran bersama-sama di pagi hari, mereka senang dan sedih bersama-sama, saling terbuka dan curhat satu sama lain."

Pada Oktober 2007, orang-orang Amerika mencatat dalam telegram rahasia mereka, yang kemudian diungkapkan WikiLeaks, "Ibu Ani satu-satunya orang yang Presiden benar-benar bisa percaya untuk setiap masalah dan saat Presiden memasuki paruh kedua masa jabatannya, ia semakin satu langkah dengan istrinya."

Selama 2009, badan-badan intelijen Australia mencoba untuk mengungkap peran Ibu Ani dalam apa yang mereka yakini merupakan sebuah rencana suksesi presiden yang kompleks.

Badan-badan intelijen Australia mengendus, keluarga SBY ingin memastikan kursi presiden RI tetap ditangan mereka walau masa jabatan SBY untuk periode kedua berakhir tahun 2014.

Menurut laporan The Australian itu, Ibu Ani selalu menggengam ambisi tinggi bagi anak sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, seorang perwira militer lulusan Harvard yang kini berusia 35 tahun.

Orang di lingkaran dalam mengatakan, pada 2009 Presiden SBY dan istrinya memikiran rencana untuk memasang Ibu Ani sebagai presiden pada 2014 sampai anak mereka itu sudah cukup umur untuk menduduki kursi itu tahun 2019.

Rencana tersebut tampaknya kandas, paling tidak karena jajak pendapat menunjukkan tingkat elektabilitas Ani Yudhoyono sangat rendah, yaitu hanya hampir 4 persen.

Namun kembali ke tahun 2009, rencana suksesi tersebut dianggap serius. Seorang wartawan dipekerjakan khusus untuk menulis artikel tentang Ibu Ani di newsletter partai, tampaknya untuk meningkatkan profilnya.

Menurut The Australian, seandainya rencana itu berlanjut, hal itu tentu akan punya konsekuensi signifikan bagi politik Indonesia, dan tentu saja Australia.

Pengaruh Ibu Ani yang sedang naik ketika itu tidak terbatas pada suaminya. Dia juga mengerahkan kekuasaan terkait perubahan di kabinet SBY dan orang-orang di lingkaran dalam.

Kedubes AS mengidentifikasi dia sebagai pengaruh utama di balik keputusan SBY menyingkirkan wakil presiden Jusuf Kalla dari calon wakil presiden pada pemilu 2009.

Jika badan-badan intelijen, entah dengan cara bagaimana, bisa memantau hubungan Ibu Ani dengan elite politik Indonesia, hal itu bisa membantu Canberra untuk lebih memahami dinamika internal yang membentuk politik Indonesia.

Faktor lain dalam menyadap Ibu Ani diyakini karena peran aktif yang dia mainkan tahun 2009 dalam membangun konstituen politik di Indonesia. Karya belakang layarnya dipuji karena berperan mengamankan kemenangan SBY pada pemilu bulan Juli tahun itu dengan raihan suara 60 persen.

Menurut The Australian, para pengamat mengatakan, SBY, jika memungkinkan, lebih suka menyerahkan kepada istrinya dan para pembantu istrinya untuk menjangkau konstituen politik kunci.

"Ibu Ani mengontrol banyak hal ini, sebagian karena dia seorang penggerak dan SBY, sebagai Presiden, tidak ingin tangannya kotor," kata salah satu orang dalam.

Dengan memonitor ibu negara, badan mata-mata Australia juga berharap untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang posisi keuangan keluarga ibu negara Indonesia itu dan jaringan patronase yang mengalir dari situ.

Pada awal Juni 2006, para diplomat AS di Jakarta mencatat dalam sejumlah telegram mereka tentang upaya-upaya keluarga Presiden, "terutama ibu negara Kristiani Herawati ... untuk mendapatkan keuntungan finansial dari posisi politiknya. Ibu Negara Kristiani Herawati semakin berusaha untuk mendapat keuntungan pribadi dengan bertindak sebagai broker atau fasilitator untuk usaha bisnis ... Banyak kontak juga memberitahu kami bahwa anggota keluarga Kristiani telah mulai membangun perusahaan demi mengkomersilkan pengaruh keluarga mereka."

Dalam masalah keamanan, diyakini bahwa badan-badan intelijen Australia juga menaruh minat terkait link ibu negara itu dengan kelompok Islam saat dia berusaha untuk mengamankan suara dari kelompok itu bagi suaminya.

Ketika itu, dukungan rakyat untuk partai-partai Islam di Indonesia semakin berkurang. Dalam pemilihan parlemen pada April 2009 terungkap penurunan dukungan bagi partai-partai berbasis agama dari 38 persen di tahun 2004 menjadi hanya 28 persen pada 2009 itu.

Namun kelompok-kelompok Islam masih merupakan konstituen penting bagi keluarga yang berkuasa itu, terutama karena salah satu rival politik SBY dalam pemilu 2009, yaitu Wakil Presiden Jusuf Kalla, mencoba untuk menggambarkan keluarga yang berkuasa itu tidak Islami.

The Australian menulis, ketika Kalla menyebarkan desas-desus bahwa Ibu Ani mungkin seorang Kristen karena dia jarang memakai jilbab, tuduhan itu mendorong sang ibu negara untuk mulai memakai jilbab.

Pada Juli 2009, kedutaan AS menulis, "Yudhoyono tahu pentingnya Islam di Indonesia, dia menjelaskan dia seorang Muslim yang taat dan dia telah melakukan ibadah haji.

Ia juga menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang berbasis Islam yang telah bergabung dengan koalisinya, seperti PKS (Partai Keadilan Sejahtera).

Selain itu, dia saat itu mendukung isu-isu yang menjadi perhatian komunitas Muslim, termasuk mengenai Timur Tengah atau dengan mendukung RUU anti-pornografi yang kontroversial."

Tidak ada dugaan bahwa SBY atau Ibu Ani memberi dukungan finansial dan politik untuk elemen Islam radikal. Keduanya merupakan lawan gigih ekstremisme dan terorisme, dan pendukung kuat bagi Indonesia yang sekuler.

Namun selama satu dekade teror bom marak terjadi di Indonesia, badan-badan intelijen asing penasaran untuk tahu semua yang mereka bisa tahu tentang struktur kekuasaan dan hubungan antara istana presiden dan kelompok Islam besar seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

DSD dan lembaga lainnya juga sangat penasaran tahun 2009 itu untuk tahu lebih banyak soal aliansi politik Partai Demokrat dan PKS yang berbasis Islam, yang saat itu digambarkan penulis yang berbasis di Washington, Sadanand Dhume, sebagai versi Indonesia dari Ikhwanul Muslimin.

"Para pemimpin partai itu (PKS) adalah pendukung vokal Abu Bakar Bashir, pemimpin spiritual Jemaah Islamiyah, kelompok teroris yang bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di Bali yang menewaskan ratusan orang."

Pada Agustus 2009, ketika sejumlah dokumen yang dibocorkan Edward Snowden memperlihatkan DSD berusaha untuk memantau pemikiran para pemimpin Indonesia, termasuk SBY dan istrinya, para agen mata-mata Australia sedang sibuk dalam uapaya untuk memecahkan misteri pemboman yang terjadi bulan sebelumnya di Hotel Marriott dan Ritz-Carlton Jakarta yang menewaskan tujuh orang , termasuk tiga warga Australia.

Saat itu, dalang pengeboman Noordin Mohammad Top masih dalam pelarian. Dalam konferensi pers di luar istana presiden setelah serangan itu, SBY secara emosional menunjukkan sejumlah fotonya dirinya yang telah digunakan sebagai target oleh orang-orang bertopeng tak dikenal yang memegang senjata.

"Aksi teroris ini diyakini telah dilakukan oleh kelompok teroris tetapi belum tentu jaringan teroris yang sudah kita kenal sejauh ini di Indonesia," katanya. Hanya sebulan kemudian Noordin M Top tewas dalam serangan yang dilakukan oleh tim anti-teroris Indonesia.

Pemboman di dua hotel itu menaikkan jumlah korban tewas warga Australia dalam pemboman teroris di Indonesia menjadi 95 orang antara tahun 2002 dan 2009.

Lembaga-lembaga mata-mata Australia punya minat besar soal pemikiran terdalam Presiden SBY dan istrinya pada masa bergejolak itu, ketika nyawa warga Australia jadi korban.

Meski demikian, ada perbedaan tentang bagaimana menafsirkan peristiwa di Indonesia itu, baik di dalam komunitas intelijen Australia maupun antara Canberra dengan Washington.

Orang-orang Amerika, terutama CIA, cenderung berpandangan pesimis tentang Indonesia saat itu ketimbang Organisasi Intelijen Pertahanan Australia (DIO) dan kantor perdana menteri Office of National (ONA).

CIA lebih cemas ketimbang DIO atau ONA tentang prospek Indonesia bisa bergerak ke arah negara Islam yang berhaluan garis keras.

CIA mendapat sejumlah dukungan dalam hal ini dari agen mata-mata domestik Australia, ASIO, yang lebih hati-hati tentang ancama Islam Indonesia ketika itu dibandingkan badan-badan intelijen Australia lainnya.

Keputusan untuk menyadap telepon SBY, istrinya dan pemimpin senior Indonesia lainnya mungkin telah dibuat DSD tetapi juga bisa saja diminta oleh mitranya, NSA.

Perdebatan soal benar atau salah menyadap telepon pribadi SBY dan istrinya telah berlangsung di Australia beberapa bulan lalu.

Para pengecam umumnya masuk dalam dua kubu, mereka yang menganggap bahwa semua bentuk mata-mata merupakan ilegal dan tidak bermoral, dan mereka yang menerima bahwa semua negara saling memata-matai, tetapi mempertanyakan apakah lembaga Australia telah melampaui batas ketika juga menyadap ibu negara Indonesia.

The Australian menutup artikel panjangnya dengan mengatakan, Indonesia adalah teman Australia tetapi juga sebuah raksasa, tetangga Islam yang secara historis tidak stabil yang demokrasinya relatif masih bayi dan di mana teroris telah merenggut banyak nyawa warga Australia dalam satu dekade terakhir.

Dalam konteks itu, keputusan untuk menyadap ibu negara Indonesia yang cerdas, berkuasa, yang digambarkan oleh para diplomat Amerika sebagai "cabinet of one" buat suaminya, Presiden Yudhoyono, tidaklah begitu mengejutkan. (kompas.com)