Intisari-Online.com - Tahun 2013 bisa disebut tahunnya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dalam pertarungan menjelang Pemilu Presiden 2014. Pria yang akrab disapa Jokowi itu merajai semua hasil survei elektabilitas calon presiden. Tak ada lawan yang sepadan.
Sosok Jokowi ramai diberitakan media massa nasional hingga internasional sepanjang tahun. Mantan Wali Kota Surakarta itu juga menjadi buah bibir masyarakat terutama di media sosial. Di manapun berada, politisi PDI Perjuangan itu menjadi magnet bagi rakyat dari berbagai kalangan.
Melihat fenomena itu, beberapa tokoh yang ingin menjadi pemimpin nasional tertarik berduet dengan Jokowi. Parpol yang sudah menetapkan bakal capres juga memasukkan Jokowi dalam daftar cawapres. Jika ditanya hal itu, jawaban Jokowi selalu sama, tak berpikir pencapresan.
Setidaknya, ada beberapa parpol yang sudah menetapkan bakal capres. Partai Golkar memilih Aburizal Bakrie alias Ical, Partai Gerindra menetapkan Prabowo Subianto, Partai Amanat Nasional menetapkan Hatta Rajasa, Partai Bulan Bintang memilih Yusril Izha Mahendra.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia juga telah menetapkan Sutiyoso sebagai bakal capres. Bahkan, ada parpol yang percaya diri menetapkan pasangan capres-cawapres, yakni Partai Hanura dengan mengusung Wiranto-Hary Tanoesoedibjo.
Partai Demokrat masih menggodok bakal capres melalui jalur Konvensi. Ada 11 tokoh yang bertarung di Konvensi. Mereka, yakni Ali Masykur Musa, Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Dino Patti Djalal, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Irman Gusman, Hayono Isman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo dan Sinyo Harry Sarundajang. Nantinya, Majelis Tinggi Demokrat yang akan menentapkan pemenang.
Partai Keadilan Sejahtera juga ikutan menggodok bakal capres melalui mekanisme Pemilihan Raya (Pemira). Hasilnya, Hidayat Nur Wahid memperoleh dukungan paling banyak mengungguli 21 kandidat lain di internal PKS.
Selanjutnya, Hidayat dan empat tokoh lain yang dukungannya tertinggi akan mengikuti uji publik. Empat tokoh lain, yakni Anis Matta, Ahmad Heryawan, Tifatul Sembiring dan Nur Mahmudi Ismail. Nantinya, bakal capres akan ditetapkan oleh Majelis Syuro PKS.
Di Partai Kebangkitan Bangsa, ada tiga tokoh yang didukung di internal. Mereka yakni Mahfud MD, Jusuf Kalla dan Rhoma Irama. Adapun di internal Partai Persatuan Pembangunan, Suryadharma Ali dijagokan menjadi pemimpin nasional selanjutnya. Di luar nama-nama itu, masih banyak tokoh lain yang masuk dalam bursa capres.
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, ada beberapa faktor yang mesti diperhatikan dalam pertarungan Pilpres mendatang.
Pertama, uji materiil Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan Yusril ke Mahkamah Konstitusi. Jika MK menerima gugatan Yusril, maka bakal banyak pasangan capres-cawapres yang didaftarkan ke KPU.
Kedua, kata Burhanuddin, hasil Pileg jika gugatan Yusril ditolak. Maka, syarat pengusungan capres-cawapres tetap seperti Pilpres 2009 , yakni 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional. Burhanuddin memperkirakan ada tiga atau empat pasangan yang akan bertarung.
Ketiga, lanjutnya, faktor internal parpol dalam penetapan capres-cawapres. "Paling penting, ke depan akan banyak kampanye, baik positif maupun negatif. Itu akan mempengaruhi elektabilitas," katanya ketika dihubungi.
Terkait pencapresan Jokowi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia itu menilai masih buram. Meski Jokowi kerap digandeng Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menghadiri berbagai acara di daerah, ia menilai masih belum jelas apakah Megawati bakal maju kembali di Pilpres 2014 atau memberi restu kepada Jokowi. Megawati yang berhak menetapkan capres-cawapres PDIP.
"Itu masih 50-50. Kita harus menunggu setidaknya menjelang Pileg. Maju tidaknya Jokowi mungkin diputuskan menjelang Pileg, paling cepat ketika minggu tenang," ujarnya.
"Jika ditetapkan setelah Pileg, PDIP tidak bisa mengambil intensif elektoral dari faktor Jokowi. Kalau ditetapkan setelah Pileg, buat apa?" kata Burhanuddin lagi.
Jika Jokowi ditetapkan PDIP maju dalam Pilpres 2014, Burhanuddin menekankan bahwa dinamika elektoral tentu fluktuatif. Tak ada yang pasti untuk saat ini. Jika Jokowi merajai seluruh survei sepanjang 2013, kata dia, belum tentu Jokowi akan mudah mengalahkan tokoh lain di 2014 .
Kemungkinan melesatnya popularitas maupun elektabilitas tokoh lain mendekati Pilpres nanti, menurut Burhanuddin, bisa saja terjadi pada 2014. Ia memberi contoh meroketnya Susilo Bambang Yudhoyono hanya dalam waktu sekitar empat bulan menjelang Pilpres 2004. Akhirnya, SBY memenangkan Pilpres meskipun Demokrat bukan pemenang Pileg 2004.
"Jadi, saya tidak ingin buru-buru tutup pintu bahwa Pilpres 2014 sudah selesai (Jokowi bakal menang)," pungkas Burhanuddin.
(Sandro Gatra/kompas.com)