Intisari-Online.com - Penolakan pemerintah Singapura terkait pemberian nama “Usman-Harun” pada KRI terbaru milik TNI AL mirip dengan kontroversi Kuil Yasukuni di Jepang.
Sama seperti Usman-Harun, Kuil Yasukuni memiliki dua arti yang bertentangan. Di satu sisi, dianggap sebagai pahlawan atau simbol patriotisme, di sisi lain dianggap sebagai penjahat perang atau simbol imperialisme.
Bagi Indonesia, Usman-Harun adalah dua orang pahlawan nasional yang berjasa bagi bangsanya. Sementara bagi Singapura, Usman-Harun dianggap sebagai penjahat yang layak dihukum gantung karena menyebabkan tiga orang warga Singapura meninggal dan 33 lainnya luka parah.
Kuil Yasukuni juga demikian. Bagi Jepang, kuil ini dianggap sebagai simbol patriotisme sementara bagi duo Korea dan Cina, kuil ini justru dianggap sebagai simbol imperialisme.
Kuil Bangsa Damai, jika namanya diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, merupakan tempat persemayaman mereka yang meninggal dunia untuk Kekaisaran Jepang. Tak ada syarat lain, termasuk status sosial atau besar-kecilnya jasa mereka.
Sekilas memang tak ada masalah. Namun, beberapa orang yang disemayamkan di Yasukuni adalah mereka yang dianggap penjahat pada Perang Dunia II. Termasuk diantaranya 14 orang yang dianggap sebagai penjahat perang kelas A.
Kontroversi terjadi setiap kali ada politikus, terutama yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan berkunjung ke Kuil Yasukuni. Seperti yang dilakukan oleh Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe pada Desember 2013.
Duo Korea (Korea Selatan dan Korea Utara) dan Cina, yang menjadi korban para “pahlawan” di Kuil Yasukuni selama Perang Dunia II, mengecam keras tindakan Abe.
Kantor berita Korea Utara, menyebut aksi tersebut sebagai “Perilaku sembrono terbaru telah membawa wilayah ini ingat akan Hitler, yang bekerja sangat keras untuk mendorong perang pasca-Perang Dunia I."
Bahkan Amerika Serikat, yang notabene merupakan sahabat karib Jepang, turut mengecam tindakan Abe. "Kami kecewa pemimpin Jepang telah mengambil tindakan yang dapat memperburuk ketegangan dengan negara tetangga mereka," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Jadi, siapa yang pahlawan? Siapa pula yang penjahat?