Intisari-Online.com -Dukun menjadi tokoh penting masyarakat di kaki Gunung Bromo. Orang-orang pilihan ini dipercaya menjadi penyambung suara dari langit. Arahan dan petunjuk mereka menjadi harga mati bagi masyarakatnya. Dukun-dukun itu seolah menjadi poros mitigasi bencana.
Sutomo, 55 tahun, baru saja dipercaya sebagai dukun kepala masyarakat suku Tengger. Ia berarti ia harus memimpin 46 dukun lainnya. Pengangkatan Sutomo dilakukan melalui serangkaian musyawarah mufakat bersama para dukun setelah dukun kepala sebelumnya meninggal dunia sebulan lalu.
Sebutan dukun dalam kepercayaan suku Tengger bukan merujuk pada kemampuan menyembuhkan penyakit secara supranatural. Seorang dukun adalah mereka yang diyakini bisa menjadi penghubung manusia dengan kekuatan adiluhung. Itu sebabnya, dukun oleh masyarakat Tengger kemudian diberi kepercayaan memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan, misalnya upacara Kasada dan Karo.
Suku Tengger sendiri tersebar di empat kabupaten, yaitu Lumajang, Pasuruan, Probolinggo, dan Kabupaten Malang. Mereka memiliki total 47 dukun. Mereka inilah yang sekarang dipimpin Sutomo. Untuk menjadi seorang dukun, ada serangkaian ritual dan ujian. Dukun baru dinyatakan lulus setelah menjalani ujian puncak yang dilakukan di dekat kawah Gunu ng Bromo. Lagi-lagi dukun kepala yang berwenang memberikan lisensi.
Lidah dukun di tengah masyarakat Tengger ini jauh lebih berdaya dibanding peringatan petugas mitigasi. Dukun-dukun ini seolah-olah menjadi poros mitigasi; jika mereka menyuruh mengungsi, barulah warga pergi mengungsi, jika tidak, berarti tidak ada.
Masyarakat meyakini, dukun bukan saja bisa membaca tanda-tanda alam, tapi juga bisa menangkap bisikan langit. “Dukun tahu lebih dulu kapan Bromo akan meletus dan seperti apa pula dampaknya,” jelas Mulyono, warga suku Tengger di Desa Ngadisari.
Kasada mencegah murka Bromo
Menurut Mulyono, sebelum Bromo meletus, dukun telah diberitahu duluan oleh danyang, roh halus penunggu kawasan gunung. Ketua Pos Pengamatan Gunung Api Bromo di Dusun Cemoro Lawang, Moh Syafii membenarkan betapa pentingnya peran seorang dukun Tengger dalam mendukung upaya mitigasi.
“Pernah dulu ketika Bromo sedang erupsi, saya dipertemukan dengan dukun sebelumnya yang sekarang sudah meninggal. Untungnya waktu itu, pak dukun ini bilang, akan menuruti saran-saran PVMBG,” sebut Syafii.
Sutomo meyakini benar, Bromo tidak akan ‘murka’ terlalu hebat hingga memakan korban jiwa, khususnya dari kalangan suku Tengger. Sebaliknya yang kerap terjadi, letusan Bromo justru menjadi berkah. “Lahan pertanian setelah erupsi menjadi lebih subur. Produktivitas tanaman juga meningkat,” kata Sutomo.
Sutomo juga percaya Gunung Bromo tidak akan meletus saat warga melakukan ritual upacara adat Kasada di kawah Bromo. Tidak ada penjelasan ilmiah mengenai hal ini memang.
Kasada sendiri, merupakan agenda rutin setahun sekali, saat warga Suku Tengger berkumpul di bibir kawah gunung Bromo untuk memberikan persembahan berupa hasil bumi. Menurut Bambang Sutedjo (53), dukun Tengger di desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, upacara tersebut digelar sebagai rasa syukur warga dan permohonan agar warga senantiasa diberkahi oleh Sang Hyang Widhi. (Hasiolan Eko P. Gultom|tribunnews.com)