Intisari-Online.com – Anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Kekurangan atau kelebihan zat gizinya akan tercermin dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari pola standar. Inilah yang perlu diwaspadai seperti uraian Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan berikut ini.
Tahukah Anda bahwa anak-anak yang menderita kurang gizi berpenampilan lebih pendek dengan berat badan lebih ringan dibandingkan dengan rekan-rekan sebayanya yang sehat dan bergizi baik? Efek kurang gizi paling jelas terlihat pada laju pertambahan berat badan. Bila kekurangan gizi (khususnya energi dan protein) berlangsung lama dan parah, maka pertumbuhan tinggi badan juga akan terpengaruh. Bahkan proses pendewasaan pun bisa terganggu.
Pada dasarnya, pemberian makan yang beragam amat dianjurkan, karena tidak ada satu pun jenis makanan yang lengkap kandungan gizinya yang bisa memenuhi kebutuhan hidup seseorang.
Susu adalah makanan pertama yang dikenal seorang anak. Bila air susu ibu (ASI) sudah tidak keluar, maka sebagai penggantinya adalah susu sapi atau susu formula. Seorang anak yang minum susu berlebihan berisiko mengalami kurang gizi. Mengapa? Anak yang mengonsumsi susu berlebihan, perutnya akan merasa kenyang sehingga ia menolak makanan lain. Untuk anak-anak konsumsi susu saja tidak akan mencukupi kebutuhan gizi.
Melayani anak minum susu
Meskipun susu bergizi tinggi, kandungan asam askorbat dan zat besinya rendah. Zat besi sangat diperlukan untuk pembentukan hemoglobin darah dan apabila kekurangan dapat menyebabkan penyakit anemia. Jadi, susu memang diperlukan tetapi jangan berlebihan supaya masih ada ruang di dalam perut untuk makanan lainnya.
Namun ada kalanya terjadi situasi yang sebaliknya, anak menolak minum susu. Sebagai orangtua kita jangan main paksa dengan berbagai ancaman sehingga anak merasa terpaksa harus minum susu. Menyajikan susu untuk anak memang perlu variasi. Ada anak yang menyukai susu yang disajikan dalam gelas kecil. Sementara anak lain lebih suka bila diberi kesempatan untuk menuangkan sendiri susu ke dalam gelas tanpa bantuan orangtua. Orangtua harus memperhatikan yang sepele ini bila ingin anaknya tetap mau minum susu.
Makanan lain yang perlu diwaspadai adalah permen, kesukaan hampir setiap bocah. Apalagi kini permen mempunyai aneka cita rasa maupun bentuk sehingga orangtua pun suka.
Permen tak memberikan kontribusi gizi yang berarti karena kandungan gizinya nyaris nol, kecuali energi. Oleh karena itu mengonsumsi permen secara berlebihan dan menjadi pola makan hanya akan menambah masukan energi ke dalam tubuh tanpa memberi zat gizi.
Memang sulit mencegah anak untuk tidak mengonsumsi permen. Namun, membatasi knsumsi permen secara kaku juga tidak perlu. Selama permen hanya dikonsumsi sesekali, kita tidak perlu khawatir. Yang penting, sebagai orangtua perlu mengusahakan agar anak-anak tidak terlalu sering mengonsumsi permen.
Pentingnya sarapan
Kalau permen memang harus dijauhi, tetapi sarapan alias makan pagi justru jangan diabaikan. Sarapan sering ditinggalkan karena waktu yang tersedia untuk mempersiapkannya terlalu pendek. Semua anggota keluarga seolah-olah kehabisan waktu, dan ingin segera meninggalkan rumah di pagi hari, lebih-lebih bagi suami-istri yang bekerja di kantor. Ini semua menjadi salah satu sebab mengapa sarapan menjadi tidak menarik.
Bagi anak sekolah, meninggalkan sarapan membawa dampak yang kurang menguntungkan. Konsentrasi di kelas bisa buyar karena tubuh tidak memperoleh masukan gizi yang cukup. Sebagai gantinya anak jajan di sekolah untuk sekadar mengganjal perut. Tetapi, mutu dan keseimbangan gizi jadi tidak imbang. Oleh karena itu kebiasaan sarapan hendaknya dipertahankan dalam setiap keluarga.
Bagi remaja putri kadang ada alasan lain meniggalkan sarapan; mereka ingin menjaga tubuh tetap langsing. Sebenarnya tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa sarapan menyebabkan kegemukan. Kegemukan sendiri merupakan akibat konsumsi energi yang berlebihan. Konsumsi energi yang berlebihan ini bisa bersumber dari mana saja, termasuk makanan jajanan padat energi yang banyak mengandung lemak.
Mengingat aktivitas fisik yang tinggi selama di sekolah, wajar kalau anak merasa lapar di antara dua waktu makan (pagi dan siang). Dengan jajan, anak bisa mengenal beragam makanan yang dijual di sekolah. Oleh karena itu jajan dapat membantu seorang anak untuk membentuk selera makan yang beragam. Pada saat dewasa nanti dia dapat menikmati aneka ragam makanan. Hal ini sangat baik dari segi gizi.
You are what you eat
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari kebiasaan jajan. Sering kali anak jadi beralasan tidak mau makan di rumah karena masih kenyang akibat jajan di sekolah. Pada saat jajan, anak umumnya membeli makanan berat dan makanan kecil padat energi terbuat dari karbohidrat (tepung-tepungan), gorengan yang kaya lemak, dan murah harganya. Makanan jenis ini tidak cukup untuk menggantikan makan siang di rumah yang baisanya memperhatikan konsep 4 sehat (nasi, lauk, sayur, dan buah).
Oleh karena itu orangtua tidak boleh mengalah kalau sampai anak menolak makan siang dengan alasan sudah jajan bakso di sekolah. Menu makan siang hanya bisa tergantikan kalau kita mengonsumsi 3 – 4 mangkuk bakso.
Jajanan, khususnya yang dijual di pinggir jalan, rentan terhadap polusi debu maupun asap gas buang kendaraan. Sering kali makanan tersebut tidak disiapkan secara higienis atau juga mempergunakan bahan-bahan yang berbahaya seperti zat pewarna, dengan alasan harganya murah. Makanan jajanan yang demikian cepat atau lambat akan mendatangkan gangguan kesehatan.
Dari segi penyajian, jajanan yang disajikan dalam bentuk panas relatif lebih aman daripada bentuk dingin. Makanan dingin memiliki peluang lebih besar untuk terkontaminasi mikroba dibandingkan dengan makanan panas.
Pola makan seorang anak pada dasarnya dapat dibentuk oleh keluarganya. Kalau orangtua dapat memperhatikan pola konsumsi anak-anaknya, maka mereka bisa mengontrol dan menasihati makanan apa yang seyogianya dikonsumsi dan makanan apa yang sebaiknya dihindari. Pepatah mengatakan you are what you eat. Kalau kita biasa makan sampah, maka yang keluar juga sampah. Namuan bila yang kita makan adalah makanan bergizi dengan menu seimbang, niscaya kita pun akan menjadi insan yang berkualitas. (Kumpulan Artikel Kesehatan Anak)