Intisari-online.com Bagi penderita sebuah penyakit, mengonsumsi obat menjadi hal yang tak bisa ditawar lagi. Namun, adanya kecenderungan penggunaan obat secara tidak rasional di kalangan masyarakat justru bisa mengundang masalah baru. Alih-alih kesembuhan yang didapat, tapi malah muncul gangguan kesehatan baru.
Menurut Bahdar Johan Hamid, Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kementerian Kesehatan RI, setidaknya terdapat tiga hal yang menyebabkan masyarakat mengonsumsi obat secara tidak rasional. Pertama, tidak adanya perimbangan dalam proses pengambilan keputusan antara dokter dan pasiennya. Selama ini penentuan dan pola penggunaan obat selalu tergantung pada dokter. Dalam hal ini, kurangnya edukasi juga turut memengaruhi lemahnya preferensi pasien untuk memilih obat mana yang lebih cocok.
Kedua, permintaan masyarakat sendiri. Pada komunitas masyarakat tertentu, kerap ditemui pasien yang enggan berobat jika tidak disuntik. Atau kebiasaan sebagaian masyarakat yang sering menggunakan antibiotik untuk mengobati flu yang notabene disebabkan oleh virus. Padahal antibiotik fungsinya untuk mematikan mikroba. Tak heran jika sebuah data statistik menunjukkan sekitar 40 % penggunaan antibiotik di Indonesia tidak rasional.
Ketiga, adanya promosi produk obat-obatan yang tidak wajar (unethical promotion). Meski hal ini belum bisa dibuktikan secara empiris, indikasinya bisa ditemukan. Misalnya, jika seorang dokter banyak menggunakan jenis obat tertentu bakal memperoleh semacam bonus dari perusahaan yang memproduksi obat tersebut. “Itulah yang membuat penggunaan obat di Indonesia tidak rasional,” ucap Bahdar.
Dampak yang ditimbulkan pun bisa dikatakan tidak sederhana. Pertama, biaya pengobatan menjadi membengkak. Bahdar mencontohkan, penderita sakit yang cukup diberi panadol, malah diberi obat yang lebih mahal. Atau resep yang cukup tiga poin dibuat sepuluh poin.
Kedua, beresiko terjadinya efek samping yang tidak diinginkan. “Kombinasi beberapa jenis obat itu kan tidak semuanya cocok dengan kondisi pasien,” papar Bahdar. Antibiotik, misalnya, jika dikonsumsi secara berlebihan akan menimbulkan resistensi. Penyakitnya menjadi kebal.
Untuk mengantisipasi problem tersebut, sesungguhnya pemerintah, dengan mengakomodasi program dari PBB (melalui WHO), tengah mengupayakan sebuah program untuk mendorong penggunaan obat secara rasional. Di antaranya melalui kampanye. Selain itu, ada juga mekanisme pemberian reward bagi dokter yang lebih banyak menggunakan obat generik.
Bahdar pun memberi tips kepada masyarakat agar bisa memakai obat secara rasional. Pertama, membangun komunikasi dua arah dengan dokter. Sang pasien punya hak untuk bertanya, jadi tidak semuanya tergantung pada dokter. Kedua, menggunakan obat generik yang harganya jauh lebih murah.