Intisari-Online.com - Revolusi bisnis dan industri besar-besaran dan terus berkembang memang mensyaratkan roda perekonomian terus berputar selama 24 jam. Penemuan listrik dan penerangan artifisial turut mendukung terbentuknya “siang tiruan” demi produktivitas yang meningkat. Maka itu, ungkapan “sudah malam, saatnya tidur” menjadi tidak tepat bagi sebagian orang, para pekerja malam.
Tak pelak, rutinitas “baru” di malam hari itu memunculkan banyak gangguan, terutama masalah kesehatan. Berbagai penelitian menunjukkan, orang yang bekerja malam mempunyai risiko lebih besar terserang berbagai penyakit, terutama diabetes dan penyakit jantung. Masalah itu bersumber pada satu hal: pola tidur yang tidak tepat.
“Kesehatan tidur bisa dibilang yang paling penting tapi juga paling diremehkan,” kata dr. Andreas Prasadja, RPSGT. Syarat utama kebugaran adalah tidur yang sehat. Bahkan untuk pekerja biasa, membutuhkan tidur yang baik untuk produktif.
“Saya sedang memerangi stigma bahwa tidur itu malas. Tidur itu menentukan kualitas seseorang; baik itu kesehatan, kebugaran, produktivitas, maupun keselamatan,” kata dokter ahli masalah tidur ini.
Manusia mempunyai jam biologis yang mengatur kapan waktunya lapar, mengantuk, buang air besar, dan sebagainya. Dr. Prasadja menerangkan, jam tubuh manusia dari awal mengatur pola mengantuk ketika mulai gelap sekitar pukul 19.00, tidur selama empat jam, kemudian bangun selama 1-2 jam untuk beraktivitas, kemudian tidur lagi selama empat jam berikutnya.
“Pergeseran waktu kerja karena revolusi industri membuat jam tidur manusia bergeser. Ternyata, menurut penelitian, jam biologis manusia tidak ikut berevolusi mengikuti tuntutan sosial tersebut,” papar dr. Prasadja. “Saya sebut ini sebagai social jetlag.”
Ketidaksinkronan perkembangan sosial dengan kondisi tubuh manusia ini memunculkan masalah baru di dunia kesehatan, seperti sulit tidur (insomnia) dan sering sekali mengantuk (hypersomnia).
Pada saat tidur, tubuh aktif membenahi sel-sel yang rusak, mengeluarkan racun, dan memberi kesempatan kepada sistem imunitas untuk memproduksi hormon-hormon kekebalan tubuh. Saking pentingnya tidur, Amnesty International bahkan menyebut pembatasan tidur sebagai bentuk penyiksaan. “Karena orang yang dibatasi tidurnya akan mengalami banyak gangguan. Mulai dari kesadaran yang hilang, organ tubuh yang rusak, dan kerusakan otak,” dr. Prasadja menjelaskan.
Jadi, jangan melawan hukum alam. Benar begitu?