Intisari-Online.com – Meskipun masih dalam rentang usia reproduksi, belum menopause, wanita bisa berisiko sama dengan pria, mengalami gangguan risiko penyakit degeneratif bila memiliki gaya hidup kurang baik. Penyakit itu misalnya diabetes mellitus (DM), hipertensi, dan dislipidemia (gangguan kesehatan akibat kelainan lemak dalam darah akibat kadar lemak-lemak jahat atau LDL kolesterol dan trigliserida mengalami peningkatan, sedangkan kadar lemak yang baik yaitu HDL kolesterol justru mengalami penurunan). Tanda-tanda gangguan itu adalah kelebihan berat badan dan lingkar perut yang bertambah (obesitas sentral). Hormon wanita yang melindungi wanita premenopause dari gangguan penyakit jantung dan pembuluh darah tidak akan berfungsi lagi bila wanita tersebut mengalami obesitas.
Obesitas yang dialami pada wanita berisiko tinggi terkena DM. Pada dasarnya tidak ada perbedaan gejala DM yang dialami pria maupun wanita. Salah satu gejala yang bisa dialami wanita dan bisa dicurigai ke arah DM adalah keputihan berulang. Hal ini berisiko mencetuskan infeksi saluran kemih berulang dan tidak baik untuk kesehatan ginjal.
“Disarankan kepada wanita untuk melakukan pemeriksaan darah baik sebelum kehamilan maupun saat kehamilan,” jelas dr. Dyah Purnamasari, SpPD, Staf Divisi Metabolik Endrokinologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Dari hasil pemeriksaan darah tersebut diketahui apakah wanita tersebut terkena DM atau tidak. Risiko wanita yang mengidap DM akan meningkat selama masa kehamilan. Nah, DM yang terjadi hanya pada saat si wanita hamil ini disebut diabetes gestasional (DG).
Peningkatan DG ini, jelas Dyah, karena meningkatnya hormon-hormon kehamilan, seperti progesteron, human placental lactogen, kortisol, dan prolaktin. Padahal, hormon-hormon tadi bertentangan dengan kerja insulin yang mengubah gula darah menjadi gula otot. Akibatnya, saat hamil, gula darah ibu cenderung lebih tinggi.
Saat tidak hamil, makanan yang masuk ke tubuh wanita diubah menjadi energi. Bila energi sudah tercukupi, maka gula darah diubah menjadi gula otot. Saat hamil, karena makanan yang masuk juga untuk janin, maka gula darah tidak langsung diubah menjadi gula otot, tapi tetap sebagai gula darah agar mudah disalurkan ke janin.
Jika memang wanita tersebut merupakan penderita diabetes sejak awal, maka pada saat kehamilannya, obat oral yang diberikan sebaiknya dikonversikan dengan insulin. Sementara pada kasus DG, dokter akan memberikan terapi nutrisi medik selama awal kehamilan, yaitu sekitar 2 – 4 minggu. Disarankan juga agar ibu hamil melakukan olahraga yang sesuai dengan kondisinya. Jika tidak mencapai target kendali gula darah, akan diberikan suntik insulin yang akan dihentikan setelah proses melahirkan. Biasanya kasus DG akan berulang pada kehamilan berikutnya seiring bertambahnya usia ibu.
Tidak perlu khawatir dengan terapi insulin yang diberikan. Cukup aman kok untuk janin, selama insulin yang digunakan adalah insulin manusia. Meski dibuat dengan teknik rekayasa genetika, insulin manusia memiliki struktur asam amino yang sama dengan yang diproduksi tubuh.
Saat proses kelahiran, dokter harus berhati-hati dalam memutuskan cara lahir normal atau caesar. Penting untuk diperhatikan apakah ada komplikasi yang menyertainya, seperti hipertensi, kadar kolesterol yang tinggi, dll. Untuk itu, sebaiknya melahirkan dengan pengawasan dokter ahli. Apabila harus dilakukan operasi, harus dilakukan kontrol terhadap luka pascaoperasi.
Selanjutnya, kontrol dan edukasi juga harus dilakukan kepada pasien ketika bayi sudah dilahirkan. Evaluasi kesehatan bayi harus dilakukan karena bayi berisiko menderita obesitas. Namun, pemberian ASI eksklusif, mengatur nutrisi bayi, membiasakan bayi aktif, dan pemberian makanan sehat, dapat menghindarkan dari masalah obesitas. (*)