Intisari-Online.com - Fenomena "cabe-cabean" rupanya sudah ada di Indonesia sejak tahun 2000. Hal ini diungkapkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang sudah mendapatkan laporan mengenai pekerja seks komersial usia anak, pada tahun itu.Umumnya, para pekerja tersebut masih berstatus sebagai murid sejumlah sekolah menengah atas. Namun, setelah sepuluh tahun berlalu, fenomena pekerja seks komersial usia anakini meluas pada tingkat sekolah menengah pertama.(Baca juga:Mengenal Fenomena 'Cabe-cabean' yang Marak di Jakarta)Erlinda, Sekretaris KPAI, mengatakan, berkembangnya pekerja seks komersial usia anak karena belum ada hukuman yang memberi efek jera untuk "agen" yang memasarkan "cabe-cabean" tersebut.Hukuman dengan pasal berlapisSeharusnya, kata Erlinda, para agen ini dikenakan pasal berlapis bila terbukti menyalurkan pekerja seks komersial di bawah 18 tahun untuk melakukan tindakan asusila."Mereka (agen) bisa dijerat dengan dua hingga tiga pasal," kata Erlinda.Erlinda mengatakan, di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, terdapat hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang merugikan anak.Dalam kasus "cabe-cabean", yang bertindak sebagai penyalur, seperti pacar atau orang yang menawarkan mereka kepada pelanggan, dapat dipastikan bakal dijerat Undang-Undang Nomor 23 Pasal 78 dan 82 berdasarkan UU Perlindungan Anak.Pasal 78 berarti telah sengaja melakukan eksploitasi anak, dan Pasal 82 yang berarti menyebabkan pencabulan terhadap anak.Selain itu, bila korban mengalami pemerkosaan ketika melayani pelanggan, agen yang terlibat juga dapat dikenai Pasal 81 yang berarti dengan sengaja ikut menyebabkan tindak pemerkosaan pada anak di bawah umur. Pelaku yang dikenakan tiga pasal tersebut akan mendapat hukuman maksimal 15 tahun penjara.Menurut Erlinda, hukuman 15 tahun dikenakan apabila pelaku bukan orangtua korban. Namun, bila pelaku merupakan orangtua korban, hukuman akan dinaikkan sebanyak satu perempat persen dari hukuman semula sehingga menjadi 20 tahun penjara. Selain itu, pelaku juga dikenakan denda sebesar 300 juta rupiah.Erlinda menambahkan, pelaku yang masih berada pada usia anak dan sudah di atas dua belas tahun wajib mengikuti proses hukum. Namun, bagi pelaku yang berada pada usia anak, tetapi belum memasuki dua belas tahun, akan dikenaiRestorasi Justice, yaitu dikembalikan kepada orangtuanya dan dimasukkan ke tempat rehabilitasi anak untuk bekerja di tempat-tempat sosial.(Baca juga:Di Jakarta, ‘Cabe-cabean’ Dihargai Rp30Juta)Erlinda mengatakan, KPAI sering menemukan pelaku yang hanya dijatuhi hukuman selama beberapa bulan penjara. Hal ini terjadi karena para penindak hukum sering tak menggunakan UU Perlindungan Anak dalam beberapa kasus yang melibatkan anak, tetapi menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukuman ringan tersebut dikawatirkan tak memberikan efek jera dan dapat membuat pelaku mengulangi perbuatannya tersebut. (Agita Tarigan/ Kompas)