Intisari-Online.com - Dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi yang terlibat dalam sidang gugatan Pemilihan Presiden 2014, ada dua nama yang menjadi sorotan publik, yaitu Hamdan Zoelva dan Patrialis Akbar. Maklum keduanya merupakan mantan politisi, Hamdan dari Partai Bulan Bintang dan Patrialis dari Partai Amanat Nasional.
Lalu, seperti apakah mekanisme pemilihan hakim konstitusi? Serta apakah aturan yang mengizinkan Presiden menunjuk Patrialis Akbar dan Hamdan Zoelva sebagai hakim MK?(Baca juga: Prabowo Tolak Pelaksanaan Pilpres 2014)
Ternyata, merujuk pada Pasal 24C ayat (3) UUD 1945, presiden, begitu juga dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahakamah Agung (MA), berhak mengajukan tiga hakim konstitusi.
Dengan kata lain, dari sembilan hakim konstitusi, tiga orang dipilih oleh Presiden, tiga orang oleh DPR dan tiga orang lainnya dipilih oleh MA. Kenapa harus mereka? Karena ketiganya mewakili masing-masing cabang kekuasaan di Indonesia, DPR mewakili kekuasaan legislatif, Presiden mewakili kekuasaan eksekutif dan MA mewakili kekuasan yudikatif.
Nah, jika merujuk pada mekanisme pemilihan hakim konstitusi di atas, dapat dipastikan tiga dari sembilan hakim kontitusi yang terlibat dalam sidang gugatan Pilpres 2014 merupakan pilihan Presiden SBY. Mereka adalah Hamdan Zoelfa, Maria Farida serta Patrialis Akbar.
Sayangnya, dari ketiga orang tersebut, hanya Maria Farida yang dapat dianggap “bebas dari pengaruh politik”, sebab berasal dari kalangan akademisi. Berbeda dengan Hamdan dan Patrialis yang sebelumnya aktif di partai masing-masing, bahkan Patrialis sempat menjabat Menteri Hukum dan HAM.(Baca juga: Ini Isi Surat Prabowo Tolak Pelaksanaan Pilpres 2014)
Jadi, rasanya tidak ada salahnya Presiden menunjuk Patrialis Akbar dan Hamdan Zoelva sebagai hakim MK. Apalagi UU MK tidak mengatur proses seleksi dan pemilihan hakim konstitusi, baik secara teknis ataupun detail. Meski syarat dan larangan seseorang menjadi hakim konstitusi telah disebutkan dengan jelas dalam UU MK tersebut.
Semoga saja mekanisme pemilihan hakim konstitusi yang membolehkan Presiden menunjuk Patrialis Akbar dan Hamdan Zoelva sebagai hakim MK, tidak melanggar asas-asas transparan, partisipatif, obyektif, dan akuntabel sebagai hakim konstitusi. (fh.unpad.ac.id, jimly.com)