Intisari-Online.com - Harga minyak dunia terus turun, menyentuh harga AS$83 per barel (sekitar Rp1 juta). Kondisi ini menjadi kabar buruk bagi negara-negara penghasil minyak. Terutama lima negara yang menggantungkan pendapatan mereka dari menjual minyak ini. Kelima negara tersebut adalah Iran, Nigeria, Venezuela, Rusia, dan Arab Saudi.
Emas hitam memang menjadi tulang punggung pendapatan negara-negara ini. Anggaran belanja negara-negara ini akan benar-benar harus berubah total jika harga minyak dunia terus turun atau setidaknya tetap berada di harga saat ini.
Anggaran Iran bisa menjadi contoh. Merunut pada data yang dari Deutsche Bank dan Thomson Reuters yang dikompilasikan oleh DoubleLine Capital, anggaran negara ini dibuat berdasarkan perkiraan harga minyak berada di kisaran AS$135 per barel (atau sekitar Rp1,6 juta).
Sementara Rusia membuat anggaran dengan kisaran harga minyak minyak sebesar AS$100 per barel (sekitar Rp1,2 juta). Sedangkan Arab Saudi menerapkan harga minyak dikisaran AS$95 per barel (sekitar Rp1,15 juta) saat menyusun anggaran mereka.
Kondisi ini membuat Iran, Nigeria, Venezuela, Rusia, dan Arab Saudi harus segera merevisi anggaran mereka.
“Semua produsen minyak merasakan hal ini. Sekarang pertanyaannya adalah siapa yang paling mungkin bertahan dalam kondisi ini?” kata Phil Flynn, analis energi di Price Futures Group.
Flynn mengklaim bahwa solusi yang paling mungkin diambil oleh negara-negara ini adalah terus meningkatkan produksi mereka karena mereka tidak ingin kehilangan pangsa pasar mereka.
“Ini seperti kontes menatap siapa yang paling dapat bertahan menjual minyak di bawah harga yang ditentukan dalam anggaran mereka. Siapa pun yang dapat bertahan lama, dialah yang akan menang,” katanya.
Dampak terburuk dari kondisi harga minyak yang terus turun ini, “Mereka (Iran, Nigeria, Venezuela, Rusia, dan Arab Saudi) akan saling makan satu sama lain,” tutur Flynn. (money.cnn.com)