Intisari-Online.com - Sarung-sarung memang berserakan di mana-mana. Para pemiliknya datang dengan tujuan ngalap berkah. Cerita tentang tempat peziarahan itu memang macam-macam. Bagaimana kebenaran cerita-cerita itu, sebelum Kemukus menjadi pulau setelah Waduk Kedung Ombo mulai diairi tanggal 14 Januari 1989? Inilah kisah ritual seks di Gunung Kemukus.
---
Kamis siang itu Partini, seorang peziarah lain yang sempat ditemui, duduk di bangku sebuah warung. Ia yang berdandan rapi tampak tenang. Hanya matanya saja yang diam-diam memperhatikan orang yang lalu lalang. Siapa tahu ada laki-laki asal Pemalang yang tengah dinantinya. Ini kali kelima Partini membuat janji dengan laki-laki yang bukan suaminya itu untuk memadu cinta di Kemukus.
Namun, sampai menjelang tengah hari sang gacoan belum juga kelihatan batang hidungnya. Wanita setengah baya yang sederhana ini pun jadi gelisah. Jangan-jangan ia ingkar janji. Kalau benar, sia-sia saja usahanya jauh-jauh datang dari Tegal, menghabiskan ongkos sekian rupiah, meninggalkan suami dan warung nasinya. Mengingat kegiatan persetubuhan merupakan bagian penting dalam ritus peziarahan, tak aneh kalau orang macam Partini jadi gundah. "Kalau dia sampai tak datang, sayang sekali. Kami hanya perlu kencan dua kali lagi," katanya dalam nada putus asa.
Berkah Pangeran Samudra tak bakal didapat hanya dengan sekali berziarah. Paling tidak ziarah harus dilakukan tujuh kali berturut-turut, setiap malam Jumat Pon – atau boleh juga malam Jumat Kliwon. Artinya, sebanyak itu pula seorang peziarah harus bercinta dengan pasangannya di kegelapan Gunung Kemukus.
Hubungan intim wajib dilakukan di tengah alam terbuka, tanpa rasa malu dilihat orang. Ini dimaksudkan untuk menguji kesungguhan peziarah. Kecuali yang tekadnya sudah benar-benar bulat, siapa yang mau berbuat mesum di tengah keramaian semacam itu. Konon, semakin berani malu sebuah pasangan bercinta di muka umum, semakin besar pula berkah yang bakal mereka terima.
Meski seks barang yang nikmat, bagi peziarah sejati macam Partini, ini bukan syarat yang enteng. Hubungan harus selalu dilakukan dengan pasangan yang sama. Kalau sudah sekali bertemu, sepasang peziarah biasanya berjanji untuk bertemu lagi pada malam Jumat Pon bulan-bulan berikutnya. Sampai lengkap tujuh kali.
Sialnya, tak semua pasangan selalu setia menepati janjinya. Sering terjadi, baru dua-tiga kali kencan, pasangan lalu tak nongol-nongol lagi. Entah karena memang dasarnya cuma iseng atau karena sebab-sebab lain.
Kalau ini terjadi, seorang peziarah terpaksa harus mencari pasangan baru, yang diharap bisa sungguh-sungguh diajak bekerja sama sampai tuntas nglakoni kumpul yang tujuh kali itu. Kalau gagal lagi, ya cari pasangan baru lagi. Meski, konon, berganti-ganti pasangan akan mengurangi berkah, tak jarang ada yang harus sampai tiga-empat kali ganti gacoan dan terpaksa bertahun-tahun bolak-balik ke Kemukus sebelum syarat yang digariskan Pangeran Samudra itu bisa terpenuhi.
"Saya sudah dua tahun berziarah ke sini, tapi belum bisa melengkapi syarat yang satu itu," kata Kinasih, ibu gemuk asal Majalengka. "Saya sudah tidur dengan tiga laki-laki, tapi semuanya putus di tengah jalan," tambah pemilik warung bakso ini, sambil tanpa malu-malu, panjang-lebar menceritakan petualangan cintanya di Kemukus.
Tulisan Inilah Kisah Ritual Seks di Gunung Kemukus dimuat di Kumpulan Kisah Misteri 2 Intisari tahun 2002 dengan judul asli Tersandung Sarung di Kemukus.
-selesai-