Intisari-Online.com – Tubuh manusia dihuni berbagai mahluk berukuran mikro, yang tersebar mulai dari permukaan kulit hingga saluran pencernaan. Berbagai jenis mikroba atau bakteri ini hidup secara alami dan berjumlah lebih banyak dibandingkan sel dalam tubuh.
Anggapan bahwa mikroba atau bakteri ini selalu merugikan dan menyebabkan penyakit (patogen) masih sangat melekat kuat. Padahal, keseimbangan dan jumlah bakteri di dalam tubuh perlu terus dijaga, karena hal ini adalah salah satu kunci menuju hidup.
“Kita memiliki kurang lebih 100 triliyun mikroba hanya dalam saluran pencernaan. Tujuannya adalah untuk pengolahan dan detoksifikasi, membantu sistem daya tahan tubuh, dan kunci pembentukan vitamin. Pengobatan barat sudah menyadari pentingnya bakteri bagi tubuh, terutama bagi saluran pencernaan. Pada functional medicine kami kerap memanipulasi bakteri untuk riset,” kata Dr. Frank Lipman, pendiri Eleven Eleven Wellness di Manhattan.
Menurut Lipman, mengetahui pentingnya menjaga keseimbangan bakteri dalam tubuh merupakan suatu pemahaman baru. Saat ini masih berlangsung berbagai riset bertema upaya menjaga keseimbangan bakteri dalam tubuh.
“Bakteri yang tidak seimbang dalam tubuh bisa menyebabkan berbagai gangguan. Saat bakteri jahat dan jamur lebih banyak dibanding bakteri baik, maka bermacam gangguan bisa terjadi mulai dari autoimun hingga kelebihan berat badan,” kata Lipman, seperti dilansir foxnews.
Sejauh ini, mikroba pencernaan diketahui mempengaruhi metabolisme, beberapa ternyata juga berperan dalam mengatur obesitas. Satu famili bakteri yang bernama Firmicutes menyebabkan tubuh menyerap lebih banyak kalori. Sedangkan famili lain bernama Bacteroidetes berperan menjaga tubuh tetap langsing.
Untuk menjaga tubuh tetap sehat, Lipman memberi beberapa tips yang bertujuan menjaga keseimbangan bakteri dalam tubuh. Tips berikut mencegah peningkatan jumlah mikroba yang berhubungan dengan obesitas.
- Konsumsi makanan prebiotik. Kesehatan bakteri pencernaan bergantung pada asupan prebiotik, yang terletak pada makanan berserat yang tidak mudah diolah tubuh. Asupan ini antara lain umbi sayuran, bawang bombay, bawang putih, arthicoke, kacang-kacangan, asparagus, dan pisang. Dengan asupan ini maka bakteri mendapat bahan pangan untuk metabolismenya.
- Minum jus sayur dan buah yang berwarna hijau. Ada ribuan bakteri yang tidak diketahui jenisnya di dalam tubuh. Dengan pengetahuan yang terbatas, asupan berwarna hijau sangat baik untuk menjaga keberagaman yang ada. Tingkat keberagaman bakteri yang tinggi, memberi dampak positif lebih banyak pada tubuh.
- Hindari pangan olahan. Kecanduan pangan olahan bisa membunuh bakteri baik dalam tubuh. Karbohidrat sederhana juga mendatangkan masalah, karena pangan ini memberi asupan pada bakteri jahat. Akibatnya jumlah bakteri makin bertambah dan kebutuhan gula meningkat. Sebisa mungkin jauhi pangan olahan maupun hasil modifikasi DNA (transgenik), yang disebut genetic modified organism (GMO).
- Batasi konsumsi antibiotik, pada daging maupun obat yang dijual bebas. Ada saat tertentu yang mengharuskan penggunaan antibiotik. Penggunaan berlebihan tidak hanya membunuh bakteri jahat, tapi juga bakteri baik. Yang patut diperhatikan adalah penggunaan antibiotik pada stok daging pengusaha ternak. Sebanyak 70 persen antibiotik di Amerika ternyata digunakan para pengusaha dan telah menjadi kebiasaan. Bila mengkonsumsi daging berantibiotik, maka kandungan tersebut akan langsung diserap tubuh.
- Konsumsi probiotik. Makanan hasil fermentasi seperti kimchi, kombucha, dan sauerkraut semakin sering dikonsumsi saat banyak orang mempelajari ekologi tubuh. Makanan fermentasi sangat penting bagi tubuh karena mengandung probiotik, yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri baik. Beberapa orang memilih konsumsi suplemen untuk meningkatkan asupan probiotiknya. Bila ingin mengkonsumsi suplemen, sebaiknya pilih dengan asupan bakteri yang sudah diketahu kegunaannya. Contohnya adalah bakteri Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus paracasei, Lactobacillus plantarum, Bifidobacterium longum, dan Bifidobacterium lactis.
Anda tentunya mau bakteri baik tetap bercokol dalam tubuh ‘kan? (Rosmha Widiyani –
kompas.com)