Kecelakaan Schumacher dan Pentingnya Pelindung Kepala

K. Tatik Wardayati

Editor

Kecelakaan Schumacher dan Pentingnya Pelindung Kepala
Kecelakaan Schumacher dan Pentingnya Pelindung Kepala

Intisari-Online.com – Rongga kepala dapat dikatakan sebagai salah satu bagian tubuh terpenting. Dalam rongga ini terdapat otak yang merupakan pusat kehidupan dengan bermilyar sambungan saraf. Bila salah satu sambungan teganggu, maka bisa dipastikan terjadi hambatan dalam kegiatan keseharian.

Berkaca dari pentingnya kepala, maka tidak berlebihan bila kepala harus selalu dilindungi. Apalagi bila melakukan olahraga ekstrem dengan medan yang cukup menantang. Misalnya olahraga ski di pegunungan Alpen yang dilakukan mantan pembalap F1, Michael Schumacher.

Saat sedang ski diketahui kepala atlet tersebut terbentur batu sangat keras. Akibatnya, helm pelindung pria yang identik dengan tim Ferrari tersebut terbelah dua. Pembalap tersebut dikabarkan sempat sadar sebelum akhirnya pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Schumacher mengalami bedah otak sebelum akhirnya sadar dan melewati masa kritis.

“Dari sini kita bisa mengambil pelajaran, jangan lupa untuk selalu menggunakan helm, baik saat sedang berolahraga ekstrem maupun mengendarai motor. Kalau sampai mengenai jaringan saraf pemulihannya bisa sampai berbulan-bulan. Helm menjadi standar perlindungan saat beraktivitas,” kata dokter ahli saraf, Pukovisa. P, dari FKUI-RSCM pada KOMPAS Health.

Selain menghindari perilaku berbahaya, Pukovisa juga menyarankan untuk tidak langsung mengambil tindakan bila melihat korban kecelakaan dengan luka di kepala. Tindakan yang asal dilakukan berisiko mengakibatkan cedera tambahan.

“Kalau asal dilakukan bisa saja lehernya cedera hingga menigkatkan risiko kematian. Karena itu bila menemui korban luka di kepala sebaiknya jangan asal melakukan pertolongan, jika tidak punya pengalaman. Lebih baik buat barrier supaya korban tidak banyak kena intervensi, sampai akhirnya tenaga yang berpengalaman datang,” kata Pukovisa.

Apa yang terjadi pada Schumacher?

Pukovisa menjelaskan, kecelakaan yang mengenai kepala dapat menyebabkan otak seperti terkocok. Goncangan ini akan menyebabkan pembuluh darah pecah, hingga akhirnya volume rongga kepala bertambah akibat darah yang keluar. Padahal besarnya rongga kepala tidak bisa bertambah.

“Volume yang semakin padat ini akhirnya menekan jaringan saraf pada otak. Tekanan yang semakin besar pada akhirnya mengakibatkan korbannya hilang kesadaran. Selain itu terjadi juga jaringan saraf yang putus akibat goncangan,” kata Pukovisa.

Putusnya jaringan saraf akan menyebabkan kematian jaringan tersebut. Jaringan yang mati, kata Pukovisa, akan mengeluarkan racun yang memenuhi rongga kepala.Racun ini berisiko mematikan jaringan saraf lainnya dalam otak. Bila kematian jaringan semakin luas, maka risiko korban mengalami kematian akan semakin besar.

“Karena itulah korban kecelakaan dengan luka kepala harus secepatnya mengalami operasi. Saat operasi tulang tengkorak korban akan dibedah sehingga tercipta ruang tambahan. Saat dibuka darah besera racun bisa keluar, sehingga tekanan dalam rongga otak akan berkurang,” kata Pukovisa. Selanjutnya perlahan korban bisa menjalani upaya pemulihan. (Rosmha Widiyani – kompas.com)