Intisari-Online.com - Anda pernah melihat atau berjumpa dengan hantu? Kalau belum pernah, inginkah Anda melihatnya? Kecuali bernyali baja, umumnya kalau boleh memilih, kita lebih suka tak usah bertemu atau melihat hantu. Inilah salah satu kisah misteri mengenai hantu.
---
Tetapi tidak selalu hantu itu merupakan roh orang yang sudah meninggal. Coba saja simak pengalaman Ny Boulton yang hidup di akhir abad XIX. Selama bertahun-tahun wanita ini sering bermimpi mengunjungi sebuah rumah. Rumahnya selalu sama, sampai ia dapat menerangkan secara mendetail bagaimana tampang rumah itu, baik dari luar maupun dari dalam. Tapi di mana persis lokasi rumah itu, ia tak kunjung tahu.
Nah, pada tahun 1883, ia bersama suaminya berniat menyewa sebuah rumah di Skodandia untuk berleha-leha di musim gugur. Suaminya mendahului datang ke sana untuk menandatangani surat kontrak dan membereskan rumah itu supaya siap didiami. Begitu tiba di sana, si pemilik rumah, Lady Beresford, memberitahukan bahwa kamar tidurnya di rumah tersebut ada hantunya. "Hantu itu sih hanya seorang perempuan kecil yang tidak berbahaya," ujarnya.
Ketika akhimya Ny. Boulton tiba di sana, ia segera mengenali rumah itulah yang sering muncul di dalam mimpinya kecuali ada satu perbedaan kecil. Dalam mimpinya, ruang duduk langsung dihubungkan dengan sederetan kamar-kamar. Belakangan dia mengetahui, memang baru diadakan renovasi sehingga kamar-kamar itu kini hanya dapat diakses lewat bagian lain rumah tersebut. Tapi kejutan terbesar terjadi dua hari kemudian, saat Ny. Boulton datang berkunjung ke rumah Lady Beresford untuk pertama kalinya. Begitu melihat dia, Lady Beresford langsung berseru, "Lo, Anda 'kan wanita yang menghantui kamar tidur saya!"
Yang lebih menyeramkan adalah kasus doppelganger, yaitu seseorang melihat kembarannya sendiri. Bilokasi, atau satu orang yang berada di dua tempat berbeda pada saat yang bersamaan sungguh sangat sulit diterima oleh para ilmuwan, sebagaimana halnya orang yang bangkit dari kematian.
Hal ini dialami oleh Emilie Sagee pda tahun 1845. Saat meninggalkan Dijon, Prancis, menuju Latvia, Emilie yang berusia 32 tahun itu berprofesi sebagai guru. Dalam suatu kesempatan, saat ia menulis di papan tulis, tiga belas orang muridnya melihat ada Emilie yang kedua, yang muncul di sampingnya. Emilie yang kedua ini menirukan dengan persis semua gerakan Emilie yang asli. Hanya bedanya, Emilie yang kedua ini tidak memegang kapur seperti Emilie pertama. Kejadian ini cepat sekali menyebar di antara para murid.
Salah seorang muridnya, Antoinette Wrangel suatu malam dibantu oleh sang guru untuk mengenakan pakaiannya. Secara samar-samar, di cermin ia melihat ada dua Emilie Sagee yang membantunya.
Puncak kejadian itu muncul saat seluruh murid yang berjumlah 42 orang itu dikumpulkan dalam satu ruangan, untuk menyulam. Saat itu setiap orang bisa melihat Emilie ada di taman, sedang memetik bunga. Tiba-tiba sang guru yang sedang mengamati mereka, meninggalkan murid-murid itu. Namun sesaat kemudian di kursinya sudah duduk Emilie Sagee, meskipun anak-anak itu masih bisa melihat Sagee yang "asli" ada di taman. Saat dua orang murid mendekati sosok Emilie yang duduk di kursi itu dan mencoba menyentuhnya, mereka mendapati tangan mereka seakan menyentuh bahan yang sangat lembut, tapi memberikan perlawanan.
Hal seperti itu berlangsung terus selama 1,5 tahun. Emilie sendiri bukan tidak menyadari keanehan tersebut. Itu bukan karena ia merasakan ada yang tidak beres dengan dirinya, tetapi karena ia juga melihat orang secara berbeda-beda.
Akhirnya, keanehan ini sampai juga ke telinga pada orang tua murid. Akibatnya, sebagian dari mereka memindahkan anaknya dari sekolah itu. Ketika tersisa 12 orang murid, direktur sekolah tersebut tidak punyak pilihan lain, selain meminta Emilie Sagee untuk meninggalkan sekolah tersebut.
Kisah yang mirip juga pernah dialami oleh Boru. Suatu malam pelajar yang berusia 18 tahun pada tahun 1901 ini belajar sampai malam karena sedang mempersiapkan ujian literatur. Saat perlu untuk mengecek referensi, ia bangkit dari meja belajamya dan pergi ke kamar sebelah untuk mengambil buku yang dibutuhkannya. Setelah mendapatkan buku tersebut, Boru kembali ke kamar semula. Di pintu keluar-masuk, sambil memegang buku di tangan yang satu dan menekan gagang pintu dengan tangan yang lain, tiba-tiba ia melihat dirinya sendiri sedang duduk di belakang mejanya, sedang sibuk menulis kata-kata yang ada di benaknya saat itu.
Penulis | : | Birgitta Ajeng |
Editor | : | Birgitta Ajeng |
KOMENTAR