Misteri Ramalan: Intuisi atau Kebetulan

K. Tatik Wardayati

Editor

Misteri Ramalan: Intuisi atau Kebetulan
Misteri Ramalan: Intuisi atau Kebetulan

Intisari-Online.com – Berusaha mengetahui misteri kehidupan di masa kini dan memprakirakan kejadian di masa depan, merupakan bukti betapa rentannya intelektualitas manusia pada dorongan atas keinginan dan ketakutan. Ramal-meramal sudah dilakukan orang sejak zaman kuno hingga kini, termasuk yang bernama keren decision making. Ramalan itu sebuah intuisi atau kebetulan?

--

Di penghujung 1997 Yusuf Bingo Tanuwijaya alias Suhu Bingo meramalkan bahwa di tahun 1998 atau tahun Macan Tanah akan banyak terjadi kekacauan, bahkan huru-hara (Intisari, Desember 1997). Tak dinyana, 13-14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya, yang tak hanya mengakibatkan kerugian materi tapi juga korban jiwa.

Tahun 1976 wilayah timur laut Cina ditimpa gempa bumi terhebat sepanjang sejarah negeri itu. Meski berhasil disensor, tak urung berita itu tersebar ke seluruh wilayah Cina. Banyak orang mengartikannya sebagai pertanda Mao Tsetung akan menghadapi kematian dan berakibat munculnya kekacauan. Ternyata, tahun itu juga, ketika Mao benar-benar meninggal, dimulailah suatu kurun masa kekacauan yang meluas.

Cukupkah dua contoh itu jadi dalih untuk mengandalkan ramalan?

Seni kuno

Meramal memang kuno dan universal. Salah satu teknik meramal yang masih digunakan di Louisiana, AS, hingga kini adalah dengan memecah telur mentah lalu membaca kondisi kuning dan putihnya. Menurut Tracey Peterson, praktisi meramal ala Cajun itu, ia hanya mengulangi tradisi nenek buyutnya, Alexina Charpentier Renaud. Dalam meramal, Renaud, yang meninggal tahun 1955 dalam usia 87, memecahkan tiga butir telur, memasukkan masing-masing ke dalam tiga gelas berisi air lalu membaca bayangannya.

Suatu ketika Renaud ingin tahu di mana posisi Randolph, anak lelakinya - prajurit yang bertugas di Prancis semasa PD I, karena lama tak datang kabar darinya. Renaud pun memutuskan "bertanya" pada telur. Percaya atau tidak, ia mengaku melihat "bayangan kecil kereta api" termasuk miniatur penumpang dengan kepala-kepala kecil. Begitu pulang, Randolph membenarkan bahwa persis di saat ibunya meramal, ia dalam perjalanan dari Pantai Timur AS menuju Louisiana dengan kereta api.

Cara kuno lainnya dalam meramal dipraktikkan suku Nyoro, di Uganda, yang menggunakan isi perut binatang dan konon sudah dilakukan pada masa Babilonia kuno. Peramal Nyoro biasanya memilih ayam. Dengan hati-hati agar organ dalam tidak rusak, ayam dibelah dan dibuka. Bila organ-organ dalam itu ditemukan dalam kondisi bagus, hasil ramalan baik. Bila sebaliknya, tentu jelek.

Teknik meramal lainnya menggunakan cairan. Di Eropa Tengah tradisi yang biasa dilakukan di malam tahun baru ini tetap populer hingga kini. Setelah lonceng berdentang, para peserta – biasanya anak muda - mencairkan timah di sendok, meneteskannya ke dalam air, kemudian membaca peruntungan mereka pada bentuk-bentuk aneh timah yang mengeras saat tercelup ke air.

Cara meramal serupa itu, tapi menggunakan lilin cair, dilakukan di banyak belahan dunia, termasuk AS. Menurut James R. Cole dalam majalah Fate, Juni 1973, "Nyalakan lilin, sambil membisikkan pertanyaan atau keinginan. Miringkan ujung lilin sehingga tetesan lilin cair jatuh ke permukaan air dalam panci. Tetesan yang segera mengeras dengan diameter sekitar 3 mm akan mengapung di permukaan air. Tetes pertama akan segera meluncur ke pinggir panci, perlahan-lahan memenuhi tepinya. Begitu dilanjutkan, tetesan berikutnya akan membentuk simbol atau pola tertentu."

Jika kumpulan lilin di sepanjang tepi panci tidak patah, berarti jawaban positif atas pertanyaan yang diajukan, pinggiran berlekuk-lekuk berarti keraguan, sedangkan yang patah-patah mengindikasikan masalah.

Makna simbolnya amat subjektif. Bagi Cole, bila melihat bentuk kucing, akan diartikan sebagai kecurangan, pistol: malapetaka dan kematian, bentuk gunung: damai atau cinta, orang atau hewan melompat: perubahan, dan kapal: ada kabar dari jauh atau akan mengadakan perjalanan.

--

Tulisan ini pernah dimuat di Rubrik Maya Intisari edisi Agustus 1998 dengan judul Ramalan: Intuisi atau Kebetulan?