Sulastin Sutrisno Perempuan yang Menerjemahkan Surat-Surat Kartini: Sejak Muda Menyukai Door Duisternis Tot Licht

Moh Habib Asyhad

Editor

Sulastin Sutrisno Perempuan yang Menerjemahkan Surat-Surat Kartini: Sejak Muda Menyukai Door Duisternis Tot Licht
Sulastin Sutrisno Perempuan yang Menerjemahkan Surat-Surat Kartini: Sejak Muda Menyukai Door Duisternis Tot Licht

Intisari-Online.com -Sebagai perempuan guru, sejak muda Sulastin Sutrisno, perempuan di balik penerjemahan surat-surat Kartini, menyukai kumpulan surat-surat Kartini yang telah diterbitkan dalam judul "Door Duisternis Tot Licht". Tetapi baru ketika ia berkesempatan pergi sendiri ke negeri Belanda dalam rangka tugas belajar, ia menyadari kekurangan-kekurangan buku itu.

Ternyata dari setiap edisi yang telah mencapai cetak-ulang sampai lima kali, sering ada tambahan baru karena terkumpul surat-surat lain. Cara menambahkannya tidak sistimatis, sebab surat-surat yang baru dikumpulkan, langsung begitu saja ditambahkan di bagian belakang. Tidak pernah disusun sesuai urutan penulisan surat termaksud.

Salah seorang pembimbingnya ketika studi bahasa dan sastra Belanda, menanyakan mengapa Sulastin tidak berusaha mengindonesiakan surat-surat Kartini? Pembimbing tersebut, Drs, Rob. Nieuwenhuys, menyadarkan bahwa yang justru paling berkepentingan dengan segala pikiran dan ide-ide Kartini adalah masyarakat Indonesia. Sayangnya, tidak semua buah pikiran tadi mampu dibaca masyarakat karena masih memakai bahasa Belanda.

Kalaupun ada terjemahannya dalam bahasa kita, kurang memuaskan. Di samping mempergunakan bahasa gaya lama, terjemahan tersebut tidak utuh karena hanya beberapa bagian dari isi setiap surat.

Sulastin berpendapat, dalam menterjemahkan sebuah surat, harus keseluruhan surat termaksud utuh disalin. Mengambil sepotong-sepotong bagian yang dianggap penting, tak akan mampu menghayati pikiran penulis surat. Meskipun keseluruhan surat menyertakan pula hal-hal yang biasa, justru di sanalah keutuhan pengertian bakal bisa didapatkan.

Dikerjakan di dalam-negeri

Di muka telah disebutkan, Sulastin mengerjakan pengindonesiaan surat-surat Kartini selama satu tahun. Mungkin juga menarik, mengapa orang Indonesia justru menterjemahkan surat orang Indonesia lain ke dalam bahasa Indonesia.

Buku utama yang dipakai Sulastin adalah edisi paling akhir "Door Duisternis Tot Licht". Tentu saja, ini dilengkapi dengan membaca pula segala buku yang pernah terbit tentang Kartini, termasuk perjalanan ke kota-kota tempat Kartini pernah tinggal. "Judulnya sudah mengisyaratkan tentang surat-surat, isinya memang hanya kumpulan surat-surat. Bagaimanapun pula, pembaca harus mampu memahami pikiran-pikiran Kartini tanpa dibebani embel-embel lain!"

Sulastin bertugas-belajar di negeri Belanda khusus untuk mempelajari bahasa, sesuai jabatannya selaku Koordinator Pengajaran Bahasa Belanda di Universitas Gadjah Mada. Karena itu, Sulastin tidak mungkin "mencuri" waktu di antara kesibukannya di sana untuk tugas-tugas lain. Jadi seluruh kesibukan menterjemahkan surat Kartini dilakukannya di dalam negeri, walaupun korespondensi dan bantuan dari rekan-rekannya di berbagai tempat terus dilakukan.Pernah ditulis di Intisari Oktober 1979 dengan judul "Di Mana Surat-Surat yang Diterima Kartini".