Sulastin Sutrisno Perempuan yang Menerjemahkan Surat-Surat Kartini: Kartini Tidak Hanya Berjuang untuk Jawa

Moh Habib Asyhad

Editor

Sulastin Sutrisno Perempuan yang Menerjemahkan Surat-Surat Kartini: Kartini Tidak Hanya Berjuang untuk Jawa
Sulastin Sutrisno Perempuan yang Menerjemahkan Surat-Surat Kartini: Kartini Tidak Hanya Berjuang untuk Jawa

Intisari-Online.com -Terus terang Sulastin Sutrisno tidak puas dengan pengertian kebanyakan masyarakat kita tentang kehidupan Kartini. Masyarakat selalu melihat Kartini dari asal-usulnya dan keberhasilannya membebaskan anak-anak perempuan dari kungkungan adat, sehingga mereka mampu mencapai kemajuan serta ikut menuntut ilmu sebagaimana rekan-rekan prianya. Ia dengan tegas mengatakan, "Kartini tidak hanya berjuang untuk Jawa!"

Tidak hanya melulu persoalan emansipasi wanita. "Itu kurang tepat. Kartini tidak hanya memperjuangkan emansipasi wanita! Ada garis penghubung yang selalu dilupakan orang antara emansipasi wanita ke arah emansipasi bangsa!"

Menurut anggapan Kartini, wanita adalah pendidik pertama manusia, pendidik utama anak-anak. Nantinya mereka bakal membentuk keluarga, dasar utama bangunan masyarakat dan bangsa. Kartini menekankan: di pangkuan ibu anak pertama kali belajar merasa dan berpikir. Anak itulah yang nantinya turut memberi corak bangsanya. Jadi Kartini menunjukkan, kebangkitan wanita senantiasa dalam hubungan kebangkitan bangsa.

Sulastin menolak "tuduhan" lama, apa yang selalu diperjuangkan Kartini melulu untuk ruang lingkup masyarakat Jawa. "Lho, bagaimana bisa demikian?" Sebagai bukti ia menyebutkan, Kartini tak membatasi diri dengan masyarakat sekitarnya, sebab sering ungkapan yang dipakainya adalah mengenai (wanita) Hindia-Belanda. Ini petanda bahwa permasalahan yang diajukan Kartini, jauh melewati lingkup sekelilingnya.

Surat-surat yang ditulis dan kemudian disebarkan kepada teman-teman dekatnya tidak terbatas dengan keinginan membebaskan kaum wanita. Kartini tidak pernah lupa mengetengahkan berbagai kepincangan, ketidakadilan dan masalah-masalah yang menghimpit masyarakat umum.

Jauh sebelum banyak di antara kita tersentuh pikiran untuk mendirikan tempat perawatan kesehatan menyebar di pedesaan, ia sudah memikirkannya, hanya dengan melihat kenyataan seorang gadis desa tewas kehabisan darah karena kecelakaan dan sulit diangkut ke rumah sakit. Kartini mencetuskan pikiran, alangkah baiknya jika tempat perawatan kesehatan tak hanya memusat di rumah sakit besar dan jauh di kota-kota. Mengapa tidak membangun sebuah tempat perawatan kesehatan sederhana di desa-desa?

Majunya pikiran Kartini tercermin pula dari keinginan memberikan pendidikan kesejahteraan pada wanita, meningkatkan usaha kerajinan setempat, melepaskan diri dari ketergantungan suami serta berbagai macam buah pikiran lain.

Menurut Sulastin, sebagai wanita sudah tentu Kartini pertama-tama ingin mengangkat derajat kaumnya agar sepadan dengan rekan-rekan pria mereka. Situasi masa itu, peluang wanita dalam mencapai kesejajaran dengan rekan prianya kecil. Inilah memang yang pertama-tama didobrak Kartini. Tetapi setelah itu, sebagaimana tercermin dalam nota suratnya kepada pemerintah kolonial "Geef den Javaan Opvoeding", Kartini terbukti menginginkan kemajuan masyarakat. Bahkan bukan hanya untuk masyarakat Jawa, melainkan masyarakat Hindia-Belanda (Indonesia).

Contoh lain: pujian yang dengan tulus dikemukakan Kartini terhadap terbitnya majalah bergambar Bintang Hindia. Majalah berbahasa Melayu dan Belanda tersebut diterbitkan di negeri Belanda oleh Ikatan Pemuda Angkatan Baru, para pemuda yang sedang belajar di berbagai perguruan tinggi di sana.Pernah ditulis di Intisari Oktober 1979 dengan judul "Di Mana Surat-Surat yang Diterima Kartini".