Intisari-Online.com - Adegan dari klip video di layar sungguh mencekam. Dari sebuah helikopter, kamera sedang mengikuti gerak sebuah mobil di jalan bebas hambatan yang sedang ramai. Mobil itu menyalip ke kanan ke kiri. Sepertinya si pengemudi sedang menantang Sang Nasib, sampai mobilnya menabrak salah satu kendaraan besar, dan, sesosok tubuh terlempar keluar! Melesat ke jalur yang berlawanan. Hanya dalam hitungan detik, ia tergilas arus deras mobil yang memang sedang cukup padat.Begitu video clip dimatikan, hadirin terjaga dari sihirnya. Bukan tanpa tujuan, pembawa acara, Derek Kirby, dari Advanced Driving Institute, menayangkan klip yang mengerikan tersebut. Dugaan bahwa itu sebuah rekayasa, mirip video games, ternyata salah seratus persen. “Itu adegan nyata sebuah pembajakan mobil di Afrika Selatan,” kata guru mengemudi yang lebih suka dipanggil “trainer” ketimbang “instructor” itu.Derek bukan berbicara soal pembajakan mobil.Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyajikan fakta mengenaskan, sekitar 1,5 juta jiwa per tahun tewas di jalan raya. Kalau tidak dilakukan tindakan apa-apa, dengan tren seperti ini, pada tahun 2030, kecelakaan lalu lintas bisa menjadi penyebab kematian nomor lima tertinggi. Jumlah korban kecelakaan di jalanan ternyata melebihi jumlah korban TBC yang 1,4 juta per tahun. Tak heran bila WHO sampai mencanangkan tahun 2011 – 2012 sebagai Decade of Actions for Road Safety.Jalan raya semakin menjadi tempat yang kurang aman. Kecelakaan di jalan raya juga menyebar malapetaka di sisi ekonomi: di Indonesia mencapai sekitar 3% dari PDB 2010 (lebih dari Rp 200 triliun). Tahun 2007, kecelakaan di jalan raya menjadi penyebab kematian nomor 3 di Indonesia. Data POLRI juga mengungkapkan, tahun 2010 ada lebih dari 30 ribu korban tewas dan 145 ribu cedera di Indonesia. Sedihnya, lebih dari 60% korban itu masih dalam usia produktif. POLRI pun telah mencangkan Dekade Aksi Keselamatan Jalan Republik Indonesia, tahun lalu. Tapi bagaimana dengan sikap para pengendara sendiri?Dengan tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas, pada umumnya orang masih belum memandang soal mengemudi yang aman itu masalah serius. Hasil penelitian tesis S2 Haryono Sukarto dari Universtas Indonesia tentang lalu lintas jalan tol di Indonesia, menyimpulkan: faktor pengemudi merupakan faktor penyebab kecelakaan yang paling besar pengaruhnya, sedangkan faktor lingkungan tidak terlalu besar peranannya. Di samping itu pemahaman para pengemudi terhadap ketentuan dan persyaratan mengemudi di jalan tol dianggap kurang.Makanya, Derek tak habis mengerti, mengapa orang tidak kunjung menganggap serius masalah ini. Berubah jadi “gajah”Ketika program edukasi diadakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan gencar diadakan di mana-mana, program edukasi bagaimana aman berkendara masih langka. Meskipun sudah paham, belum tentu orang tergerak untuk mempraktikan. Sebagai contoh, pemakaian sabuk keselamatan. Pengemudi dan penumpang yang duduk di jok depan biasanya mengenakannya, tetapi jarang sekali penumpang di jok belakang mengenakannya. Padahal dalam kondisi tabrakan, penumpang di jok belakang yang tidak mengenakan sabuk keselamatan, karena daya sentakan akan “berubah” menjadi gajah berumur 1 tahun. Dorongan tubuhnya yang terlempar di dalam mobil akan mengenai siapa pun termasuk penumpang yang duduk di depan dan pengemudi dan bisa mengakibatkan cedera fatal. Jadi boleh dikatakan, penumpang yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebenarnya menjadi bahaya yang mengancam bagi pengemudi, walaupun pengemudi sudah merasa aman karena telah mengenakan sabuk keselamatan!Pengetahuan dan edukasi macam itu sebagian dari beberapa hal yang diangkat dalam program Driving Skills for Life (DSFL) yang baru saja merayakan tahun kelimanya. Program yang terselenggara atas prakarsa PT Ford Motor Indonesia ini diukung Asia Injury Prevention Foundation dan bermitra dengan Jakarta Defensive Driving Centre. Dalam acara yang dibuka oleh managing Director PT FMI, Bagus Susanto, sekitar 40 peserta dibekali pengetahuan teori, lengkap dengan pemahaman lewat video dan statistik, serta gambar ilustrasi. Pelajaran di kelas dilanjutkan dengan praktik lapangan, yang mengambil tempat di area parkir Jakarta International Expo Kemayoran, di Jakarta Utara, 13 April lalu. Menurut Bagus, sudah 4.500 orang mengambil manfaat dari pelatihan gratis yang juga terbuka bagi bukan pengguna produk Ford. “Keamanan di jalan merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia dan berkaitan erat dengan bisnis kami,” ujarnyaNgerem mendadakPelatihan mencakup antisipasi terhadap kondisi jalanan, teknik berkendara hemat bahan bakar, pengenalan dan antisipasi terhadap perubahan-perubahan kondisi lalu lintas. Menurut Lea Indra, Communication Director PT FMI, jumlah peserta bisa mencapai seratus orang dan timnya terbuka untuk diundang oleh komunitas atau perusahaan mana pun, dan tidak dipungut biaya.Para peserta satu per satu diajak mempraktikkan berkendara dengan kecepatan 30 km/jam lalu melakukan pengereman mendadak di satu titik yang ditentukan. Setelah itu satu per satu dipersilakan mencoba lagi melakukan hal yang sama, tetapi dengan kecepatan 60 km/jam. Yang menjadi bahan pembelajaran adalah: semakin tinggi kecepatan, semakin panjang (bisa dua tiga kali lipat) dibutuhkan oleh kendaraan untuk berhenti saat pengereman mendadak. Kepada peserta kemudian diajarkan cara melakukan pengereman mendadak sambil berbelok untuk menghindari objek di depan kendaraan. Meski tidak semua sukses melaksanakan yang diamanatkan trainer, setidaknya mereka memahami bahwa sistem Electric Breaking Distribution (EBD) akan membantu pengemudi dalam situasi semacam itu untuk menghindari bencana yang mungkin terjadi. Ada baiknya ikut belajar dari pertanyaan peserta, “Ketika berlari dengan kecepatan 100 km di jalan tol, ban kanan belakang pecah, apa yang harus dilakukan?” Begini yang terjadi: saat ban pecah dan kehilangan udara, sisi ban itu akan lebih menggigit, sehingga timbul efek mengerem. Maka bagian belakang mobil akan ngepot. Yang harus dilakukan: injak kopling. Dengan menginjak kopling, kita melepaskan daya dorong dari belakang. Ketika daya dorong itu “terbuang”, cengkeraman roda akan kembali normal. Untuk mobil automatic: cukup lepaskan pedal gas.Lampu hazard digunakan hanya pada waktu darurat dan mobil dalam keadaan berhenti.Tanpa ABS, “kocok” sajaBagaimana bila dalam situasi lain, tetap masih di jalan tol, kecepatan kendaraan 100 km/jam, tiba-tiba seekor kucing menyeberang jalan? Pada mobil dengan sistem Antilock Breaking Sytem (ABS), pengereman normal akan membuat mobil berhenti. Tetapi bila kebetulan mobil Anda belum dilengkapi sistem ABS, pengereman mendadak dengan cara biasa akan membuat roda terkunci dan mobil kehilangan kendali. Yang harus dilakukan adalah menginjak pedal rem dengan cara “mengocok”-nya. Lakukan dengan kekuatan paha dan setiap kali injak rem dalam-dalam berulang-ulang. Sabuk keselamatan yang bagaimana yang teraman? Ternyata tetap yang menggunakan tiga titik pemegang. Pada saat mengenakan sabuk harus disetel sedemikian rupa, sehingga posisinya tidak mengenai leher, melainkan pas melewati bahu, miring ke arah dada dan turun ke pinggang. Sabuk akan lebih aman, bila diberi pembungkus. Sabuk yang letaknya menyentuh leher, dapat mengiris leher saat terjadi tubrukan.Umur memang di tangan Yang Mahakuasa, namun, upaya-upaya edukasi semacam ini niscaya dapat membantu mengurangi jumlah jatuhnya korban, baik cedera maupun tewas. Tidak hanya peduli pada angka penjualan, tetapi juga pada angka cedera dan korban tewas. Inisiatif semacam ini tentu sangat layak ditanggapi positif oleh para pengendara dan penumpang kendaraan bermotor di Indonesia. Berkendara dengan aman, sudah tahukah caranya?